Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
"Kau mau apa?" tanya Ariana pada Athariq. Ariana kebingungan sendiri, kenapa ia sering sekali dipertemukan dengan laki-laki itu. Dan pertemuan mereka selalu diawali dengan kata tabrakan.
Kini Ariana dan Athariq sudah berada di ruang kerja Ariana. Kebetulan letak ruangan Ariana memang tidak jauh dari lift tempat ia keluar tadi. Jadi Athariq pun berinisiatif membantu memapah Ariana ke ruangannya sebab kakinya yang terkilir.
Kini Athariq berjongkok di hadapan Ariana yang duduk di kursi. Ariana sontak saja menarik kakinya kebingungan dengan apa yang ingin laki-laki itu lakukan.
"Aku hanya ingin memeriksa kakimu," ujar Athariq.
"Untuk apa?" tanya Ariana polos.
Athariq berdecak, "kakimu itu kemungkinan terkilir. Aku ingin memeriksanya."
"Tidak usah. Tidak perlu. Memangnya kau seorang dokter," tolaknya.
"Ya, aku memang bukan seorang dokter, tapi kau tenang saja, aku tidak akan membuat kakimu patah apalagi lumpuh," jawab Athariq datar membuat Ariana melongo karena ekspresi laki-laki itu sejak dulu hingga sekarang tak pernah berubah. Selalu datar dengan sorot mata tajam.
"Tapi ekspresimu itu justru membuatku takut," jawab Ariana membuat Athariq tersenyum tipis.
"Memangnya kenapa dengan ekspresiku?" tanya Athariq acuh tak acuh. Ia terus mengajak Ariana berbicara sambil melepaskan sepatu Ariana. Ia memperhatikan kaki Ariana yang memang sedikit memar.
"Ti-tidak ada. Hanya ... Aaargh ... " pekik Ariana terkejut saat Athariq merenggangkan pergelangan kaki Ariana. "Kau ... " Ariana hendak marah karena Athariq membuat ia memekik kesakitan. Tapi saat Ariana menggerakkan kakinya, ia tidak lagi merasakan kesakitan. "Lho ... ternyata Abang beneran bisa menyembuhkan kakiku toh. Wah, makasih banyak ya, Bang! Nggak nyangka, Abang punya skill sebagai tukang urut," ujar Ariana cekikikan.
Athariq berdiri lalu menyentil dahi Ariana membuat perempuan itu mendelik.
"Abang, sakit!" seru Ariana yang justru terdengar manja di telinga Athariq. "By the way, makasih ya, Bang. Nggak tau deh kalo kaki aku masih sakit. Pasti susah mau ke sana ke mari."
Athariq mengangguk. "Ya, sudah, aku pergi dulu ya."
"Abang ke sini mau ngapain?"
Athariq melirik jam di pergelangan tangannya. "Aku mau bertemu Pak Harjanto."
"Kepala instalasi farmasi? Mau ngapain?"
"Kami akan membahas perpanjangan kontrak kerja sama. Kalau begitu, saya pamit dulu ya! Lain kali, lebih hati-hati." Athariq berujar lembut dengan senyuman yang sangat tipis. Amat sangat tipis. Bila dilihat sepintas saja pasti takkan ada yang menyadari kalau ia tersenyum. Namun karena Ariana berhadapan dengan jarak yang tidak begitu jauh, Ariana jadi bisa melihat dengan jelas senyuman itu.
"Astaga, senyumannya kok manis banget sih!" puji Ariana saat Athariq sudah keluar dari ruangannya. "Astaghfirullah, aku ngomong apa sih! Ana, ingat, kamu itu belum resmi bercerai dengan Mas Danang. Dilarang muji laki-laki lain, dosa," ucapnya memperingatkan dirinya sendiri.
Ariana pun segera mengenakan sepatunya lagi untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
Sementara itu, Athariq kini sudah berada di depan ruang kerja dokter Harjanto, kepala instalasi farmasi di rumah sakit itu.
Dokter Harjanto menyambut Athariq dengan ramah. Memang dokter Harjanto sendiri yang ingin pertemuan mereka dilakukan di ruang kerjanya. Ia ditemani sang asisten dan staf instalasi farmasi lainnya.
Pembahasan kerja sama berlangsung dengan baik dan lancar. Sebelum Athariq sempat berpamitan, tiba-tiba pintu ruang kerja dokter Harjanto terbuka hingga menampakkan seorang gadis cantik dengan sneli membalut tubuhnya.
"Papa ... Ah, maaf, saya tidak tahu kalau sedang ada tamu. Kalau begitu, saya ... "
"Ricka, kemari!" panggil dokter Harjanto pada perempuan yang bernama dokter Ricka tersebut. Dokter Ricka sebenarnya adalah putri dari dokter Harjanto.
