Layaknya matahari dan bulan yang saling bertemu disaat pergantian petang dan malam, namun tidak pernah saling berdampingan indah di langit angkasa, seperti itulah kita, dekat, saling mengenal, tapi tidak pernah ditakdirkan untuk bersama.
Aku akan selalu mencintaimu layaknya bulan yang selalu menemani bintang di langit malam. Diantara ribuan bintang di langit malam, mungkin aku tidak akan pernah terlihat olehmu, karena terhalau oleh gemerlapnya cahaya bintang yang indah nan memikat hati itu.
Aku memiliki seorang kekasih saat ini, dia sangat baik padaku, dan kita berencana untuk menikah, tetapi mengapa hatiku terasa pilu mendengar kabar kepergianmu lagi.
Bertahun-tahun lamanya aku menunggu kedatanganmu, namun hubungan kita yang dulu sedekat bulan dan bintang di langit malam, justru menjadi se-asing bulan dan matahari.
Kisah kita bahkan harus usai, sebelum sempat dimulai, hanya karena jarak yang memisahkan kita selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roshni Bright, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aisyah Meninggal
Baru saja Ji-hyeon pergi, terdengar suara adzan Maghrib.
Aisyah segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat Maghrib.
“Ya Allah, aku tidak tahu, jodohku siapa, jodohku ada di mana saat ini, apakah Kami sudah pernah saling mengenal satu belum, tapi aku mohon Pada-Mu, pertemukan aku dengan Dia yang memang Engkau takdirkan untukku. Aku lelah salah memilih pasangan terus-menerus. Aku mohon, pertemukan aku dengannya,” pinta Aisyah menangis tersedu-sedu, hingga tubuhnya bergetar.
Seketika Aisyah jatuh pingsan di samping sajadahnya.
Aisyah tiba-tiba ada di sebuah tempat serba putih dan tiba-tiba Ji-hyeon muncul dari balik kepulan asap.
“Ji-hyeon?” tanya Aisyah terkejut menatapnya.
Ji-hyeon tersenyum menganggukkan kepala dan mengulurkan tangannya pada Aisyah.
Aisyah pun tersenyum dan memegang tangan Ji-hyeon.
Di dalam kamar, Ibu Aisyah terus membangunkannya.
“Aisyah, Aisyah bangun! Aisyah! Kamu kenapa Aisyah? Aisyah!” panggil Ibunya menepuk-nepuk pundaknya.
Tiba-tiba Aisyah tertarik lagi ke dunianya dan langsung duduk tersadar.
“Ibu,” ucap Aisyah yang langsung memeluknya.
“Kamu kenapa Aisyah?” tanya Ibunya.
“Tadi aku lihat Ji-hyeon di tempat serba putih, terus Ji-hyeon senyum sambil mengulurkan tangannya ke aku Bu, ya aku balas, karena kan Ji-hyeon teman dekatku, dan Orang yang aku cintai,” jawab Aisyah.
“Aisyah! Kenapa Kamu mau aja sih?” tanya Ibunya kesal.
“Lho? Kenapa emangnya Bu?” tanya Aisyah kebingungan.
“Itu artinya Ji-hyeon mengajakmu pergi, dan Kamu malah menerima ajakannya?” tanya Ibunya.
“Pergi ke mana sih Bu? Aisyah gak paham deh!” ucap Aisyah yang nampak kebingungan.
“Itu artinya Ji-hyeon mengajakmu untuk ikut mati bersamanya, dan Kamu malah menerima ajakannya?”
“Ah Ibu! Ada-ada saja deh! Mana mungkin ada mati ngajak-ngajak orang lain Bu!” ucap Aisyah sembari melipat mukena dan sajadahnya.
Aisyah berdiri dan menuju lemari untuk memasukkan sajadah dan mukenanya.
“Kamu ini ya! Kalau dibilangin selalu saja tidak percaya sama Ibu!” ucap Ibunya.
“Karena bagi Aisyah itu tidak masuk akal Bu!” ucap Aisyah meninggalkan Ibunya dan duduk di atas kasurnya.
“Ya sudah, kalau Kamu tidak percaya pada perkataan Ibu,” ucap Ibunya yang terlihat pasrah, karena Aisyah tidak mau menerima perkataannya.
“Bu, Aisyah pengen es krim yang ada di taman deh, beli es krim, Bu!” pinta Aisyah.
“Nih! Hati-hati ya!” ucap Ibunya memberikan Aisyah uang untuk membeli es krim.
“Iya, Bu! Aisyah pamit ya, Bu! Assalamualaikum,” ucap Aisyah tersenyum dan mencium punggung tangan Ibunya.
“Iya Nak! Walaikumsalam,” jawab Ibunya tersenyum kecil menatapnya.
Aisyah pergi ke taman untuk membeli es krim. Es krim yang dulu selalu Ia beli bersama dengan Ji-hyeon.
Setibanya di taman, Aisyah langsung mencari tukang es krim langganannya itu.
“Ke mana ya Abangnya? Biasanya mangkal di sini, apa pindah tempat ya?” tanya Aisyah yang lanjut mencari.
