Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuktikan Diri
Di ruangan lain, Daniel sibuk membereskan rumah. Ia juga membersihkan lemari pendingin dan dapur, memastikan untuk membuang bahan makanan yang sudah tidak layak di konsumsi.
Tidak hanya itu, Daniel pun menyisir seluruh sudut rumah dan memastikan bahwa tidak ada foto atau kenangan apapun tentang Darren yang ditinggalkan di rumah ini.
Melihat kenangan Darren hanya akan membuat Bianca semakin kesakitan. Apapun tentang laki-laki itu harus dihilangkan, ini demi kesehatan mental Bianca yang sedang sangat tidak terkendali.
Setelah rumah menjadi lebih bersih dan rapi, Daniel duduk sambil bermain ponsel. Bocah laki-laki itu berselancar di sosial media miliknya untuk menghilangkan penat.
"Apa ini?" Daniel menyipit, melihat sebuah foto yang di dalamnya terdapat satu orang yang sangat ia kenali.
"Menjijikkan!" seru Daniel membatin.
Tanpa berpikir panjang, Daniel langsung melakukan sebuah panggilan suara pada salah satu nomor yang tersimpan di ponselnya.
"Kak, apa kau sudah tidak waras? Kau gila?" maki Daniel. Rupanya ia menghubungi Darren setelah melihat foto yang sama seperti yang dilihat oleh Bianca.
Sangat tidak berperasaan. Darren sepertinya sengaja membagikan foto mesranya bersama wanita lain di sosial media agar Bianca melihatnya. Apa ia belum puas membuat Bianca menderita seperti saat ini? Apa semua ini masih kurang?
Melalui sambungan telepon, Daniel memaki dan mengeluarkan berbagai sumpah serapah pada kakaknya. Sebagai seorang kakak, Darren sama sekali bukan orang yang patut dihormati.
["Jangan ikut campur, Daniel. Kau bukan siapa-siapa!"] Hanya itu yang Darren katakan untuk membalas berbagai ucapan adiknya.
Daniel merasa sakit hati. Meski ia bukan siapa-siapa, bukan berarti ia harus diam saja saat ada orang lain yang terluka karena perbuatan saudaranya.
Setelah puas memaki kakaknya, Daniel bergegas menuju kamar tempat Bianca beristirahat. Ia harus memastikan wanita itu tidak melihat apa yang Darren lakukan di belakangnya. Jika tidak, keadaan Bianca akan semakin memburuk.
Saat membuka pintu kamar Bianca secara perlahan, Daniel melihat wanita itu duduk di atas kasur dengan kedua tangan memeluk lutut. Wajahnya basah karena tetesan air mata.
Daniel datang terlambat, Bianca lebih dulu melihat hal yang tidak seharusnya ia lihat.
Ketika melihat keadaan Bianca yang sangat memprihatinkan, memunculkan begitu besar kebencian Daniel pada kakaknya, Darren. Bianca memang masih bukan siapa-siapanya, namun Daniel merasa turut merasakan sakit yang sama.
Dengan hati-hati, Daniel mendekati Bianca dan naik ke atas tempat tidur. Daniel memeluk tubuh Bianca, mengusap punggung wanita itu dengan lembut, berusaha sedikit mengurangi rasa sakit yang sedang wanita itu derita.
"Tidak apa-apa, Kak. Menangislah, lepaskan semua beban dan rasa sakitmu. Keluarkan semua agar kau merasa lega, setelah itu, lupakan perlahan," ujar Daniel lembut.
Daniel paham ia tidak bisa memaksa Bianca untuk langsung move on dan melupakan segalanya tentang Darren. Semua penghianatan, kebohongan, serta rasa sakit berkepanjangan yang diterima oleh Bianca bukanlah hal yang mudah.
Wanita itu diselingkuhi selama hampir satu tahun. Ia dihianati oleh sahabat baiknya, di campakkan saat sedang mengandung seorang anak, dan parahnya lagi, harga diri keluarganya pun ikut dipertaruhkan.
Bianca menangis dengan tubuh bergetar di pelukan Daniel. Wanita itu menumpahkan seluruh air mata yang tertahan. Ia membiarkan Daniel membantunya melepaskan seluruh beban dalam hatinya.
"Apa kurangnya aku? Apa salahku? Sedikitpun aku tidak pernah mengecewakannya. Tapi dia memberiku rasa sakit yang teramat sakit," lirih Bianca di sela tangisnya.
"Tidak, Kak. Kau tidak bersalah."
Daniel melepaskan pelukannya, sedikit mendorong tubuh Bianca agar ia bisa melihat wajah wanita itu.
"Semua akan baik-baik saja, percayalah padaku. Penghianat tidak pantas ditangisi, air matamu terlalu berharga untuk orang sepertinya."
"Lusa, aku akan menikahimu, Kak. Jangan pikirkan hal lain, pikirkan pernikahan kita," ucap Daniel.
"Tapi ...."
"Tapi apa, Kak? Apa kau tidak percaya padaku? Aku ini sudah dewasa. Apa kau khawatir akan membiayai kuliahku? Tidak, Kak. Aku bisa melakukannya. Lalu apa lagi yang kau takutkan? Takut aku tidak layak menjadi seorang suami, seorang ayah? Atau, kau takut tentang nafkah batin?"
Bianca menggeleng, salah satu jawaban Daniel membuat sudut bibirnya sedikit terangkat. Wanita itu menatap lekat wajah Daniel dan menemukan kesungguhan di sana. Ia tidak melihat sedikitpun keraguan di mata Daniel dalam mengambil keputusan.
Mengenal Daniel selama lebih dari dua tahun terakhir membuat Bianca begitu memahami sifat bocah laki-laki itu. Hanya saja, Bianca masih memikirkan pendapat orang lain. Apakah pantas ia menikah dengan seorang bocah laki-laki yang baru saja lulus SMA?
Umur mereka selisih lima tahun, Bianca lebih tua. Bagaimana jika orang beranggapan buruk? Apa lagi sebagian orang tahu jika Daniel adalah adik dari Darren. Mereka pasti mengasihani Daniel karena menikah dengan wanita yang lebih tua darinya.
"Aku akan meyakinkan Papa bahwa aku layak sebagai pengganti Kak Darren untukmu. Aku berjanji akan melakukan semua yang terbaik," lirih Daniel.
***