Balqis Azzahra Naura atau akrab di sapa Balqis, terpaksa menerima tawaran gila dari seorang pria beristri yang juga CEO di perusahaan tempat dia bekerja sebagai sekretaris. Faaris Zhafran Al-Ghifari, CEO yang diam-diam menyukai sekretaris nya sendiri, saat dia tau gadis itu butuh uang yang tak sedikit, dia memanfaatkan situasi dan membuat gadis itu tak bisa menolak tawaran nya. Tapi setelah melewati malam panas bersama, Faaris menjadi terobsesi dengan Balqis hingga membuat sekretaris nya merangkap juga menjadi pemuas nya. Tapi suatu hal yang tak terduga terjadi, Elma pergi untuk selamanya dan membuat Faaris menyesal karena telah menduakan cinta sang istri. tanpa dia tau kalau Elma dan Balqis memiliki sebuah rahasia yang membuat nya rela menjadi pemuas pria itu. Saat itu juga, Balqis selalu datang memberi semangat untuk Faaris, selalu ada saat pria itu terpuruk membuat Faaris perlahan mulai mencintai Balqis dengan tulus, bukan hanya sekedar nafsu semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rha Anatasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Balqis berjalan ke ruangan dokter Ilham , tapi ternyata dokter itu sedang pergi keluar untuk makan siang.
"Ahh nanti saja aku kesini lagi, sebaiknya aku kembali ke ruangan ibu saja." Gumam Balqis. Dia memilih berbalik arah dan masuk ke dalam ruangan rawat ibunya, dia batal bertemu dengan dokter Ilham .
Balqis kembali ke ruangan ibunya, dia duduk di samping ibu nya yang kembali tertidur mungkin pengaruh obat yang tadi dia minum. Tak terbayangkan bagaimana bahagia nya Balqis saat ini, ibu nya sudah sadar, hanya saja Faaris belum mau menemui nya, menghubungi atau semacamnya, mungkin dia sibuk bekerja. Sudah 4 harian ini juga Balqis tak ke kantor karena kondisi nya yang belum memungkinkan untuk bekerja, perut nya juga masih sedikit ngilu, namun tak sengilu kemarin. Apalagi kemarin perut nya malah terbentur dinding karena kecerobohan seorang anak kecil, sudah begitu dia pergi begitu saja bersama ibu nya, bahkan tak meminta maaf sedikitpun padanya.
Orang-orang memang terkadang menyebalkan, tapi mau bagaimana lagi. Sifat manusia tak semua nya sama, sulit kalau sifat manusia sama. apalagi sama nya dengan Faaris yang menyebalkan, mesum dan suka seenaknya.
Mengingat pria itu, membuat Balqis menghembuskan nafas nya. Entah kenapa dia merasa rindu pada pria itu, tapi untuk mengirim pesan lebih dulu pun dia malu, memang nya dia siapa nya Faaris? Jadi dia tak berhak kan?
Faaris baru saja mendarat dengan selamat, dia sangat antusias untuk segera pulang dan menemui Balqis, aahh maksudnya menemui Elma , istrinya. Faaris tersenyum manis saat membayangkan akan seperti apa ekspresi kedua perempuan itu, Balqis dengan Elma . Yang satu berstatus istri nya dan yang satu lagi masih calon.
"Balqis, aku pulang. Setelah ini kita harus bicara," Gumam Faaris, dia segera naik mobil yang sudah menunggu nya di pintu keluar bandara, siapa lagi kalau bukan supir nya yang begitu setia, Pak Agus .
"Selamat sore Tuan."
"Sore Pak, kita langsung pulang." Ucap Faaris, dengan gaya datar nya seperti biasa.
"Baik Tuan, apa tak menengok dulu Nona Balqis?" Tawar Pak Amir.
"Apa dia masih di rumah sakit?" Tanya Faaris.
"Tidak Tuan, kemarin dia sudah keluar hanya saja saya yakin Nona masih belum sembuh total."
