Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 27
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Musim dingin sebentar lagi datang. Musim yang paling ditunggu-tunggu kedatangannya bagi mereka yang menyukai benda putih dingin menetes dari langit. Namun, tidak bagi mereka yang tidak kuat dengan suhu ekstrem. Sama halnya dengan Rania, belum sempat musim itu hadir dirinya sudah menyiapkan keperluan, mulai dari pakaian, penghangat ruangan dan lain sebagainya.
Semalam hujan turun begitu lebat. Aroma khas selepas hujan menyeruak menendang indera penciuman. Senyum terukir indah di wajah cantik Rania. Ia telah berhasil menghidangkan makanan penggugah selera di meja makan dan tidak sabar melihat reaksi sang suami pagi ini.
"Assalamu'alaikum, selamat pagi Sayang."
Suara baritone menyentak lamunan. Lengan kokohnya melingkar di kepala berhijabnya seraya memberikan kecupan singkat pada sang istri.
Rona merah hadir mengiringi suka cita Rania kali ini.
"Wa'alaikumsalam, suamiku. Aku sudah siapkan sarapan untukmu. Kita makan, yah," ajaknya.
Anggukan semangat diberikan Jim-in lalu duduk di kursi kebesarannya.
Tangan mungil Rania dengan cekatan mengalaskan makanan tersebut untuk sang suami. Tidak lama berselang mereka pun makan dengan damai. Sesekali keduanya berceloteh menghidupkan suasana di meja. Tidak seperti hari-hari itu, kini yang ada di sana hanya mereka berdua. Sejak hubungannya dengan sang suami membaik pelayan yang biasa berdiri di kedua sisi pun turut menghilang. Rania tidak terlalu suka jika harus dijaga ketat seperti itu. Ia mengingkan privasinya sendiri.
Jim-in pun tidak keberatan. Baginya kenyamanan sang istri jauh lebih penting.
Kehangatan tercipta dari sepasang suami istri tersebut. Sesekali gelak tawa terdengar kala cerita keduanya mengundang kelucuan. Namun, kesenangan itu tidak berlangsung lama. Karea kedatangan dua wanita yang berbeda usia hadir tidak diundang.
Sang ibu dan tunangannya menghampiri dunia damai mereka.
Sontak hal itu membuat degup jantung Jim-in meningkat tajam. Bayangan semalam hinggap kembali ke dalam kepala bersurai hitam legamnya.
"Nyonya, Yuuna." Panggil Rania seraya beranjak dari duduk.
"Oppa, terima kasih untuk waktunya semalam. Aku tidak tahu bagaimana jadinya, kalau tidak ada Oppa menemaniku." Jelas Yuuna diiringi senyum menawan.
Rania yang mendengar itu melebarkan kedua mata. Bukankah semalam Jim-in menghabiskan waktu bersama rekan-rekan kerjanya? Ternyata pikiran itu hanya ada dalam bayangan saja. Faktanya sang suami tengah bersama sang tunangan.
Kini iris jelaga Rania menatap Jim-in menuntut penjelasan.
Park Gyeong yang melihat putranya tertunduk merasa terintimidasi oleh istrinya pun angkat bicara.
"Biar Eomma yang menjelaskan. Semalam suamimu, anak saya Park Jim-in menemani tunangannya. Wajar bukan jika Yuuna membutuhkan sosok tunangannya? Semalam kami dapat kabar jika tuan Kim Joon mengalami koma. Dan hari ini beliau akan dipulangkan ke Seoul dan mendapatkan perawatan di sini. Ahh, selama seminggu kamu tidak usah bekerja. Temani Yuuna, dia benar-benar membutuhkanmu."
Perkataan sang ibu mertua seketika mengalihkan perhatian, Rania sepenuhnya menatap ibu dari sang suami.
"Ma-maksud Nyonya? Tunggu, sepertinya ada yang tidak benar di sini. Tidak pantas seorang pria yang sudah bersuami menemani wanita lajang seperti Yuuna. Itu tidak bisa dibenarkan. Tuan tidak bisa bersama yang bukan mahramnya. Nyonya juga pasti mengerti hal itu, bukan?" tuntut Rania tidak setuju.
"Pokoknya anak saya harus menemani tunangannya. Yuuna bukan wanita lajang, dia sudah bertunangan dengan anak saya. Sekali lagi Eomma tegaskan jika kamu harus menemani Yuuna. Tidak ada penolakan!!" tegas dan jelas Sang Nyonya Besar tidak ingin dibantah.
"Tapi saya istrinya, Nyonya. Saya berhak tidak mengizinkan suami saya pergi," tegas Rania tidak mau kalah.
"Kamu hanya sebatas istri, tapi saya ibunya. Saya lebih berhak atas anak saya. Kamu tidak punya kekuasaan di sini. Ingat yah, kamu hanya pelayan yang saya angkat derajatnya. Harusnya kamu patuh dan tunduk dengan perkataan saya!!"
