Kirana, dalam hembusan terakhir sang Kakek dia menikah dengan sosok pria yang diyakini Kakeknya akan menjaganya dan membahagiakannya. Namun, siapa sangka kalau Arjuna adalah sosok suami yang menganggap Kirana sebagai musuh, bukan istri.
"Aku akan terus melafalkan namamu dalam doaku, karena aku mencintaimu." -Kirana Anindy.
"Menghilanglah dan pergi. Jika harta yang kamu inginkan, bawa itu bersamamu." -Arjuna Braja Satya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Doa untuk bidadari
🌹JANGAN LUPA KASIH EMAK VOTE YA ANAK ANAK KESAYANGAN EMAK, EMAK SAYANG BANGET SAMA KALIAN.🌹
🌹IGEH EMAK JUGA DIFOLLOW DI : @REDLILY123.🌹
🌹SELAMAT MEMBACA, EMAK SAYANG KALIAN.🌹
Kirana merasa ragu untuk pergi keluar bersama dengan Arjuna. Dia memang sudah memaafkan Arjuna mengingat bagaimana Kirana melihat manik tulusnya mengatakan semuanya, tapi dia belum benar-benar mau kembali secepat ini.
"Ran, kamu ngapain di dalam?" Tanya Arjuna dari luar kamar mandi.
"Sebentar," ucap Kirana dari dalam.
"Jadikan makan di luar? Atau kamu mau D.O aja?"
"Gak papa ayo keluar," ucap Kirana dari dalam. Dia membenarkan dahulu kerudungnya di sana, takut Arjuna kalap dan membuatnya sinting lagi. Setelahnya Kirana menghela napasnya dalam sebelum keluar dari kamar mandi, dia kaget mendapati Arjuna yang sudah ada di depan matanya. Wajahnya hampir saja bertabrakan dengan dada pria itu. "Munduran, Kak."
"Maaf," ucap Arjuna memundurkan langkah.
Sebenarnya dia ingin membawa Kirana pergi ke Jakarta lagi, tapi dia tidak ingin membuat Kirana tidak nyaman.
"Mau makan di mana?" Tanya Arjuna saat Kirana tengah mengunci pintu dari luar.
"Terserah."
"Kamu maunya makan apa? Biasanya yang hamil suka ngidamkan?"
"Enggak kok." Kirana menjawab, dia melihat Arjuna yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.
Dia termenung sejenak, pertama kalinya berada dalam mobil yang sama? Iya. Kirana mengingat masa lalunya yang begitu menyedihkan, tapi dia ingin memperbaikinya demi anaknya ini.
Kirana masuk ke dalam mobil, dia mencoba membuat dirinya sendiri nyaman. Masih ada kecanggungan ketika Arjuna tiba tiba berubah seperti ini, begitupun dengan Arjunanya sendiri. Pria itu terlihat kaku dan canggung pada dirinya.
"Di Mcd mau?"
"Boleh."
Sepanjang perjalanan, Kirana lebih banyak diam dan mengelus perutnya. Meyakinkan kalau ini adalah jalan yang benar untuknya.
"Jenis kelaminnya apa?"
"Hmm?"
"Bayinya."
"Belum keliatan."
"Besok periksa lagi yuk."
"Baru aja kemaren diperiksa, bulan depan aja lagi."
"Yaudah, kalau beli peralatan bayi mau?"
Kirana mengerutkan keningnya sejenak sebelum menggeleng. "Nanti aja kalau udah deket mau lahiran."
"Sekarang berapa bulan?"
"Mau bulan kelima."
"Ah… Bunda pasti seneng liat cucunya tumbuh baik."
Saat itulah Kirana teringat dengan mertuanya yang begitu baik padanya. "Bagaimana kabar Bunda, Kak?"
"Baik, Bunda nunggu kamu di Jakarta. Kapan mau ke sana?"