"Ya aku tau, tapi kita pulang saja dulu. Aku merindukan Elma , setelah nya aku ingin menemui Balqis, meluruskan kesalah pahaman yang terjadi di antara kami berdua." Jawab Faaris.
"Baik tuan, saya mengerti." Pak Agus mengemudikan mobil nya dengan kecepatan sedang, cuaca sore hari ini cukup sejuk, seperti nya sebentar lagi akan turun hujan lebat. Terlihat dari awan gelap yang menggantung di langit, menyambut kepulangan Faaris.
Tiba-tiba saja hati nya terasa berdebar tak karuan, entah akan ada hal buruk apa yang terjadi, semoga saja tidak menimpa dirinya, istri dan juga Balqis.
"Kenapa hati ku rasanya sesak? Ada apa ini, kenapa rasanya aku ingin menangis?" Gumam Faaris, pria itu memegang dada nya.
"Anda baik-baik saja tuan?"
"I-iya, aku baik memang nya kenapa?"
"Wajah anda pucat, juga berkeringat Tuan. Apa anda sakit?" Tanya Pak Agus dengan nada khawatir.
"Aku baik-baik saja, fokus saja kemudikan mobil nya. Aku ingin cepat sampai ke rumah dan beristirahat dulu." Pak Agus hanya menganggukan kepala nya, meski dia merasa khawatir melihat keadaan bos nya di belakang, dia yakin Danish merasakan sesuatu, tapi entah apa itu.
Di rumah sakit, Balqis di landa kepanikan. Pasalnya ibu nya yang tadi baik-baik saja, tiba-tiba drop dan membuat nya tak sadarkan diri lagi. Perempuan itu menangis dalam diam, hati nya di landa ketakutan yang besar. Bahu nya berguncang seiring isakkan nya yang semakin lama semakin keras. Dia benar-benar sendiri, menunduk dalam dengan tangan menutup wajah nya yang di banjiri air mata.
"Tuan Faaris, apa anda masih marah? Hingga tak menemui ku, aku rasa aku butuh bahu mu untuk bersandar saat ini."
Gumam Balqis di sela tangis nya.
Tak lama, pintu ruangan itu terbuka. Dokter Ilham keluar dengan kening yang di penuhi keringat, dia menatap punggung Balqis yang bergetar saat ini. Dia berjalan mendekat dan menepuk bahu Balqis.
"Dokter, bagaimana keadaan ibu saya?" Tanya Balqis lirih.
"Maaf Balqis, kita terlambat. Ibu mu sudah meninggal, denyut nadi nya hilang." Jawab dokter Ilham tak kalah lirih nya. Balqis mendongak, kedua mata nya membulat tapi tak lama dia limbung dan tak sadarkan diri. Beruntung nya dokter Ilham gerak cepat menangkap tubuh Balqis, lalu membawa nya ke ruangan lain untuk di tangani.
Dokter Ilham menatap wajah Balqis dengan sendu, hati nya juga ikut merasa sakit karena beberapa bulan ini dia yang menangani ibu nya Balqis.
Sejauh itu juga dia merasa dekat dengan Balqis, tapi memang dia akui perasaan nya pada Balqis bukan sekedar pada putri dari pasien nya tapi lebih ingin memiliki.
Dokter Ilham membaringkan tubuh lemas Balqis di brankar rumah sakit, lalu memberi nya minyak kayu putih di hidung nya, tapi percuma saja. Karena Balqis masih belum sadarkan diri juga, rasa sakit atas kehilangan satu-satunya orang paling berharga membuat Balqis tak bisa bangun secepat itu.
Balqis berdiri di sebuah ruangan yang sangat terang, ruangan serba putih. Balqis kebingungan, dimana dia saat ini? Tempat yang begitu asing dengan semilir angin yang menyejukkan, menerbangkan sedikit rambut nya ke belakang.