Kata-kata yang keluar dari mulut sang mertua seketika mengoyak, menyobek perasaan Rania begitu tajam. Setelah mengatakan itu Gyeong pun meninggalkan dua sejoli tersebut bersama Yuuna.
Ternyata bukan musim dingin yang datang lebih cepat, melainkan musim hujan. Cairan bening tumpah ruah membasahi pipi gemilnya. Rania tidak menyangka jika semalam sang suami tengah bersama seseorang yang tidak lain tunangannya sendiri. Ia pikir rumah tangganya bisa berjalan baik-baik saja tanpa ada penghalang apa pun.
Sayang seribu sayang, ombak besar tengah menerjang perahunya yang baru saja berlayar di lautan.
"Lebih baik sekarang kita pergi, Oppa." Ajak Yuuna menarik lengan Jim-in begitu saja.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun Rania pergi dari sana dengan beribu luka yang menghantam. Melihat itu Jim-in menghempaskan tangan Yuuna dan bergegas menyusul sang istri. Senyum kemenangan tercetak di wajah cantik itu.
"Aku tidak akan membairkan kamu memiliki oppa seutuhnya, Rania," bisiknya.
...🌦️🌦️🌦️...
Dalam kamar bernuansa hitam putih Rania kembali menangis. Ternyata memang benar nama Vasrha cocok bersanding dengan kehidupannya. Lagi-lagi hujan air mata harus datang di saat ia mengecap manisnya kebahagiaan.
Apa takdir baik tidak berpihak padanya? Sejak pernikahan terjadi Rania lebih banyak merasakan kepedihan daripada kebahagiaan.
"Sayang."
Panggil Jim-in pelan seraya berisungut di hadapan sang istri. Kedua tangannya menggenggam jari jemari Rania lembut.
"Maaf aku tidak jujur padamu semalam. Aku takut. Aku takut kamu menangis seperti ini. Aku juga takut kamu marah. Dan aku benci diriku sendiri. Tenggang rasa ini memudahkanku bersimpati pada orang lain dan itu Yuuna. Mianhae, jeongmal mianhaeo." Ungkapnya lalu menelungkupkan wajah bersalah di pangkuan Rania.
Sang istri tidak bergeming. Rasanya sulit untuk mengutarakan kata-kata yang tercekat di tenggorokan. Pantas saja jika semalam ia mencium parfum perempuan. Apa itu milik Yuuna? Apa mereka berpelukan? Sekelebat pikiran seperti itu mengusik pikirannya.
"Apa kamu berpelukan dengan dia?"
Pertanyaan dalam benak terlontar sudah.
Jim-in kembali mendongak melihat wajah berair sang istri. Ingin sekali ia menghapusnya, tapi dirinya takut melukai Rania lebih dalam.
"Mian."
Satu kata terucap menjawab semua ketakutan Rania. Jika benar, semalam sang suami bersama Yuuna dan mereka berpelukan memberikan kehangatan satu sama lain.
"Pergilah, Yunna membutuhkanmu."
Kata Rania dengan suara lembut.
Jim-in menggeleng seraya semakin mengeratkan pegangannya.
"Aku tidak mau! Jika aku pergi, aku semakin menyakitimu."
"Jika kamu tidak pergi sama saja kamu membantah perintah ibumu. Aku tidak ingin membuatmu menjadi anak durhaka yang membangkang orang tua."
Tutur Rania berusaha tegar.
"Aku tidak mau menyakitimu," ucap Jim-in lagi.
"Pergilah aku tidak akan tersakiti. Ini juga perintahku. Lakukan apa yang dikatakan ibumu."
Titah Rania sedikit memaksa lalu melepaskan pautan tangan mereka.
Air muka Jim-in berubah seketika. Kesedihan nampak di wajah tegasnya. Ia tidak percaya Rania menyuruhnya pergi bersama wanita lain. Namun, apa daya ia tidak punya kekusaan untuk membantah keinginan sang ibu.
"Mian, andai saja aku bisa menolak perintah eomma. Aku tidak punya kekuasaan untuk itu." Ujarnya lalu bangkit dan berdiri di hadapan Rania.
"Tidak apa-apa, aku mengeti. Pergilah, aku akan menunggu di sini sampai kamu kembali."
Jim-in mengangguk meskipun ia tahu Rania tidak akan melihatnya. Sebelum pergi ia memberikan kecupan singkat di puncak kepala sang istri. Setelah mendengar pintu kamarnya ditutup Rania menangis sejadi-jadinya. Ia sudah tidak bisa menahan kesakitan itu terlalu lama.
Jika boleh ia ingin pergi saja sekarang juga.
...🌦️KESABARAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