"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wajar
"Bau bawang, mungkin saja dapat mempesona Binara Mahendra yang tidak tersentuh. Ingat! Istri orang lebih menantang. Tidak mendapatkan perawanmu, kutunggu jandamu!" Celetuk manager bagian keuangan. Pemuda bernama Esa yang tertawa kecil. Mengetahui sesuatu, tapi tetap saja mulutnya harus tertutup rapat.
Setidaknya Esa pernah mengetahui bagaimana CEO perusahaan menegur Bintara Mahendra karena melakukan nepotisme. Bentakan sang CEO pada tangan kanannya (Bima). Masih terngiang dalam otak Esa. Gila! Ternyata Bima melakukan hal tercela, hanya agar mantannya dapat hidup bahagia.
"Sungguh imajinasi yang terlalu menarik. Aku lebih percaya pak Bima ingin mencuri Soraya dariku." Ucap Heru dengan mulut penuh, menikmati makanan yang hanya berupa kentang, hati balado, dan cah kangkung.
"Terserah kamu, tapi..." Esa menggantung kata-katanya sejenak seperti enggan untuk berucap. Menghela napas."Apa kamu mencintai istrimu? Bagaimana jika suatu hari nanti perselingkuhanmu ketahuan?"
Dengan entengnya Heru menjawab."Tinggal diceraikan. Lagipula apa kelebihan Dira dibandingkan dengan Soraya? Dira hanya lulusan SMA, sedangkan Soraya sarjana. Penghasilan Soraya lebih besar, Soraya juga lebih cantik, lebih pintar melayani pria. Dulu Dira memang pantas bersanding denganku, tapi sekarang tidak lagi. Kami tidak sederajat."
"Kalimatmu benar-benar keterlaluan." Esa mengangkat salah satu alisnya.
"Aku menikah karena perjodohan. Jadi itu wajar-wajar saja, mana ada rasa cinta." Geram Heru.
"Kalau begitu, boleh kamu menceraikan istrimu sekarang? Karena akan ada banyak pria yang antri mendekatinya." Esa tersenyum, menunggu reaksi Heru.
"Tidak akan ada yang mau, paling juga hanya penjual bakso depan perumahan yang menyukainya."Celetuk Heru, kembali makan dengan tenang.
Tapi memang benar, apa bagusnya Dira yang bau bawang. Jika dibandingkan dengan Soraya yang cantik, mewangi sepanjang hari.
***
"Jika aku lulus nanti, kemudian dapat bekerja dan mengumpulkan uang untukmu. Kamu ingin apa?" Tanya Bima, ketika masih muda. Menatap matahari terbenam, membelai rambut Dira.
"Aku ingin mesin jahit." Itulah jawaban dari sang kekasih. Hal yang membuat Bima tertawa kecil.
"Mesin jahit?" Tanya Bima.
Dira mengangguk."Aku pintar menjahit. Nanti aku akan menerima banyak orderan. Hingga dapat menabung untuk kita. Agar, ayah dan ibu tidak mengeluh lagi..."
"Maaf...aku akan berusaha membahagiakanmu, bagaimana pun caranya..."
Sebuah perkataan bagaikan janji saat itu diucapkan oleh Binara Mahendra. Kekasih yang begitu baik, mendukung Bima kala senang atau pun susah. Begitulah Dira yang dulu. Dapat dikatakan, jika bukan karena Dira, Bima tidak akan dapat lulus kuliah tepat waktu.
Bingung harus bagaimana, membantu Dira tanpa merusak rumah tangganya? Itulah tujuan Bima. Menghela napas, tangannya masih memegang setir, benar-benar ragu.
Pada akhirnya dirinya memutuskan untuk turun dari mobil. Meminta ijin pulang lebih awal dilakukan oleh Bima pada CEO, sebagai gantinya, Bima harus lembur malam ini.
Seharusnya ini jam pulang kerja bukan? Sebuah keputusan yang aneh. Menunggu cukup lama di depan konveksi, hingga sosok itu terlihat.
"Bau bawang!" Panggilnya melambaikan tangan pada Dira.
Hal yang seketika membuat Dira membulatkan matanya. Mau apa sang mantan menemuinya.
"Dira dia siapa?" Tanya Tita, teman kerja Dira.
"Di...dia orang gila." Jawab Dira menelan ludah.
Tapi bagi Tita, sudah pasti ada udang di balik rempeyek, mana ada orang gila, ganteng, naik mobil berjas seperti ini. Apa ini selingkuhannya Dira? Astaga! Dira tidak puas dengan suami seorang manager berpenghasilan tinggi?
