Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK34
Liam meronta-ronta, rasa sakit itu seolah mencekik. Ia tersentak ke depan, tetapi, ia tertahan oleh sabuk yang mengikat tubuhnya di kursi besi yang dingin.
Napasnya memburu, keringat bercampur darah mengalir dari jemarinya yang kini tak lagi memiliki kuku. Perih itu seolah membakar syarafnya, seperti api yang melahap dagingnya hidup-hidup.
Di hadapannya, Bella menghela napas pendek. Tangannya berlumuran darah, mata dinginnya menatap Liam tanpa belas kasihan.
"Aku akan bertanya lagi," suara Bella datar, tanpa emosi. "Siapa pemimpin Haven Home?"
Liam hanya tersenyum, meski tubuhnya bergetar karena nyeri yang menggigit. Mata gilanya menatap Bella dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, seolah-olah ia tengah mengamati spesimen yang menarik.
"Ini lucu," gumamnya. "Kau menarik kuku-kukuku seperti mencabut duri dari daging busuk … tapi, aku masih bisa merasakan jari-jariku. Kau tau kenapa?"
Bella tidak menjawab, tapi, tangannya mulai menggenggam alat pencabut kuku lagi.
Liam tertawa pelan. "Karena aku sudah lebih dulu kehilangan rasa sakit jauh sebelum ini, Bella. Dan kau tau siapa yang mengajariku?"
Bella mendekatkan wajahnya. "Siapa?"
Liam menyeringai. "Ayah."
Bella menarik napas dalam. "Katakan namanya. —Sebelum aku memotong jari-jarimu yang bergelimang dosa ini."
Liam menatap Bella tajam. Lalu, dengan suara lirih, ia berbisik, "Dengar baik-baik, Bella ... dan bersiaplah untuk bermimpi buruk. Karena, siapapun yang mendengar namanya, tidak akan bisa keluar dari tempat ini hidup—hidup!"
---
Masa Lalu - Haven Home - Ayah.
Ruangan itu berbau aneh. Perpaduan antiseptik, kayu tua, dan sesuatu yang lebih pekat—darah kering.
Liam kecil duduk di kursi kayu panjang, kakinya menggantung di udara. Di hadapannya berdiri seorang pria tinggi dengan jubah hitam rapi. Sorot matanya tajam seperti mata elang, penuh kewaspadaan dan rasa superioritas.
"Apa cita-citamu?" Suara pria itu berat, menggema di dalam ruangan yang sunyi.
Liam tersenyum kecil sebelum menjawab dengan penuh percaya diri.
"Aku ingin membuat mahakarya," katanya dengan polos. "Apa Ayah tau bagaimana caranya membuat kepala terputus dari badan?"
Pria itu terdiam sejenak. Tapi, bukan keterkejutan yang muncul di wajahnya. Melainkan sesuatu yang lebih berbahaya—kepuasan.
Ia berlutut hingga sejajar dengan Liam, menatap bocah itu dengan tatapan berbinar seakan menemukan berlian di tengah lumpur.
"Tentu aku tau, Anakku," katanya sambil mengusap rambut Liam dengan penuh kelembutan yang palsu. "Tapi, kau ingin melakukannya dengan cara yang benar, bukan?"
Liam mengangguk antusias. "Aku ingin melihat darahnya mengalir dengan indah, Ayah."
Pria itu tertawa pelan. "Bagus, sangat bagus ...."
Liam menatap pria itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Siapa namamu, Ayah?"
Senyum pria itu melebar, tapi ada sesuatu yang dingin di baliknya.
"Nathan."
Dan itulah awal segalanya, awal sebelum Liam masuk ke dalam sebuah proyek besar yang penuh akan sesuatu yang mengerikan.
---
Proyek Hydra.
Nathan bukan sekadar pemimpin sebuah yayasan. Ia adalah dalang di balik eksperimen mengerikan yang disebut Proyek Hydra. Mereka berusaha menciptakan monster, tetapi, tidak ada satupun yang berhasil.
