Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27
"Jadi kapan kamu dan Dean akan bercerai?" Pertanyaan dari Relin seketika membuat Ara terbatuk.
Saat ini ia sedang duduk di ruang tamu menemani Relin yang sedang bertamu.
Relin terlihat santai meminum jus jeruk yang beberapa saat lalu dibawakan oleh Ara.
"Kau tidak berniat menjebak Dean di dalam pernikahan ini selamanya kan?" Perempuan itu menatap Ara setengah tersenyum.
"Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu, dan aku tidak pernah menjebak Dean," balas Ara.
Relin terlihat menyeringai, perempuan itu memandang Ara dengan tatapan menilai.
"kalau begitu ceraikan Dean, Dean tidak bahagia dengan pernikahan ini," kata Relin. Ia kemudian melipat tangan di depan dada.
"kalau begitu kenapa bukan dia yang menggugat cerai, lagi pula kalau Dean ingin bercerai aku tidak punya kekuatan apa-pun untuk menentang."
Ara mencoba tidak terintimidasi oleh perempuan di hadapannya.
Ara tidak tau apa hubungan Dean dengan Relin, bisa jadi perempuan di hadapannya ini adalah seseorang yang dicintai oleh Dean. Tapi Ara adalah istrinya, menurut Ara apa-pun masa lalu mereka itu tidak ada hubungannya dengan dia sekarang.
"ternyata kau cukup licik, kau tau jelas Dean tidak akan bisa mengajukan gugatan cerai terhadapmu," ucap Relin.
Dahi Ara mengkerut, bingung dengan maksud kalimat Relin.
"apa maksudmu?" tanya Ara.
"kau kira seseorang seperti Dean akan mau di paksa menikah dengan seseorang seperti kamu? Ayolah Ara, jangan berpura-pura di depanku, kau dan tante Ayana pasti sudah merencanakan semuanya kan?"
"aku benar-benar tidak mengerti maksudmu, mungkin kau salah paham padaku. Aku sama sekali tidak melakukan apa-apa, dan aku tidak ada kaitannya dengan Mama Ayana," jelas Ara.
Relin memutar bola matanya ke atas sedangkan Ara masih menatap Relin dengan raut bingung.
"sudahlah Ara, aku terlalu malas meladeni sandiwaramu, aku ke sini hanya ingin memperingatkanmu. Ceraikan Dean secepatnya!" Ucap Relin seraya bangkit lalu menyambar tasnya di atas meja kemudian pergi.
Ara hanya termenung, ia sangat tidak mengerti apa yang sedang terjadi, mengapa mereka selalu mengira bahwa ia merencanakan sesuatu dengan Ayana. Apa sebenarnya yang tidak ia ketahui dibalik pernikahan mereka.
***
Di tempat lain saat ini Dean sedang bertemu dengan seseorang. Seorang wanita yang selama ini memberikan informasi tentang Ayana, dari wanita ini jugalah ia dulu mengetahui tentang siapa Ayana sebenarnya.
Saat ini mereka sedang berada di sebuah cafe, berhubung sekarang weekend.
Perempuan itu memperlihatkan sebuah foto kepada Dean yang langsung membuat Dean mengerutkan keningnya dan meneliti foto tersebut dengan baik.
"Ayana dan Ara?" tanya Dean. Perempuan itu mengangguk.
Ia lalu menunjukkan banyak sekali foto lain yang juga menampilkan Ayana sedang memperhatikan Ara dari jauh.
Pada foto pertama terlihat Ayana sedang duduk di sebuah cafe dengan seorang gadis muda berdiri di sampingnya yang Dean kenali sebagai Ara, memegang nampan berisi minuman, sepertinya saat itu Ara sedang bekerja di cafe tersebut.
Sedangkan di beberapa foto lain terlihat Ayana sedang memperhatikan Ara dari jauh, foto-foto itu sepertinya di ambil cukup lama dan dalam jangka waktu yang lama, karna memperlihatkan Ara yang masih mengenakan seragam sekolah hingga perempuan itu bekerja di kantornya.
"Jadi Ayana sudah memperhatikan Ara sejak lama?" tanya Dean. Perempuan tersebut pun mengangguk.
"Jangan lupa Dean, Ara bukan anak kandung sabrina," ucap wanita tersebut.
Dean masih menatap foto-foto tersebut dengan tatapan tak percaya.
"maksudmu bisa jadi Ara adalah anak Ayana, begitu?" tanya Dean kembali. Perempuan tersebut mengangkat bahu.
"tapi Ibu kandung Ara sudah meninggal," ucap Dean.