"Dira! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Ucap Bima tersenyum kini berada di hadapan Dira.
"Apa!? Pasti mulut setanmu, ingin mengucapkan kata-kata sepanas api neraka lagi!" Teriak Dira, murka.
"Tidak! Walaupun badanmu bau bawang, kulit wajahmu seperti kawah bulan, tubuhmu kurus seperti lidi---" Kalimat Bima disela.
"Bima! Mau aku mencakarmu! Tidak! Aku akan membunuhmu!" Geram Dira mengepalkan tangannya.
Tita mengangkat salah satu alisnya. Bukan aura kemesraan tapi aura permusuhan tingkat tinggi? Jadi pria keren, ganteng ini bukan selingkuhan Dira?
"Kamu ingin membunuhku? Padahal dulu kamu berjanji sehidup semati denganku. Jika membunuhku, itu artinya kamu akan ikut mati." Bima tersenyum menahan tawanya.
"Idih! Ogah mati denganmu! Sana! Jauh-jauh!" Dira bergeser menghindar bagaikan Bima adalah virus menular.
Mata Bima menelisik kembali mengamati."Berapa gajimu di pabrik konveksi ini? Apa kamu terikat kontrak?" Tanya Bima.
"Kenapa tanya-tanya!?" Dira mengangkat salah satu alisnya.
"Kamu kan tau, aku sekarang orang kaya 8 tanjakan 9 tikungan. Sebenarnya aku ingin membuka usaha konveksi kecil, untuk tambahan. Tapi kamu tau kan, orang kaya sepertiku, harus menikmati hidup dan menghabiskan uang." Ucap Bima, tersenyum tengil.
"Lalu?" Tanya Dira tidak mengerti.
"Aku ingin mendirikan usaha konveksi. Dengan puluhan mesin jahit, obras dan bordir sebagai modal awal. Masalah pemasaran aku sudah memikirkannya. Tapi hanya satu kendala." Bima terlihat ragu berucap.
"Aku tidak memiliki orang untuk mengelolanya. Tidak ada yang dapat aku percayai. Kebetulan saat lewat kemarin aku bertemu dengan mantan berbau bawang. Aku ingat, betapa miskin dan dekoratif baju mantanku yang telah luntur dan ditambal. Karena itu, aku menawarkan kesempatan ini padamu." Kalimat dari Bima mengeluarkan dokumen dari dalam tas yang dibawa olehnya.
Dira meraihnya, sedikit curiga."Ini bukan trikmu untuk mengerjai ku kan?"
Bima menggeleng."Apa yang dapat aku tipu darimu? Dari atas sampai bawah saja terlihat seperti bawang goreng."
"Kalau aku bawang goreng, berarti kamu terasi." Dira mengomel tapi tetap mencari tempat untuk duduk membaca kelengkapan dokumen.
Sedangkan Bima mengamatinya baik-baik. Bertahun-tahun tidak bertemu. Dira semakin kurus saja, kulitnya juga tidak terawat. Apa Dira benar-benar mencintai Heru hingga bertahan dengannya? Ada banyak hal dalam benak Bima.
"Mana ada terasi yang sesempurna aku..." Pemuda yang memiliki kepribadiannya tengil, hanya dapat membuat Dira menghela napas.
Keuntungan yang tinggi membuatnya tertarik. Setengah dari keuntungan akan menjadi miliknya. Ada banyak hal yang ada dalam fikiran Dira... mungkin hanya putranya.
Pino dapat tersenyum membawa mainan seperti anak-anak lainnya. Menghela napas kasar, matanya menatap tajam, pada mantan pacarnya ini.
"Ini bukan penipuan?" Tanya Dira.
"Tentu saja bukan! Aku hanya menaruh simpati pada orang miskin." Jawab Bima.
"Aku hanya peduli, bagaimana kamu menjalani hidup. Apa kamu tersenyum atau menangis. Karena dulu kamu peduli, sudah banyak berkorban untukku." Mungkin itulah kata yang tidak dapat diucapkan Binara Mahendra.
Dira menunduk sejenak. Kemudian mengangguk."Aku tertarik, tapi setelah melihat tempat konveksi yang harus dikelola."
"Te... tentu saja. Aku akan senang..." Bima tersenyum gugup. Partner bisnis? Mungkin itu lebih baik. Memastikan Dira mendapatkan kehidupan layak, tanpa banyak ikut campur dalam urusan keluarganya.
"Omong ngomong, pacarmu tidak cemburu? Menemui mantan untuk---" Kalimat Dira disela.
"Aku tidak punya pacar." Ucap Bima.
"Wajar sih! Kamu kan impoten..."