Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Tanpa Ara sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikannya dari jauh.
Marvel. Pria itu awalnya hendak mengambil kunci mobilnya yang terjatuh di dekat makam bundanya, tapi, dia malah melihat pemandangan menyakitkan di depannya.
Langkah kakinya terasa kaku hendak melanjutkan, jadi Marvel hanya berdiri di dekat pohon besar sambil memegang payung hitam untuk melindungi tubuhnya dari derasnya hujan.
Geo memanggil-manggil Marvel dari arah mobil, tapi kakaknya itu hanya diam tak merespon, mungkin karena tidak mendengar. Tapi, saat melihat arah yang ditatap Marvel, Geo jadi penasaran dan ikut melihatnya.
Deg!
Dia terdiam melihat pemandangan di depan sana. Jadi, itu yang membuat Marvel tak kembali sedari tadi?
"Kenapa dia bisa tau?" gumam Geo.
"Hm? Kamu ngomong apa, Geo?" tanya Ayah Gama yang duduk di kursi penumpang.
Geo tidak menjawab, tapi telunjuknya menunjuk ke arah Ara. Ayah Gama mengikuti arah telunjuk Geo, seketika wajahnya berubah datar. Tablet yang menyala di pangkuannya dia abaikan begitu saja.
Ketiga pria itu terusan menatap Ara yang sibuk menangis sambil memeluk makam wanita yang mereka cintai.
"Bawa Ara pergi Bunda... Ara gak mau di sini. Ara pengen ikut Bunda. Ara sendirian di dunia ini, Bun... Ayo, bawa Ara..." Gadis itu semakin terisak keras bahkan meraung-raung seraya menjambak rambutnya. Rasa bersalah terus menghantui. Sekelebat ucapan keluarganya yang menuduh dirinya adalah pembunuh Bunda, semakin membuat Ara bersalah.
Geo berdecak kesal. Dia ingin pulang sekarang, tapi kakaknya itu malah tetap diam.
Pria tampan itu keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju Ara.
Marvel memperhatikan Geo dan membiarkan adiknya menghampiri Ara.
"Kenapa kamu di sini? Pulang!" Geo menarik paksa lengan Ara.
Gadis itu tentunya memberontak. Bodo amat jika pandangan kakaknya pada dirinya semakin buruk.
"Aku mau sama Bunda!" teriak Ara sambil menghempaskan tangan Geo yang mencengkram lengannya.
"Kamu gak berhak berada di sini!" balas Geo tak kalah berteriak.
"Kenapa Kakak jahat sama Ara?!" Tangan mungil itu dengan beraninya mencengkram kerah kemeja Geo. Ara juga memukul-mukul dada bidang kakaknya dengan keras, seolah dia melampiaskan rasa sakitnya yang mereka torehkan padanya selama ini.
"Kalian kejam! Jahat! Gak punya hati! Ara benci!" teriak Ara sambil menangis.
"Cukup!" bentak Geo. Dia mencengkram kedua lengan Ara agar berhenti memukulinya. Matanya menatap tajam sang adik.
"Kamu memang berhak mendapatkan itu semua, Ara. Karena kamu itu pembunuh Bunda kami!" sentak Geo.
"Itu udah takdir!!" balas Ara berteriak.
"Andai aja bisa, aku lebih baik mati dan ikut Bunda dari pada hidup di kelilingi manusia jahat seperti kalian!" pekik Ara. Matanya memancarkan kekecewaan, kesedihan dan marah yang berapi-api.
"Kami juga maunya seperti itu. Lebih baik kamu yang gugur dari pada Bunda!" balas Geo semakin membuat hati Ara sakit.
"Kalian jahat! JAHAT!" Ara memukul dada Geo dengan keras sebelum dia pergi dari sana masih dengan tangis yang memilukan.
Ara meninggalkan motornya dan lebih memilih berlari menerjang derasnya hujan.
Mereka jahat, Bunda. Ara gak suka... Batinnya.
Ayah Gama, Marvel dan Geo melihat Ara yang terus lari menjauh. Sedikitpun mereka tak berniat mengejar Ara. Hati mereka sudah keras layaknya batu yang sulit dihancurkan.
Marvel dan Geo pun segera kembali ke mobil dan langsung disambut dengan pertanyaan dari Ayah Gama.
"Kenapa Ara bisa tau?" tanyanya.
"Mungkin dia ngikutin kita tadi," jawab Geo.
-
-
Ara terus berlari sampai dia menemukan jalan raya yang ramai pengendara. Orang-orang yang sedang berteduh menatap kasihan ke arah gadis itu.
