Tunangannya sama Luna, menikahnya sama Zenata. Kok bisa?
Lalu bagaimana dengan Luna? Apakah Athala akan memaafkan Zenata atas kecelakaan ini? Atau hanya akan membuat Zenata menderita?
Kisah cinta yang rumit antara dendam dan penyesalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pertama Menjadi Istri
Hari pertama menjadi istri Athala, tak membuat Zena bahagia, yang ada Zena merasa di abaikan. Athala dan Zena saling diam tak bersuara di tengah keheningan malam itu. Keduanya pisah kasur. Sampai akhirnya Atha sendiri yang bicara.
"Setelah dari rumah sakit, kita akan tinggal terpisah dari papih sama mamih!"
"Iya kak!"
"Aku bukan kakak kamu!" Ketus Athala yang membuang mukanya "Mau dipanggil apa kak? Dari dulu kan aku panggilnya kakak. Eum...abang?" Zena jadi sedikit gugup perkara panggilan jadi masalah.
Atha tak menjawab dia menarik selimutnya dan memunggungi Zena "Mm-mas Atha...udah tidur?" tanya Zena dengan hati hati.
Mata Atha reflek terbuka ketika mendengar Zena memanggilnya dengan sebutan mas. "Ehm... Iya udah ngantuk! Sana tidur! Nanti ngadu macem macem lagi ke mamih!"
"Iya mas!" Zena berusaha berdiri dan meraih tongkatnya. Dia berjalan menyisir pinggiran kamar. Dan meraih gagang pintu kamar mandi. Athala bangun dan menoleh Zena yang kesulitan jalan untuk ke kamar mandi.
"Ck...dasar nyusahin! Baru aja sehari jadi istri." Athala kembali tidur dan tak memperdulikan Zena yang masih di kamar mandi.
-
-
-
Selama 3 hari mereka menjalani pernikahan ini bagaikan manusia tak saling kenal. Bahkan Athala tak mau di layani oleh Zena, contohnya hari ini, Zena berusaha untuk menyuapi Athala makan, namun Athala menolaknya mentah mentah.
"Mas harus makan biar cepet pulih, kalau mas tambah sakit gimana?" Lirih Zena dengan tatapan memelas.
"Halah, kamu aja yang habisin, sana minggir !" Athala menghempaskan piring yang dipegang Zena hingga terjatuh ke lantai.
Zena terkejut dengan perlakuan Athala yang semakin hari semakin kasar. Dia berlinang air mata, hatinya hancur. Dimana Athala yang dulu lembut padanya? Kemana Athala yang selalu tersenyum manis padanya? Semua itu hanyalah kenangan yang akan Zena kubur.
CEKLEK
"Astaga ... Zena...!" Mamih Aleesya menghampiri menantunya yang tengah memunguti pecahan piring "Ma-mamih?"
"Iya sayang ini mamih. Simpen aja, nanti mamih suruh ob yang bersihin." Mamih Aleesya menyuruh Ray untuk memanggil ob.
"Athala, bukannya bantuin istri kamu malah diem aja!" Geram mamih Aleesya "Udah gede juga mih biarin ajalah!" ketus Athala dan menarik selimut lagi.
Zena merasa tak enak "Mih, enggak apa-apa kok."
"Oh iya, hari ini kalian boleh pulang, Athar sama papih lagi ngurusin administrasi dulu. Sini mamih bantu siap siap yah! Mamih juga sudah siapkan baju untuk kamu dirumah."
"Terima kasih mih, udah banyak membantu Zena." Lirih Zena.
"Kamu anak mamih juga sayang."
Mamih Aleesya membantu Zena menyiapkan pakaian juga membantu Athala. Dirasa sudah selesai, mereka pun pulang dari sana. Sepanjang perjalanan baik Atha maupun Zena tak ada yang bicara. Hingga mobil mereka sampai juga di rumah utama orang tua Athala.
-
-
-
Mamih Aleesya selalu mendampingi Zena dan menuntunnya hingga ke kamar. Athala juga tak bicara, dia langsung merebahkan dirinya di atas kasur. "Zena, kalau butuh apa apa kamu tekan tombol ini yah, nanti ada art yang akan datang!" Ucap mamih Aleesya memberikan walkie talkie pada Zena.
Mengingat kondisi Zena yang tak memungkinkan. "Terima kasih mih, maaf udah ngerepotin mamih. Zena malu mih." Lirih Zena sembari menunduk.
"Emang kamu ngerepotin! Jangan di manja mih, nanti ngelunjak!" Kata Athala sembari mencemooh istrinya.
"Jaga ucapan kamu! Mamih sama papih enggak pernah mendidik kamu seperti itu, mengerti?" Sorot tajam mata mamih Aleesya nembus ke ulu hati Athala.
