"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 08 Pergi Ke Istana Jin
"Sekarang katakan padaku, kemana kamu akan pergi?" tanya Mahesa.
"Aku akan pergi ke kota untuk menyusul teh Iteung." jawab Lia.
"Baiklah,.... aku akan mengantarmu ke tempat temanmu itu. Bersiaplah!" ucap Mahesa.
Mahesa tersenyum menatap wajah Lia. Dia menghampiri Lia dan memeluk tubuh mungil gadis itu. Membawa nya ke dalam dekapannya dan ,...
"Sekarang pejamkan matamu, dek. Aku akan membawa mu ke sana," ucap Mahesa. Lia langsung memejamkan matanya seperti perintah Mahesa.
Wussss,........
Tubuh Mahesa dan Lia lenyap dari pandangan mata. Yang tersisa di tempat itu hanyalah kegelapan malam. Dari kejauhan, terdengar lolongan suara anjing yang terdengar sangat memilukan tetapi sekaligus juga menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya.
Tak lama kemudian,... Lia sudah berada di depan rumah seseorang yang tidak Lia kenal.
"Bukalah mata mu, Dek. Kita sudah sampai," ucap Mahesa. Dia menepuk lembut pipi Lia.
Perlahan - lahan, Lia membuka matanya dan menatap nanar ke sekelilingnya.
"Kang Mahesa, kita ada di mana?" tanya Lia. Perasaan nya tidak tenang. Dia menoleh ke kanan kirinya, sepi...
Dan sangat sunyi....
Tempat itu memang masih sepi karena sekarang waktunya masih tengah malam. Baru juga pukul 3.00 dini hari.
"Ini rumah tempat temanmu tinggal. Tapi sekarang baru jam 3 pagi. Tunggulah sampai pagi hari sebelum kamu memanggil teman mu itu karena -"
"Iya,.. Kang, aku tahu. Pasti Iteung akan merasa aneh kalau aku sampai secepat ini," ucap Lia memotong ucapan Mahesa.
"Hmm,.... bagaimana kalau kamu ikut dulu bersama ku. Nanti aku akan mengantarmu kembali ke sini,"
"Kemana,....?"
"Nanti juga kamu akan tahu,..." ucap Mahesa. Dia memegang tangan Lia lalu membawa gadis itu pergi bersama nya. Tubuh keduanya menghilang di kegelapan malam hanya dalam hitungan detik.
***
"Tempat ini,...." Lia merasa pernah kemari.
"Iya, kita ada di tempat tinggal ku, dek," ucap Mahesa.
Lia langsung mengerti. Sekarang dia kembali ada di dunia jin. Lia mengingatnya. Ini adalah jalan setapak yang kemarin dia lalui bersama Mahesa. Hanya saja sekarang suasananya seperti siang hari.
"Mahesa,... Kok, suasana di sini siang hari. Padahal tadi katamu masih dini hari. ?"
"iya, dek. Waktu di sini dan di dunia mu berbeda jauh," jawab Mahesa.
"Oh,... begitu. Apa rumah kamu masih jauh?"
"Tidak ,... rumahku dekat dari sini. Sebentar lagi kita sampai," jawab Mahesa. Dia menyambar tangan Lia dan membimbing gadis itu berjalan menyusuri tempat itu. Sangat aneh, .... walaupun berjalan, tetapi langkah Mahesa sangatlah cepat. Lia bahkan belum sempat bernapas ketika tiba-tiba saja dia dan Mahesa sampai di depan sebuah rumah,.... eh bukan, tapi sebuah bangunan yang besar dan tinggi yang menjulang megah di hadapan mereka.
"Mahesa,.... tempat ini,..."
"Ini adalah istana, rumahku, tempat tinggal ku, dan juga tempat tinggal kita kelak, jika kamu sudah menjadi istriku," ucap Mahesa kalem.
Lia terpana melihat bangunan yang besar dan tinggi menjulang itu adalah sebuah istana tempat tinggal Mahesa dan keluarga nya.
"Mari masuk, dek. Ibu dan ayahku sudah menunggu mu sejak tadi," ucap Mahesa.
"Hah,...apa?"
Lia mendadak panik dan takut. Dia belum siap bertemu kedua orang tua Mahesa. Jika benar Mahesa adalah pengeran, maka sudah pasti, kedua orang tua Mahesa adalah raja dan ratu jin. Aduh, bagaimana ini? Pikir Lia galau.
"Ayo kita masuk," Mahesa membimbing tangan Lia, menuntun nya memasuki istana miliknya.
Di dalam,... sudah banyak orang yang menyambut kedatangan mereka berdua.
Tapi, seperti Mahesa, pakaian yang mereka kenakan juga aneh. Para wanita nya hanya memakai kemben dan kaum pria memakai baju dan celana hitam.
