para pemuda yang memasuki hutan yang salah, lantaran mereka tak akan bisa pulang dalam keadaan bernyawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novita Ledo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Kabut yang Kembali
Bertahun-tahun setelah kehancuran pohon raksasa di Giripati, desa-desa yang pernah dilanda kegelapan mulai hidup normal kembali. Namun, keheningan itu hanya sementara. Malam-malam yang tenang mulai diwarnai oleh kejadian-kejadian aneh—bayangan yang melintas di antara pepohonan, suara tawa yang lirih, dan udara dingin yang datang tanpa sebab. Para tetua desa yang masih mengingat kejadian di Giripati mulai merasa waspada.
Suatu malam di desa Kenanga, seorang petani bernama Pak Ramlan mendapati ladangnya hancur berantakan. Tanaman-tanamannya tercabut, tanahnya berlubang, dan di tengah ladang itu ada sesuatu yang tak seharusnya ada: akar hitam yang tumbuh perlahan, berdenyut seperti urat nadi. Pak Ramlan mencoba mencabutnya, tetapi akar itu merespons dengan melilit tangannya. Ia berteriak, tetapi akar itu menghilang begitu saja, seolah tak pernah ada.
Keesokan paginya, Pak Ramlan ditemukan tewas di ladangnya, tubuhnya kaku dengan wajah yang penuh ketakutan. Desas-desus mulai menyebar bahwa kegelapan Giripati telah kembali.
Arwah-Arwah yang Mengintai
Para penduduk desa mulai dihantui oleh bayangan masa lalu. Wajah-wajah yang mereka kenal kembali muncul di malam hari. Salah satu kejadian yang paling mengerikan terjadi pada Bu Lestari, seorang ibu yang kehilangan suaminya dalam peristiwa pohon Giripati bertahun-tahun lalu.
Malam itu, Bu Lestari mendengar suara pintu rumahnya diketuk. Ketika ia membuka pintu, ia melihat sosok suaminya berdiri di sana. Tubuhnya kurus, dengan mata hitam pekat seperti lubang tanpa dasar.
"Lestari... aku pulang," suara itu serak dan menggema.
Ia mencoba menutup pintu, tetapi sosok itu telah berada di dalam rumah, mendekatinya perlahan. Tangan dingin menyentuh bahunya, dan ia pingsan. Ketika ia sadar, ia mendapati dirinya terbangun di tengah ladang kosong, dengan akar-akar hitam melingkari tubuhnya.
Tumbuhnya Pohon Baru
Di dalam hutan yang dulu dihuni pohon raksasa, sesuatu yang lain mulai tumbuh. Sebuah tunas kecil bercahaya merah kembali muncul, dikelilingi oleh akar-akar yang semakin besar. Tidak ada yang tahu siapa yang memulainya, tetapi bisikan-bisikan mulai terdengar di kepala para penduduk. Bisikan itu menjanjikan kedamaian bagi mereka yang menyerah, tetapi di balik nada manisnya ada ancaman yang tidak dapat disangkal.
Beberapa orang mulai kehilangan akal sehat. Mereka berjalan keluar rumah di tengah malam, memasuki hutan tanpa pernah kembali. Orang-orang yang mencoba menghentikan mereka justru menemukan diri mereka terjebak dalam mimpi buruk yang aneh, di mana pohon-pohon berbicara dan akar-akar hidup menyerang.
Pertempuran Baru
Seorang pemuda bernama Arfan, cucu dari Mbah Sri, mendapati dirinya dipanggil untuk melanjutkan perjuangan neneknya. Ia menemukan sebuah kitab tua milik Mbah Sri yang penuh dengan mantra-mantra kuno dan petunjuk tentang cara menghentikan pohon kegelapan.
Arfan mengumpulkan sekelompok orang pemberani yang bersedia mengorbankan segalanya untuk menghentikan kegelapan. Dengan pusaka keris dan obor, mereka memasuki hutan Giripati yang telah berubah menjadi labirin akar-akar yang bergerak.
Namun, mereka tidak hanya menghadapi pohon baru, tetapi juga arwah-arwah yang dulu terperangkap di dalam pohon sebelumnya. Arwah-arwah itu kini menjadi penjaga, menyerang siapa saja yang mendekati pusat hutan. Wajah-wajah mereka penuh dengan rasa sakit, tetapi tidak ada belas kasihan dalam tindakan mereka.
Pengorbanan Terakhir
Ketika Arfan dan kelompoknya mencapai tunas pohon baru, mereka menemukan sosok gadis kecil yang dulu menghantui desa-desa. Gadis itu kini berdiri di samping pohon, matanya penuh kebencian.
“Kalian tidak akan pernah menghentikanku. Aku adalah bagian dari dunia ini. Aku adalah kegelapan itu sendiri,” katanya dengan suara yang menggema.
Pertempuran sengit terjadi. Satu per satu anggota kelompok Arfan gugur, tubuh mereka ditelan oleh akar-akar yang mengerikan. Dengan sisa tenaga, Arfan berhasil menusukkan keris pusaka ke inti tunas itu. Cahaya terang menyelimuti hutan, membakar akar dan arwah-arwah yang menjaga pohon itu.
Namun, harga yang harus dibayar sangat mahal. Arfan merasa tubuhnya mulai menyatu dengan pohon, seperti neneknya dahulu. Sebelum ia sepenuhnya hilang, ia berteriak kepada orang-orang yang tersisa:
“Hancurkan semuanya! Jangan biarkan ini tumbuh lagi!”
Dengan sisa tenaga mereka, penduduk yang selamat membakar seluruh hutan, memastikan tidak ada akar atau tunas yang tersisa.
Meski pohon itu telah hancur, bayangan kegelapan tetap ada di hati para penduduk. Mereka tahu bahwa kegelapan tidak pernah benar-benar hilang. Setiap malam, di kejauhan, mereka masih mendengar bisikan-bisikan kecil yang seolah menunggu waktu untuk kembali.
Hutan Giripati tetap menjadi tempat yang terlarang, dan desa-desa di sekitarnya hidup dalam ketakutan akan kembalinya arwah dan pohon kegelapan. Mereka tahu bahwa meskipun mereka menang untuk sementara, kegelapan selalu menemukan cara untuk tumbuh kembali.
**