Sedangkan Ara kebingungan, dia bingung jalan mana yang dia lewati tadi.
Dia terlihat menoleh ke kanan dan ke kiri, Ara hendak menyebrang untuk menuju halte bus di sana. Air mata yang tersamarkan dengan derasnya hujan itu terus mengalir di pipinya, bahkan matanya memerah dan membengkak. Bibirnya pucat karena kedinginan, begitu pula dengan kulitnya yang seperti tidak ada aliran darah.
Ara berlari menyebrang jalan, namun, naasnya Ara tidak tau sedari tadi ada sebuah mobil yang memantaunya dari kejauhan. Tepat saat Ara berlari, mobil itu ikut melaju dengan kencang dan...
Brak!
Mobil berwarna hitam itu menabrak tubuh mungil Ara sampai membuat gadis itu terpelanting jauh. Darah segar mulai merembes membasahi jalanan bercampur dengan air hujan, orang-orang yang ada di sana langsung gerak cepat menelpon ambulance.
Nafas Ara terasa berat. Matanya sayu dan semakin berkunang-kunang.
Inikah saatnya Ara bertemu Bunda di surga? Batin Ara.
Badannya sangat sakit, apalagi bagian kepalanya yang pasti terluka parah.
S-sakit... Bunda...
Lidahnya terasa kelu untuk mengatakan sesuatu.
Apakah lagi-lagi Tuhan mengabulkan permintaan Ara yang ingin bertemu Bunda Kinara?
"ARA!"
Mata yang hendak tertutup itu terbuka kembali saat mendengar teriakan seseorang yang selalu ada di sampingnya.
Gevan. Pria itu berlari membelah kerumunan saat melihat siluet seperti Ara yang menjadi korban kecelakaan.
Niat hati ingin mencari Ara lantaran tak pulang-pulang, dia malah disuguhkan pemandangan yang membuat hatinya sakit.
"Ara, kamu dengar saya? Hm?" Gevan berlutut dan membungkukkan badannya agar bisa mendengar suara Ara.
Dia tidak memegang tubuh Ara dengan sembarangan, takutnya nanti akan membuat keadaan Ara semakin parah.
"Ara..."
Tangan kekarnya mengelus pipi Ara yang dihiasi darah gadis itu. Seketika tangan Gevan bergetar hebat. Sungguh, kejadian ini tak pernah terbayangkan olehnya.
"S-sakit... K-kak..." ucap Ara terbata dan bernada lirih.
Gevan mengangguk paham, "Iya saya tau. Jangan pejamkan mata kamu, ya? Bertahan sebentar, hm?" Pria tampan itu bergerak mencium kening Ara dengan lembut.
Tak lama kemudian ambulance datang, para petugas keluar dan mengangkat Ara menggunakan tandu. Gevan juga ikut masuk ke dalam ambulance. Dia tak peduli dengan mobilnya yang dia parkir sembarangan. Yang terpenting adalah Ara.
****
"Kenapa ini? Kok macet?" tanya Ayah Gama.
"Kecelakaan kayaknya," jawab Geo sembari membuka kaca pintu mobil di sampingnya.
"Pak! Di depan ada kecelakaan?" tanyanya.
"Iya, Dek! Cewek masih muda. Kasihan banget, mana parah lagi," jawab seorang pria paruh baya.
"Cewek? Masih muda?" ulang Geo.
"Iya. Tapi, udah dibawa ambulance tadi."
Geo menatap Kakak dan Ayahnya secara bergantian.
"Kalau boleh tau, dia pakai baju apa, ya, Pak?" tanya Ayah Gama.
"Baju lengan panjang terus ada tudung nya gitu. Si eneng nya tadi hujan-hujanan, tiba-tiba nyebrang jalan terus ada mobil yang nabrak. Kenceng banget, Pak! Saya aja sampe merinding lihatnya."
Seketika Ayah Gama hampir sulit bernafas. Tentu dia tau siapa itu.
"Dibawa ke rumah sakit mana?" Marvel ikut bertanya.
"Kemungkinan rumah sakit dekat sini, Dek. Soalnya udah parah banget itu. Gak mungkin kalau rumah sakit jauh."
Tanpa menunggu lama, Geo segera tancap gas menuju rumah sakit tersebut.
Mereka tau itu adalah Ara.
Dan Geo lah yang paling merasa tak nyaman karena dia habis berdebat hebat dengan Ara tadi.
***
Kira-kira Ara metong gak ya??🤔🤔
LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