"Iya, Pa." Dokter Ricka pun mendekat. Saat berjalan ke arah sang ayah, dokter Ricka melirik ke arah Athariq.
Dokter Harjanto tersenyum, lalu ia memperkenalkan dokter Ricka dengan Athariq. Athariq menyambut tangan yang terulur padanya.
"Kamu nggak kenal aku, Riq?" tanya dokter Ricka.
Athariq menatap datar dokter Ricka lalu menggeleng. Ia memang tidak mengingat siapa perempuan di hadapannya itu.
"Astaga, ternyata hanya aku yang ingat! Aku dari awal liat kamu tadi langsung ngeh kalau itu kamu, Riq. Aku Ricka. Kita pernah sekelas saat SMA kelas XI. Saat itu kamu menjabat sebagai ketua kelas sekaligus ketua OSIS, sementara aku jadi sekretaris OSIS. Kamu ingat?"
"Maaf, saya lupa. Kalau begitu, saya permisi dulu." Athariq mengangguk memberi hormat pada dokter Harjanto kemudian segera berlalu dari hadapan kedua orang itu. Sementara staf yang lain sudah lebih dulu undur diri.
"Astaga, tuh cowok dari dulu nggak pernah berubah ya! Selalu aja pasang wajah datar kayak gitu." Dokter Ricka berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Namun sudut bibirnya sedikit terangkat.
...***...
Seperti rencananya, sore ini Ariana akan pulang ke rumah Danang untuk mengambil beberapa barang-barangnya dari sana. Khusus hari itu Ariana memang pulang lebih awal. Oleh sebab itu ia bisa pulang ke sana dengan bebas tanpa khawatir bertemu dengan Danang.
Ariana bukannya takut bertemu dengan Danang. Ia hanya ingin melindungi hatinya yang bisa saja tiba-tiba melemah saat melihat laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya itu.
Sebenarnya, ia pun salah. Tidak seharusnya ia keluar dari rumah itu dengan cara seperti ini. Apalagi statusnya masih sebagai seorang istri. Namun sekali lagi, ia mesti melindungi hatinya. Ia tak ingin terbujuk rayu Danang yang sepertinya kekeh tidak ingin bercerai.
Bercerai memang dilarang dalam Islam. Namun bukan berarti berdosa bila dilakukan. Bila memang situasi sudah tak lagi memungkinkan, kita diizinkan untuk bercerai.
Kata orang, seorang wanita yang ikhlas menerima wanita lain sebagai madunya, maka surga sebagai jaminannya. Tapi Ariana bukankah banyak jalan lain menuju surganya Allah. Untuk apa memaksakan diri menerima poligami bila hati sendiri tidak ikhlas. Oleh sebab itu, Ariana memilih melepaskan.
"Bu Ana," seru bibik yang bekerja di rumah Danang saat melihat keberadaan Ariana yang sudah berdiri di depan pintu yang barusan ia buka. Memang memiliki kunci rumah tersebut, tapi ia ingin membiasakan diri kalau tak lama lagi ia akan benar-benar meninggalkan rumah itu.
"Bik, apa kabar?"
"Kabar bibik, baik, Bu. Eh ibu apa kabar? Kok nggak pulang-pulang? Pak Danang sering galau lho semenjak ibu nggak ada di rumah. Kangen banget kayaknya." Bibik tertawa cekikikan. Ia tidak tahu prahara keluarga itu. Ariana sedikit terkejut, namun itu hanya sebentar. Ia tidak begitu yakin dengan apa yang bibik katakan.
"Kabarku baik kok, Bik. Saya masuk dulu ya, Bi."
"Ya."
Ariana pun bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ia hendak membereskan barang-barangnya secepat mungkin.
Setelah semua barangnya sudah ia masukkan ke dalam tas dan koper, Ariana pun gegas membawa keluar barang-barangnya. Si bibik sampai mengernyit kebingungan.
"Bu Ana mau pergi?" Ariana tidak menjawab. Ia hanya tersenyum saja.
Lalu Ariana kembali ke kamar untuk membawa sisa barangnya. Saat memasukkan barang yang terakhir, tiba-tiba sebuah motor berhenti di depan pagar rumah. Ariana tidak begitu mengindahkan sebab ia pikir itu mungkin tetangganya sebab Danang selalu menggunakan mobil.
Namun tiba-tiba sebuah tangan menarik pergelangan tangan kanannya membuat Ariana reflek membalikkan badan. Ariana terbelalak saat melihat keberadaan Danang yang sudah berdiri di hadapannya.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...