Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.
Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.
Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Kebenaran
Setelah mendengar pengakuan dari Raka, Lara langsung mendekati kelompok Dion di tempat mereka biasa berkumpul sepulang sekolah. Dengan ekspresi serius, dia melaporkan apa yang baru saja dia ketahui.
“Aku tahu tujuan sebenarnya Raka mendekati Clara,” kata Lara tanpa basa-basi. Semua mata tertuju padanya, terutama Dion yang sejak awal tidak nyaman dengan kedekatan Clara dan Raka. "Dia cuma mendekati Clara karena dia anak orang paling kaya di kota ini."
Seluruh tim Dion terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Dion, yang duduk di sudut dengan wajah muram, mengerutkan kening. Reza, Fariz, dan Aldi saling bertukar pandang, bingung.
"Clara... anak orang paling kaya di kota ini?" Reza adalah yang pertama memecahkan keheningan. Dia tampak bingung. "Kok kita enggak tahu?"
Nisa, yang selama ini memang sudah curiga dengan Raka, menarik napas panjang. Dia menatap Dion sebelum memutuskan untuk bicara. “Clara memang nggak pernah cerita soal keluarganya. Dia nggak suka kalau orang tahu dia kaya raya. Itu sebabnya dia tinggal biasa-biasa aja di sekolah, dia nggak mau dikenal karena harta keluarganya.”
Fariz mengangguk sambil berpikir. “Jadi, makanya dia dekat sama kita tanpa ada embel-embel apa pun?”
Nisa mengangguk. “Ya. Clara nggak mau dilihat berbeda hanya karena uang.”
Dion yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. “Jadi, Raka selama ini cuma mau memanfaatkan Clara?”
"Ya," jawab Lara. "Dia nggak suka sama Clara. Dia cuma melihat Clara sebagai alat buat mencapai tujuannya. Itu yang dia bilang ke aku."
Mendengar itu, emosi Dion semakin memuncak. “Kita harus kasih tahu Clara sekarang juga!”
Aldi menyentuh bahu Dion, berusaha menenangkannya. “Tapi gimana caranya? Clara jelas percaya sama Raka. Kalau kita asal ngomong, dia bisa nggak percaya sama kita.”
Nisa mengangguk setuju. “Clara tipe orang yang nggak mudah percaya gosip. Apalagi kalau udah melibatkan Raka. Dia kelihatan makin dekat sama Raka akhir-akhir ini.”
Dion mengepalkan tangannya, hatinya semakin kacau. “Aku nggak bisa biarin Clara dimanfaatin kayak gini.”
Namun, sebelum ada yang bisa merencanakan langkah selanjutnya, bel pulang sekolah berbunyi. Mereka berpisah dengan perasaan yang campur aduk, terutama Dion, yang merasa semakin jauh dari Clara.
Beberapa hari kemudian, Dion mencoba mendekati Clara lagi. Setelah mencari waktu yang tepat, dia akhirnya menemui Clara saat pulang sekolah. Dengan perasaan yang berat, dia mencoba membuka pembicaraan.
"Clara, kita perlu bicara," ujar Dion, suaranya bergetar sedikit. Clara berhenti, menoleh dengan raut bingung.
“Ada apa, Dion?”
“Aku… aku nggak mau kamu dekat sama Raka,” katanya tanpa basa-basi.
Clara mengernyitkan dahi, jelas kaget dengan pernyataan Dion. “Kenapa kamu ngomong gitu? Raka nggak pernah melakukan sesuatu yang buruk. Dia baik sama aku.”
“Bukan itu masalahnya. Clara, kamu nggak tahu siapa Raka sebenarnya. Dia—"
Clara memotong, suaranya tegas. “Dion, aku tahu kamu nggak suka Raka. Tapi, aku juga punya hak buat memilih siapa yang aku dekatin. Kamu nggak bisa maksa aku buat jauhin dia.”
Dion menelan ludah. “Aku nggak maksud buat maksa kamu, tapi kamu harus tahu—”
“Aku udah cukup, Dion,” Clara memotong lagi, kali ini nadanya dingin. “Aku nggak ngerti kenapa kamu terus-terusan ngelakuin ini. Aku nggak mau diatur, dan aku nggak suka kamu sok tahu soal hidup aku.”
Clara berbalik dan pergi meninggalkan Dion yang berdiri diam, hatinya hancur berkeping-keping. Sekali lagi, dia ditolak oleh Clara, dan kali ini lebih menyakitkan dari sebelumnya.
Sepulang sekolah, nasib semakin mempermainkan Dion. Saat dia berjalan menuju gerbang sekolah, dari kejauhan dia melihat sesuatu yang membuat jantungnya berhenti sejenak. Di depan gedung sekolah, Raka dan Clara tampak terlibat dalam obrolan yang akrab. Namun, dalam satu momen yang tiba-tiba, Clara tersandung batu kecil di jalan, dan Raka dengan sigap menangkapnya sebelum dia jatuh.
Mata Dion menyipit saat melihat pemandangan itu. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang berpelukan. Clara tertawa kecil karena kecanggungan itu, sementara Raka tersenyum ramah.
Dion berdiri terpaku. Rasa sakit dalam hatinya semakin dalam, melihat orang yang dia cintai berada dalam pelukan pria lain. Tatapannya menjadi dingin, dan dia memutuskan untuk pergi tanpa melihat ke belakang.
Saat sampai di rumah, Dion tidak berkata apa pun. Ia langsung menuju kamarnya, menutup pintu, dan menghempaskan diri di atas tempat tidur.
Ibunya, yang kebetulan berada di ruang keluarga, melihat perilaku aneh putranya. “Kenapa Dion pulang nggak nyapa kita ya?”
Adiknya, yang biasa ceria, menatap ibunya dengan bingung. “Dion lagi sedih ya, Ma?”
Pak Arif, ayahnya, merasakan hal yang sama. “Tenang aja. Mungkin dia lagi capek. Nanti juga dia cerita sendiri. Kita beri dia waktu dulu.”
Meski demikian, kecemasan tetap menggelayuti keluarganya. Dion yang biasanya masih sempat tersenyum saat pulang kini hanya membawa aura dingin yang membuat semua orang bertanya-tanya apa yang terjadi. Namun, tak ada yang berani mengusiknya. Pak Arif hanya berharap, apa pun yang mengganggu Dion, anaknya itu akan mampu menghadapinya.
To be continued...