"Ibu, ibu disini?" Tanya Balqis dengan pelan, saat ada sekelebat bayangan yang mendekat ke arah nya. Tapi nihil, tak ada jawaban, hanya keheningan yang menemani nya.
"Tempat ini begitu menenangkan, tapi ini dimana ini?" Gumam Balqis lagi, dia tersenyum saat melihat kursi dengan taman bunga yang di penuhi banyak jenis bunga dan kupu-kupu yang berterbangan bebas.
"Indah sekali tempat ini, tapi semua bunga nya berwarna putih. Kupu-kupu nya juga, semua nya warna putih, tak ada warna lain disini."
"Balqis..." Panggil seseorang dari belakang, suara nya tak asing membuat Balqis menoleh. Dia tersenyum saat melihat ibu nya berjalan mendekat, tapi kaki nya tak menginjak tanah, mengambang. Sekilas terlihat seperti tertiup angin, beliau juga memakai pakaian serba putih, raut wajah nya terlihat tenang.
"Ibu disini?"
"Iya Nak, ibu kesini untuk minta maaf padamu. Ibu tak bisa membahagiakan mu seperti orang tua lain, ibu menyesal karena terlalu terlambat saat ini." Ucap nya dengan senyum yang nampak berbeda, membuat Balqis merinding..
"Apa yang ibu katakan? Kenapa selalu minta maaf pada Balqis? Ibu tak bersalah apapun pada Balqis, yang Balqis lakukan hanya kewajiban Balqis sebagai seorang anak pada orang tua nya." Jawab Balqis, dia ingin menggenggam tangan ibu nya, tapi dengan cepat ibu nya beringsut mundur.
"Pergilah Nak, dunia kita sudah berbeda. Ibu hanya ingin menyampaikan kalau Ibu sangat menyayangimu, maaf Ibu harus pergi, meninggalkan mu sendirian. Berjanjilah kamu harus hidup dengan baik meski tanpa Ibu."
"Ibu, jangan pergi. Jangan tinggalin Balqis sendirian Bu, Balqis takut hidup tanpa Ibu." Ucap Balqis, perlahan ibu nya mulai menjauh terbawa angin.
"Ibu akan melihat mu dari alam lain, kamu harus hidup dengan baik. Pergilah, ada pria yang menunggu mu dengan khawatir. Pria yang akan menjaga mu Nak, Ibu pamit. Kuatlah, kamu harus tegar menghadapi semua ini, jangan menangis agar ibu tenang di tempat peristirahatan ibu."
"Kamu anak yang ibu banggakan, berbahagialah Nak." Ucap nya lalu hilang seolah terbang terbawa angin, Balqis berteriak memanggil Ibunya, tapi tak ada jawaban hanya gemuruh angin yang datang dan menerbangkan bunga-bunga putih itu, membuat Balqis menutup wajah nya, menjerit memanggil ibu nya.
"Balqis, ibu yakin kamu anak yang baik, kamu pantas bahagia." Sayup-sayup terdengar suara ibu nya, tapi suara itu perlahan menghilang dibawa angin.
"Ibuu..." Balqis bangun dari tidur nya, dia mengusap wajah nya yang berkeringat.
"Kamu sudah bangun, sayang?" Tanya seorang pria dengan nada khawatir nya, membuat Balqis melirik sekilas ke arahnya. Pria yang dia harapkan kehadiran nya kini berdiri tegak di depan nya.
"Sayang, kamu baik-baik saja kan?" Faaris meraih tubuh Balqis kedalam pelukan nya, menyandarkan wajah perempuan itu di perut nya. Faaris juga mengusap lembut pucuk kepala Balqis, apalagi setelah melihat Balqis yang terlihat linglung dan hanya diam dengan tatapan lurus ke depan.
"Kenapa anda disini, Tuan?"
