*Squel dari One Night Stand With Dosen*
Pernikahan Shalinaz Rily Ausky dengan Akara Emir Hasan cukup membuat orang sekitarnya terkejut. Berawal dari sebuah skandal yang sengaja diciptakan sahabatnya, gadis itu malah terdampar dalam pesona gus Aka, pemuda dewasa yang tak lain adalah cucu dari kyai besar di kotanya.
"Jangan menatapku seperti itu, kamu meresahkan!" Shalinaz Ausky.
"Apanya yang salah, aku ini suamimu." Akara Emir Hasan.
Bagaimana kisah mereka dirajut? Simak kisahnya di sini ya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 28
Shali menghentikan langkah kakinya begitu suara yang sangat familiar di telinganya mengudara. Ia menoleh, menemukan Azmi duduk dengan tenang di depan teras kamarnya. Pria itu berdiri, melangkah gontai mendekati gazebo di pinggir kolam yang diterangi lampu taman temaram.
Tanpa dikomando, Shali mengikuti langkah Azmi dengan jarak cukup jauh. Perasaannya waswas, namun untuk malam begini sepertinya orang rumah tidak akan ke bilik belakang, terlebih Aka juga pamit mengajar hingga jam sepuluh, jadi— Shali merasa aman dan malam ini kesempatan untuk menjelaskan semuanya tanpa ada ganjalan sebagai hutang.
"Duduklah di sini pembicaraan kita akan panjang dan tidak akan terulang, aku akan berdiri dari sana kalau kamu merasa tidak nyaman, dan tentunya lebih baik untuk status kita," ujar Azmi menunjuk papan pohon yang tumbang menghiasi pinggir kolam. Mereka tidak saling berhadapan, pun tidak saling dekat namun hati keduanya bertaut.
"Aku kecewa," kata Azmi cukup jelas.
"Aku minta maaf," ucap Shali lirih.
"Salahku juga berharap dengan manusia, sudah pasti hasilnya begini, bikin sakit hati," ujar pria itu menatap lurus ke depan.
"Aku tidak sengaja bertemu dengan Aka, dan kejadian itu cukup mendadak, aku bahkan tidak tahu kalau kamu dan Aka adalah saudara."
"Sekarang sudah tahu 'kan? Dan itu rasanya sakit," jelasnya terdengar nada sendu.
"Neza menghubungi aku untuk datang ke suatu tempat, katanya kamu membalas hadiahku, aku pun menurut, tetapi ternyata aku dalam masalah, dua orang tiba-tiba mengejarku tanpa duga, aku berlari sejauh mungkin hingga aku terdampar di jalan bertemu dengan Morgan."
"Morgan Dirgantara?" Azmi menoleh sekilas, sebelum akhirnya kembali menatap daun palem yang tertiup angin.
"Ya, aku terjebak di kamar hotel dengan Morgan, untungnya Allah masih melindungiku hingga aku bisa keluar dari kamar itu, namun aku tak sengaja kembali tersesat masuk ke kamar 205 dan menyebabkan aku dan Aka dalam ruangan yang sama. Dia bersih, kami bahkan tidak bersentuhan, hanya saja saat Aku dan Aka hendak pulang, mommy dan daddy sudah berada di depan pintu dan entah tahu dari mana, mereka memergoki kami keluar dari kamar yang sama." Shali mengambil napas sejenak, sebelum akhirnya kembali melanjutkan ceritanya, sementara Azmi masih menyimak dengan posisi yang sama.
"Tanpa diduga, Aka dan daddy saling kenal, dan sialnya daddy mendapatkan kiriman vidio tentang keberadaan kami di hotel, itu yang membuat Aka tiba-tiba melamar aku begitu saja, aku sempat menolak, tapi entahlah daddy malah mengiyakan begitu saja tanpa mau mendengar persetujuan perasaanku. Aku bisa apa?"
"Apa kamu mencintai Bang Aka?" tanya Azmi penuh keberanian.
"Tidak, belum tahu kalau ke depannya, dia suami aku sekarang, aku takut berdosa jika mengabaikannya walaupun hatiku masih enggan."
"Bagaimana perasaan kamu padaku saat ini?" tanya Azmi lagi.
"Masih sama," jawab Shali tanpa ragu.
Azmi tersenyum kecut menanggapi jawaban perempuan yang telah sah menjadi kakak iparnya itu.
"Aku tidak mau berandai-andai, namun jika takdir indah itu nyata, aku harap kita bisa bermuara dalam langkah yang sama," ucapnya dengan nada melemah.
Azmi sedikit mendekat, lalu menyodorkan sebuah kotak hadiah. Shalin menerimanya dengan ragu, kemudian mendekap hadiah itu dengan air mata membasahi pipi, sakit, itulah yang dia rasa saat hati yang saling bertaut tidak bisa bersama, karena jelas itu tidak mungkin.
"Itu adalah balasan hadiah yang aku maksud, simpan lah, aku memang membelikannya untukmu, aku pikir hari itu indah dan akan menjadikan tubuh kita halal atas keduanya, namun sayangnya Allah belum menghendaki, aku tahu ini tidak boleh, tapi aku belum bisa menghentikan perasaan ini begitu saja, semoga Allah mengampuni kita berdua. Aamiin." Setelah mengatakan itu Azmi menatapnya dengan sendu.
"Tolong jangan menangis, aku tidak bisa menghapus air matamu," tegur pria itu membuat hatinya gerimis. Kakinya terayun meninggalkan perempuan itu dengan hati perih.
Shalin bergeming, menekan dadanya yang terasa sesak. Namun, ia sadar harus mengakhiri semuanya sebelum kesalah pahaman itu terjadi. Setidaknya Azmi sudah tahu kebenarannya, membuat hatinya sedikit lega dengan tidak berhutang penjelasan terhadapnya.
"Tunggu!" ucapnya dengan setengah berlari menghampiri. Shalin menyodorkan hadiah itu ke tangan Azmi dan mengembalikan kotak beludru itu.
"Jangan berikan padaku, jangan membuat aku semakin merasa bersalah pada kakakmu, aku tahu ini salah, semoga kedepannya kamu bisa mendapatkan seseorang yang bisa mengisi hari-harimu dengan indah."
Azmi tersenyum, "Aku titip di kamu dulu ya, nanti kalau aku sudah menemukan orang yang tepat itu, aku akan mengambilnya," ucap pria itu dingin. Shali hanya mampu terdiam di tempat, bingung lebih tepatnya.
Tak pernah diketahui keduanya, pemandangan itu tak luput dari netra hitam Aka yang menyorotnya tajam. Bahkan, separuh dari obrolan mereka terdengar oleh pria itu.
.
Bersambung
.
.
Hallo gaes sambil nunggu novel ini up mampir juga ke karya temenku yuk Aisy Arbia
pinter bhs arab ya thor...
jd pengen mondok..