Mereka semua menundukkan kepalanya ketika Lia dan Mahesa hendak melewati mereka.
Lia merasa heran dan juga takjub dengan apa yang dia alami saat ini.
Tak beberapa lama kemudian, mereka sampai di balairung istana.
Lia melihat seorang wanita cantik dan seorang pria paruh baya, sedang duduk di kursi kebesaran. Pria paruh baya itu mengenakan sebuah mahkota di kepalanya.
Dari busana yang keduanya pakai, Lia dapat menebak jika kedua orang itu adalah raja dan ibu ratu, ayah dan ibu Mahesa.
Ibu ratu adalah wanita yang masih sangat cantik meskipun usianya mungkin sudah tak muda lagi. Raut wajahnya seperti tak termakan usia. Ibu ratu memakai pakaian pakaian adat Jawa dengan perhiasan yang melekat di seluruh tubuhnya yang terbuat dari emas.
Demikian juga sang raja, lelaki itu masih terlihat rupawan dengan pakaian kebesarannya. Tubuh nya masih terlihat bagus dan tegap. Kulit wajah nya masih kencang dan terlihat berseri - seri.
"Mahesa,... apakah mereka adalah ayah dan ibumu?" tanya Lia. Dia merasa takut dan merasa rendah diri jika harus berhadapan dengan kedua orang tua Mahesa yang sejatinya adalah raja dan ratu itu.
"Kenapa, dek?" Mahesa melihat Lia yang terlihat ragu dan takut untuk maju lebih dekat lagi ke balairung istana.
"aku takut, Mahesa. Menurutmu,..apa mereka akan menerima kehadiranku di tempat ini?"
"Kenapa berpikiran seperti itu. Ayo,... ikut aku ke sana. Ayahanda raja dan ibu Ratu sudah menunggu kita sejak tadi," ucap Mahesa.
Lia terpaksa maju mengikuti langkah Mahesa walaupun dia sungguh sangat gugup dan takut.
huh,... rasa nya seperti mau ketemu calon mertua, ucap Lia dalam hati. Dia melirik Mahesa yang berjalan dengan gagah seraya menggenggam tangan nya.
Mahesa tersenyum mendengar isi hati Lia.
"Kamu memang mau ketemu sama calon mertua, dek," bisik Mahesa membuat Lia membelalakkan matanya. ihh,... Kok Mahesa tahu apa yang aku ucapkan dalam hati, sih?"
"Itu karena aku bisa membaca isi hati dan pikiranmu, dek," ucap Mahesa lagi. Sekarang , Lia tak lagi berani berkomentar meskipun itu hanya di hati.
"Dahlia,.... selamat datang," sapa pria paruh baya yang duduk di hadapannya. Lia tersenyum meski canggung dan bergegas menyalami ayah Mahesa dan juga ibu ratu.
Hanya itu saja yang bisa dia lakukan. Seperti layaknya adat manusia, akan memberi salam dan berlalu sopan dengan mencium tangan orang yang lebih tua dari nya.
Tentu saja, ayah dan ibu Mahesa memahami akan hal itu. Mereka mengenal adat dan tradisi itu di kalangan manusia. Dan mereka tak keberatan memberikan tangannya kepada Lia.
"Anakku, Pangeran Emas, ajaklah Lia untuk berkeliling istana kita. Tetapi sebelum itu, biarkan dayang - dayang istana yang akan melayani nya," titah ibu ratu pada Mahesa.
"Baik, ibu ratu." jawab Mahesa dengan takjim.
Mahesa lalu mengajak Lia untuk melangkah masuk ke dalam istana.
***
Lia dan Mahesa kini sedang berjalan - jalan di sekitar taman bunga yang terdapat di samping istana.
Tadi dia sudah di layani oleh beberapa dayang - dayang istana yang memandikan dirinya dan mendandani dirinya. Memakaikan pakaian yang bagus dan perhiasan yang indah. Setelah itu Mahesa mengajak Lia menemui raja dan ibu ratu yang sudah menunggu di ruang jamuan.
Berbagai hidangan terhidang di atas meja makan. Namun, Mahesa melarang Lia untuk menyentuh makanan tersebut kecuali buah - buahan saja.
"Lia,..apa kamu tahu mengapa putraku, Pangeran Emas mengajak mu kemari?" tanya sang Raja.
"Mahesa bilang dia ingin mengajakku jalan - jalan ke rumah nya dan memperkenalkan diri pada kalian," jawab Lia dengan polosnya.
Ibu ratu dan sang raja saling pandang. " apa putraku itu tidak mengatakan padamu jika kalian akan menikah?", tanya ibu ratu.
"Hah,... menikah?"