"Aku mengkhawatirkan keadaan mu sayang, aku yakin kamu membutuhkan bahu ku untuk bersandar." Jawab Faaris, mendengar jawaban pria itu membuat Balqis menunduk, sedari tadi menahan tangis nya agar tak meledak dia tak mau terlihat lemah di hadapan pria itu, tapi kali ini dia tak kuasa lagi membendung nya, air mata nya luruh perlahan membasahi pipi mulus nya.
"Terimakasih sudah datang di waktu yang tepat." Ucap Balqis lirih, membuat Faaris tersenyum. Dia mengangkat dagu Balqis, membuat wajah cantik Balqis mendongak menatap wajah tampan nya, pria itu tersenyum lalu menggeleng perlahan.
"Ingin menangis? Menangislah sayang, menangis di pelukan ku." Faaris merentangkan tangan nya, membuat balqis menghambur memeluk Faaris dan menangis sejadinya. Faaris ikut terbawa suasana, dia sudah hampir berkaca-kaca tapi tidak, dia harus kuat untuk menenangkan perempuan itu. Kalau dia lemah, bagaimana dengan Balqis? Itu yang ada dalam pikiran nya saat ini.
Balqis menangis pilu dalam dekapan hangat Faaris, perempuan itu tergugu, membuat Faaris tak tega, dia mengeratkan pelukannya pada kepala Balqis.
Membiarkan perempuan itu menangis dalam pelukan nya, sampai dia merasa tenang. Kehilangan memang suatu hal yang paling menyakitkan, apalagi kehilangan sosok ibu.
Setelah cukup lama, Balqis menghentikan tangis nya tapi dia masih tergugu. Faaris membingkai wajah Balqis dan mengusap air mata nya dengan jemari nya.
"Sudah merasa lebih baik, sayang?" Balqis mengangguk perlahan.
"Baiklah, kamu sudah kuat kan? Mari kita urus pemakaman ibu mu, dia tak bisa lama-lama disini."
"T-tapi tuan.."
"Kamu harus ikhlas sayang, kehilangan memang menyakitkan. Tapi ini sudah takdir sebuah hidup, dimana ada kehidupan disitu ada kematian. Kita tak bisa menghindari nya, sayang. Itu satu hal yang mutlak, tak bisa kita ubah." Jelas Faaris, dia mengusap lembut wajah Balqis.
"Baik tuan, tapi saya tak yakin akan kuat melihat semua ini."
"Ada aku di sampingmu, aku selalu ada kapanpun saat kamu butuhkan." Jawab Faaris.
"T-uan berjanji?"
"Ya, aku berjanji Balqis ku."
Jawab Faaris, dia menyunggingkan senyum manis nya lalu mengecup kening nya mesra.
"Mari, kita urus semua nya, kasian ibu mu."
"Tapi aku belum menyiapkan apapun Tuan, bahkan aku belum mengabari orang-orang terdekat untuk menyiapkan tempat peristirahatan ibu yang terakhir." Dia memang belum melakukan apapun, kemarin setelah mendengar berita kepergian ibu nya dia langsung tak sadarkan diri.
"Aku sudah menyiapkan nya, aku juga sudah mengabari kerabat dan tetangga mu tentang kepergian ibumu sayang, tak perlu khawatir."
Degg..
Jantung Balqis terasa ngilu, bagaimana bisa dia baru sadar dari tadi Faaris memanggil nya dengan panggilan sayang?
"Jangan bengong sayang, ayo cepat kita antar ibu mu ke tempat peristirahatan nya yang terakhir." Ajak Faaris, tangan nya terulur mengajak Balqis pergi. Tanpa ragu, perempuan itu menerima uluran tangan Faaris dan berjalan bersisian dengan pria itu.
"Ibumu sudah naik ambulance, aku juga sudah mengurus nya sesuai protokol, juga membeli peti nya."
"Sejauh itu?" Tanya Balqis, dia melirik Faaris sekilas dan setelah melihat pria itu mengangguk, Balqis semakin merasa bersalah karena sudah merepotkan pria yang notabene nya bukan siapa-siapa.