Kirana diam, dia masih bimbang akan hal ini. Dan Arjuna menyadari hal itu, yang mana membuatnya segera berkata, "Bunda nunggu kok kapanpun kamu siap ketemu sama semua orang di sana."
Perempuan itu melirik Arjuna diam-diam, menyenangkan juga melihat Arjuna gugup seperti ini. Seolah kegugupan Arjuna membuat Kirana ingin mengerjainya. "Aku ikut kakak aja."
"Gimana?"
"Terserah kakak mau kapan."
"Besok mau?"
Kirana mengangguk.
Yang mana membuat Arjuna tersenyum. "Makasih, Ran. Kamu mau apa? Ice cream? Lollipop?"
🌹🌹🌹🌹
Arjuna menawarkan segala macam untuk Kirana. Pria itu membawa istrinya ke mall, makan malam di sana dan pulangnya membawa begitu banyak susu kehamilan dan juga buah-buahan.
Awalnya Kirana menolak, makanan sebanyak ini pasti mubadzir. Kirana tidak ingin membuang-buang makanan. Namun Arjuna tetap membelinya, yang mana membuat Kirana bungkam saja di perjalanan pulang.
"Maaf, Ran. Kan ini buat kamu juga." Arjuna gugup, dia bingung harus bagaimana. Setiap tindakan dan perkataan yang dia katakan itu selalu saja dia pikirkan matang-matang dan ingin memberikan yang terbaik untuk Kirana. "Biar bayi kita sehat."
"Nanti gak kemakan itu buah-buahannya banyak banget," ucap Kirana dengan suara lembutnya.
Yang mana membuat Arjuna bingung. "Nanti saya yang habisin kok."
"Yaudah, asal jangan terbuang percuma," ucap Kirana turun lebih dulu ketika mobil berhenti di depan kontrakannya.
Saat turun, dia melihat ada ibu-ibu di warung yang melihat ke arahnya. "Dari mana, Neng?"
"Dari luar, Bu."
"Duhh.. suaminya ada toh, lebih ganteng aslinya ya daripada di buku nikah."
Kirana hanya tersenyum tipis. Membuat Arjuna bertanya, "Mereka bikin kamu gak nyaman?"
"Hmm? Enggak." Kirana masuk ke dalam lebih dulu.
Meninggalkan Arjuna yang menggaruk tengkuknya bingung di sana. Dia melihat Kirana yang melesat masuk ke kamar mandi, sepertinya berwudhu sebelum tidur. Mengingat mereka tadi keluar cukup lama, sekarang sudah pukul 9 malam.
Setelah Kirana keluar, giliran Arjuna mencuci kakinya. Dan saat dia kembali keluar, dia mendapati Kirana yang sudah berbaring miring sambil memijat pinggangnya sendiri.
"Kenapa, Ran? Sakit?"
"Pegel aja."
"Saya pijitin ya."
"Gak usah."
Bukan Arjuna namanya jika keras kepala, pria itu berbaring di belakang Kirana dan mulai mengusap punggung istrinya, memberi pijatan dengan pelan. "Ke dokter yuk."
"Gak papa, ini udah biasa kok."
Dari jarak sedekat ini, Arjuna bisa merasakan aroma rambut hitam Kirana yang tidak pernah berubah. Beraroma vanilla segar.
Dan saat napas Kirana mulai tenang, tangan Arjuna dengan lancangnya turun ke perut buncit sang istri yang membelakangi. Ada rasa menggelitik di hati Arjuna saat merasakan buah hatinya ada di dalam tubuh istrinya.
Lebih lancang lagi, tangan Arjuna kini mengusap kepala Kirana. Memegang ubun-ubun sang istri kemudian membaca doa, "Allahumma inni as'aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha 'alaihi. Wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha 'alaihi."
Setelahnya Arjuna menjatuhkan kecupan di sana, diikuti kalimat, "Maaf baru membacakannya sekarang."
🌹🌹🌹
TO BE CONTINUE