Suatu malam, Nathan datang ke gudang tempat Liam mengeksekusi korban-korban gagal eksperimen. Ia menatap bocah yang kini sudah berusia 13 tahun, dengan mata penuh kebanggaan. Bocah yang selalu dapat diandalkan untuk menjadi mesin pembunuh.
"Bagaimana rasanya, Anakku?" Tanya Nathan, berdiri di ambang pintu, sambil mengamati beberapa kepala yang berserakan di atas lantai.
Liam menatap pisaunya yang masih meneteskan darah. Ia mengerutkan kening, lalu mengangkat bahu. "Seperti memotong daging sapi. Tapi, lebih hangat. Dan aromanya … lebih manis."
Nathan tertawa kecil. "Aku tau kau anak yang spesial," pujinya.
Ia melangkah mendekat dan berdiri di samping Liam. "Kau tau, Nak, manusia itu seperti tikus got. Mereka berkeliaran, menyebarkan penyakit. Dan tugas kita adalah membersihkan dunia dari mereka."
Liam mengangguk pelan. "Tentu aku tau, Ayah. Mereka seperti hama yang menjijikkan."
Jawaban Liam membuat Nathan tertawa kencang.
Waktu terus berlalu, Liam pun beranjak menjadi pria dewasa. Dengan koneksinya, ia kini telah menjadi dokter residen senior. Namun, suatu ketika, di saat ia tengah melakukan aktivitas nya di gudang tua, sesuatu yang tak terduga telah terjadi. Beberapa orang-orang yang akan dieksekusi, berhasil melarikan diri.
"Ayah, tikus-tikus itu berlari, apa yang harus aku perbuat?" tanya Liam dengan ponsel di telinganya.
Di ujung telepon, Nathan menggigit ujung kukunya. "Kau ... harus berburu, Liam. Buru kepala tikus-tikus cacat itu!" perintahnya sengit.
Malam itu, Liam keluar untuk berburu pertama kalinya. Tugasnya adalah membawa kembali tikus-tikus yang melarikan diri. Dan demi memuluskan aksinya untuk memanipulasi keadaan, ia harus turut berbaur dengan pihak kepolisian. Siapa sangka, di sana, ia menemukan teman masa kecilnya dulu. Pria bernama Max tersenyum ramah padanya.
"Liam? Astaga, udah berapa tahun kita nggak ketemu?"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kembali ke Masa Kini.
Liam membuka matanya perlahan. Kepalanya berdenyut, nyeri menjalar dari ujung jari hingga menyebar ke seluruh tubuhnya. Ia terbaring di lantai sel yang dingin, seluruh tangannya sudah dibalut perban.
Di luar sel, Bella berdiri dengan tangan bersedekap, menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca.
"Sebentar lagi, Ayahmu itu akan kembali ke neraka, Liam," katanya pelan.
Liam terkekeh, ia mengangkat kepalanya sedikit, lalu menatap Bella dengan sorot mata yang mengancam.
"Kau tau, Bella … Ayah selalu mengatakan sesuatu padaku .…"
Manik Bella menyipit, ia waspada. "Apa?"
Liam tersenyum lemah. "Orang yang mengira mereka sudah menang … biasanya adalah orang yang akan mati duluan. —Aku sudah bilang kan, siapapun yang mendengar namanya, tidak akan bisa keluar dari tempat ini hidup—hidup!"
Bella gegas menggenggam pistolnya, "kau kira, kau bisa melarikan diri?"
Liam menatapnya dengan senyum yang mengerikan. "Mereka akan datang, Bella. Mereka pasti sudah dalam perjalanan kemari .…"
Tepat saat Liam berkata demikian, tiba-tiba saja listrik di gedung itu mati.
Suara alarm berbunyi di kejauhan.
Dan Bella tahu—ini belum selesai.
*
*
*
Thor buat cerita agent agent gitu dunk Thor dgn ruang rahasia dll 🫰
Terima kasih banyak Kak, atas karya luar biasanya ini 🙏🥰🥰