Faaris menarik Balqis ke dalam mobil nya, di dalam sudah ada pak Agus yang sedari tadi menanti kedatangan mereka.
"Saya turut berduka cita, Nona." Ucap Pak Agus .
"Ya, terimakasih pak." Jawab Balqis pelan, meski masih merasa tak terima dengan apa yang terjadi, tapi mau bagaimana lagi? Benar kata Faaris tadi, semua sudah takdir dan siklus kehidupan yang takkan bisa berubah meskipun kita menginginkan nya, kematian tetap menjadi hal yang pasti.
Faaris merangkul bahu Balqis, juga meggenggam tangan perempuan itu yang terasa dingin dan berkeringat.
"Kamu harus kuat, kamu tak mau ibu mu tak tenang disana kan?" Balqis refleks menggelengkan kepala nya.
"Kalau begitu, kamu harus kuat ya. Nanti ibumu sedih kalau melihat mu terus menangisi kepergian nya."
"Apa saya bisa, Tuan?" Tanya Balqis, dia ragu apa dia bisa menyaksikan ibu nya di masukan ke dalam liang lahat tanpa menangis?
"Kalau tak bisa, minimal kamu harus bisa mengontrol diri agar tetap sadar." Jawab Faaris, dia menyandarkan kepala Balqis ke dada nya. Balqis memejamkan mata nya, nyatanya pelukan Faaris begitu menenangkan dan nyaman.
Singkat nya, iring-iringan mobil itu sampai di pemakaman daerah Balqis. Perempuan itu turun dan langsung di sambut oleh ibu-ibu tetangga nya. Mereka menangis pilu, membantu mengangkat peti dari ambulan, tak terkecuali Faaris. Dia bahkan ikut turun ke bawah untuk memastikan ukuran peti nya pas, membuat Balqis limbung. Tapi dengan cepat dia mengingat kata-kata Faaris, dia harus kuat, minimal bisa mengontrol diri agar tetap sadar.
"I-ibu.." Lirih Balqis saat melihat peti berisi jenazah ibu nya mulai di turunkan, Balqis tak kuasa menahan tangis nya. Beruntung saja Faaris datang dengan cepat dan memeluk Balqis, agar sedikit tenang.
"Kendalikan dirimu sayang.." Tapi semua tak dapat di atur, tiba-tiba saja tubuh Balqis lemas dan jatuh, perempuan itu tak sadarkan diri.
Faaris memeluk Balqis dengan erat, sekuat apapun manusia jika di hadapkan dengan hal semenyakitkan ini siapa yang sanggup? Termasuk Balqis. Dia tak sanggup melihat ibu nya di timbun tanah, akhirnya dia pingsan meskipun dia tahan tapi tetap saja tak bisa!
"Balqis, sayang.. Bangunlah.." Ucap Faaris menepuk pelan pipi balqis, tapi perempuan itu masih belum sadarkan diri juga. Bertepatan dengan itu juga, hujan rintik-rintik mulai turun.
"Tuan, sebaiknya bawa Balqis pulang. Nanti kan bisa kembali setelah selesai, kalau begini terus kasian Balqis nya."
"Baik Bu, terimakasih. Tolong di urus sampai selesai ya Bu."
"Tentu saja, Ibu Fatma adalah keluarga kami juga." Jawab nya, padahal mereka hanya bertetanggaan tanpa memiliki hubungan darah atau saudara, tapi karena Ibu Fatma orang baik, membuat mereka menganggap ibu Fatma seperti keluarga.
Faaris membawa Balqis pulang dengan menggendong nya ala bridal style, tubuh wanita itu terasa lebih ringan di bandingkan terakhir kali dia menggendong nya. Pasti dia banyak pikiran yang membuat nafsu makan nya turun dan berbuntut dengan turun nya berat badan.
****