“Nah! Itu Dia!” ucap Aisyah tersenyum dan menunjuk tukang es krim langganannya.
Aisyah langsung berlari menghampirinya.
“Bang, biasa ya!” ucap Aisyah tersenyum menatapnya.
“Oke!” jawab tukang es krim.
Tukang es krim langganannya memberikan es krim kesukaannya, dan Aisyah membayarnya.
“Bang, kenapa pindah? biasanya di sana,” ucap Aisyah menunjuk ke arah depannya.
Tukang es krim seketika menoleh ke belakang.
“Oh itu, tadi saya lihat, dahan pohon di sana kayak mau rubuh, makanya saya pindah ke sini,” jawab tukang es krim.
“Oh gitu, pantesan aja,” ucap Aisyah.
“Iya,” jawab penjual es krim.
Anak-anak ramai berdatangan membeli es krim, dan Aisyah pun pergi dari sana, karena memang es krim miliknya sudah habis.
Ketika Aisyah ingin kembali rumahnya, Ia melihat sepasang anak kecil yang sedang asik bermain kejar-kejaran. Aisyah pun tersenyum dibuatnya, namun anak kecil Perempuan berlari ke jalan raya yang membuatnya panik.
Aisyah segera berlari menghampirinya. Langkahnya terhenti sejenak karena melihat ada mobil yang melintas.
Aisyah langsung berlari menarik anak itu, namun Aisyah tidak sempat menyelamatkan dirinya sendiri.
Tubuh Aisyah terlempar jauh, dan kepalanya mendarat diatas batu besar yang membuat hidungnya juga mengeluarkan darah, karena saking kerasnya benturan di kepalanya.
Tubuh Aisyah nampak bergetar, dan matanya juga terlihat lemas.
Aisyah melihat Ji-hyeon dan seseorang berjubah hitam membawa tongkat berdiri di sampingnya.
Warga yang melihat kondisi Aisyah segera menuntunnya untuk membaca Syahadat.
“Mbak, mbak ikutin saya ya!” pinta seorang Wanita mengelus kepala Aisyah yang nampak lemas.
“Ashadualla,” ucap Wanita itu.
“As ha du alla,” ucap Aisyah terbata-bata.
“ilahailallah,” ucap Wanita itu.
“Ila ha ilallah,” ucap Aisyah terbata-bata dan matanya yang hampir tertutup.
“wa asyhadu anna,” ucap Wanita itu yang nampak semakin panik melihat kondisi Aisyah.
“wa asyhadu anna,” ucap Aisyah yang lidahnya mulai kaku.
“muhammadarrasulullah,” ucap Wanita itu yang berusaha menguatkan Aisyah.
“Muhammadarrasulullah,” ucap Aisyah yang seketika matanya terpejam.
Wanita itu memeriksa denyut jantung dan denyut nadi Aisyah, dan Aisyah telah meninggal dunia.
Ambulance baru datang disaat nafasnya sudah berhenti berhembus.
Aisyah dibawa ke rumah sakit dalam kondisi telah meninggal dunia.
Pihak rumah sakit menghubungi pihak kepolisian untuk membantu mencari identitas Aisyah.
Polisi akhirnya menemukan identitas Aisyah dan menghubungi Keluarga Aisyah.
“Assalamualaikum, benar ini Keluarga atas nama Aisyah Halwatuzahra?” tanya polisi.
“Iya benar, saya Ibunya, Bapak siapa ya?” tanya Ibu Aisyah.
“Kami dari pihak kepolisian ingin memberitahukan pada Ibu, jika Anak Ibu, Aisyah Halwatuzahra meninggal dunia di tempat, karena tertabrak mobil di dekat area taman, saat ini, jenazah Almarhumah Anak Ibu berada di Rumah Sakit Matraman,” ucap polisi.
Mendengar hal itu, sontak membuat Ibu Aisyah lemas. Ibu Aisyah langsung memesan ojek online untuk menuju ke rumah sakit.
Beberapa menit kemudian, ojek yang dipesan tiba, dan Ibu Aisyah berangkat ke rumah sakit untuk melihat kondisi Aisyah.
Beralih pada Karissa, kini Ia mendapatkan kabar dari pihak kepolisian mengenai kematian Jidan dan Keluarganya.
“Permisi, selamat pagi, atas nama Ibu Karissa Lexia?” tanya Pak Polisi.
“Iya benar, saya sendiri, Bapak siapa ya?” tanya Karissa.
“Kami dari pihak kepolisian ingin mengabarkan penemuan Kami mengenai penyebab kematian Suami Ibu dan Keluarganya,” ucap Pak Polisi.
“Iya, Pak, kalau boleh tahu, apa penyebab kematiannya ya, Pak?” tanya Karissa.
“Rem mobil Suami Ibu disfungsi, sehingga menyebabkan mobilnya tidak bisa mengerem, dan menabrak tabung gas yang ada di sana,” ucap Pak Polisi.
“Baik, Pak, saya ke sana sekarang,” ucap Karissa mematikan panggilan telepon.
Karissa pergi ke kantor polisi untuk mengambil jasad Jidan beserta Keluarganya yang sudah menjadi abu, karena hangus terbakar.