"apa kau pernah melihat kuburannya? Bahkan Ara sendiri pun tidak pernah melihat kuburan itu."
Ucapan perempuan itu seketika membuat Dean berfikir, semuanya masuk akal, bisa jadi ini adalah jawaban dari semua pertanyaannya tentang Ara selama ini.
"kita harus membuktikannya, Ayana akan tau bahwa aku berbeda dengan Ibuku, ia tidak akan bisa merebut apa-apa dariku dengan cara apa-pun," kata Dean dengan mantap.
Perempuan itu mengangguk setuju, Rupanya benih-benih kebencian yang ia tanamkan di dalam diri Dean kepada Ayana ternyata cukup kuat.
***
Setelah pertemuan itu Dean pun menghubungi Bima untuk memberikan tugas lain yaitu mencari tau lebih banyak tentang masa lalu Ayana, apakah perempuan itu sebelumnya pernah menikah atau pernah mengandung.
Sedangkan Dean bergegas menuju ke rumah Ayahnya untuk mengambil sesuatu dari Ayana yang bisa ia gunakan sebagai sampel tes DNA.
Saat sampai di rumah Ayahnya Dean tidak mendapati Ayana ataupun Josh di rumah, menurut informasi dari pembantu di sana, kedua orang tuanya sedang pergi ke acara pernikahan salah satu kenalan mereka.
Dean pun sedikit bingung, bagaimana ia bisa mendapatkan sampel jika orang yng dimaksud tidak ada di sana. Sembari berfikir ia pun memasuki kamar Ayana dan Ayahnya, ia melihat-lihat ke sekitar adakah sesuatu yang bisa ia bawa dan digunakan sebagai sampel untuk melakukan tes DNA.
Dean memijat pelipisnya, sepertinya ini tidak akan mudah, ia akan kembali lagi saat Ayana ada di rumah.
Dean pun hendak melangkah keluar, namun seketika matanya melewati meja rias, kemudian ia berfikir sejenak lalu mendekat kesana, melihat-lihat sebentar hingga matanya teruju pada sebuah sisir round brush yang dipenuhi rambut, sepertinya lupa dibersihkan.
Tanpa berfikir panjang Dean pun langsung mengambil sisir tersebut dan memasukkannya ke dalam saku, ia lalu segera keluar untuk pulang ke rumah, ternyata lebih mudah dari yang ia bayangkan.
Dean sampai di rumah sudah agak sore. Saat memasuki rumah ia mendapati Ara tengah menyiram tanaman di halaman.
Yang harus ia fikirkan sekarang adalah bagaimana cara untuk mendapatkan rambut Ara, ia tidak bisa melakukan hal yang sama pada Ara, semua barang-barang Ara selalu perempuan itu masukkan di dalam koper, atau tas, ia tidak mungin membongkar barang-barang perempuan tersebut untuk mencari sisir.
Hingga malam tiba pun Dean masih terus berfikir, tidak mungkin ia berpura-pura marah dan menarik rambut perempuan itu.
Dean sekarang sedang berbaring di ranjang, sejak selesai makan malam ia langsung masuk ke dalam kamar, ia sedang berfikir keras bagaiman caranya ia bisa mendapatkan sampel rambut Ara.
Tak lama kemudian Ara pun masuk ke dalam kamar, Dean segera memejamkan mata berpura-pura tidur, Ara kemudian bergerak mematikan lampu lalu membaringkan diri di atas sofa.
Dean sedikit terheran, ia kira Ara akan tidur di ranjang seperti malam sebelumnya.
Dean memperhatikan Ara dalam gelap, cukup lama hingga Dean merasa Ara sudah tertidur, laki-laki itu pun segera turun dari ranjang membuka laci meja di samping tempat tidur lalu mengambil sebuah gunting kecil di sana.
Dean lalu berjalan pelan, mengendap-endap ke arah sofa. Ia kemudian berjongkok di dekat kepala Ara lalu melambaikan tangan di depan wajah perempuan itu, memastikan apakah Ara benar-benar sudah tertidur atau belum.
Setelah memastikan Ara sudah benar-benar tidur, Dean kemudian mengambil sejumput rambut Ara lalu memotongnya. Lagi-lagi ia berhasil.
tak langsung beranjak ia rupanya tertarik diperhatikan wajah terlelap Ara yang terlihat sangat cantik, dan sekarang merupakan suatu candu bagi Dean, secara perlahan tanpa bisa ia cegah kepalanya mendekat, lalu sebuah kecupan ringan mendarat pada bibir ranum milik Ara. Dean sadar ia seharusnya tak melakukan itu, tapi ia tidak menyesalinya.