Athala pun diam dan menunduk. Mamih Aleesya keluar dari kamar anak dan menantunya. Sementara Zena dengan tongkatnya, sedang menata pakaiannya dan juga pakaian suaminya. Zena tak bicara lagi. Dia seperti masuk ke kandang macan.
Tak ada percakapan diantara pengantin baru ini. Athala nampaknya sudah tertidur pulas, Zena mendengar dengkuran suaminya. Dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Di dalam sana, Zena duduk dipinggiran bathub, dia meneteskan air matanya.
"Apa yang harus aku lakukan? Gimana caranya aku menebus dosaku pada suamiku?"
Cukup lama Zena ada di kamar mandi. Selesai dari sana Zena berganti baju di depan lemari. Dia tak tahu kalau saat ini Athala sedang menatap dirinya.
"Syalan...! Maksudnya apa coba te******g di depan lemari? Mau jadi wanita penggoda apa gimana? Awas aja kamu Zena! Kamu enggak akan bisa lepas dari aku!"
Athala tak menampik, jika hasratnya naik saat melihat kemolekan tubuh istrinya yang putih mulus. Dia juga lelaki normal. Athala langsung ke kamar mandi untuk menuntaskan hasrat yang tertunda.
BRAK
Zena menoleh dia kaget ketika ada suara pintu dibanting. Untung saja dia sudah selesai pakai gamis dan hijab. Dia mengambil tongkatnya dan berjalan perlahan menuju tempat tidur. Dirabanya ternyata Athala sudah tak ada disana.
"Berarti tadi mas Atha, hmmm kayaknya mas Atha mandi." Gumam Zena. Dia melaksanakan ibadah shalat Ashar. Dengan berlinang air mata dia memanjatkan doa dan harapan untuk pernikahannya juga untuk dirinya.
Cukup lama Zena bersimpuh di atas sajadah dengan wajah yang sembab, dia tak sadar jika suaminya sudah selesai mandi. Bahkan Atha sudah ada dibelakang dirinya.
"EHM !"
Zena menoleh ke belakang "Mm-mas ... Sudah selesai? Mas mau shalat juga?" Tanya Zena pelan "Sana minggir!"
"Iya mas." Zena cepat cepat merapihkan alat shalatnya. Ketika dia mau berdiri tak sengaja kakinya menginjak gamisnya "Awwww!" Badan Zena hampir jatuh namun Atha reflek menangkap tubuh mungil istrinya.
Atha menatap istrinya dari jarak dekat "Cantik."
Jelas saja Zena sangat cantik. Sedari kecil mamih Aleesya sangat mengagumi kecantikan Zena. Anak asuhannya yang membuat mamih Aleesya sangat menyayangi Zena.
Namun hanya sekejap Atha segera melepaskan pelukannya. "Lain kali jangan ceroboh!" Ketus Atha "Maaf mas, enggak sengaja tadi_"
TOK TOK TOK
"Kakak ...buka!" Teriak Alana dari luar. Atha yang sedikit jengkel langsung membuka pintu kamarnya. "Apa sih teriak teriak?" Kata Athala dengan jengkel.
"Ke bawah, makan dulu. Awas minggir! Kak Zena enggak di apa-apain kan?"
"Sembarangan kalau ngomong!"
Alana maen masuk ke dalam menghampiri kakak iparnya "Yuk kak, kita makan dulu. Mamih sama papih udah nungguin." Alana langsung menggandeng tangan Zena dan membawa tongkatnya. "Buruan! Nanti papih teriak!" Kata Alana dengan ketus pada Athala.
Athala mengekor dibelakang 2 wanita itu. Sesampainya di meja makan. Mamih Aleesya membantu Zena duduk dan menyiapkan makanan untuk Zena. "Sayang makan dulu yah."
Mereka makan dengan tenang, sesekali ketiga adik Athala mengajak Zena bercanda. "Eum, mih, pih... Atha dan Zena akan pindah minggu depan, Atha udah siapin rumah!" Sahut Atha yang tiba-tiba. Semua orang disana saling lirik dengan keheranan.
"Kalian enggak akan kemana-mana!" Jawab papih Alarich dengan tegas "Tapi pih, Atha kan udah menikah_"
"Menikah? Ck...kamu pikir, papih enggak tahu perlakuan kamu sama Zena gimana hah?" Suara papih sudah mulai agak tinggi, mamih Aleesya mengelus tangan suaminya yang sudah mulai emosi.
"Kamu dan Zena tetap tinggal disni sampai_"
"Sampai apa pih?"
"Sampai kalian saling mencintai dan mengerti apa arti pernikahan!"
DEG