"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah Terlalu Lama Kau Mengabaikanku!
"Rafli, bagaimana bisa dia ada di sini?"
Ragu-ragu, Yuna menoleh demi memastikan dugaannya. Benar saja, Rafli sedang berada di belakang dengan tatapan datar.
"Sedang apa kau di sini? Bukankah tadi kau bilang sedang sakit?" tanya laki-laki itu.
Jemari Yuna saling meremas di bawah meja. Wanita itu mengasah otak demi mencari sebuah jawaban paling masuk akal. Bisa gawat jika Rafli sampai tahu bahwa ia berpura-pura sakit demi menghindar menemani Aika di sekolah.
Yuna lantas berdiri dan menarik lengan Rafli untuk berbicara di sudut ruangan itu, agar teman-temannya yang lain tidak mendengar pembicaraan mereka.
"Tadi pagi aku memang agak pusing. Tapi setelah minum obat, aku merasa lebih baik."
"Kalau kau memang merasa lebih baik, kenapa tidak menemani Aika di sekolah saja?"
Tak tahu harus menjawab apa, Yuna hanya membungkam. Kali ini ia tidak punya jawaban untuk diberikan kepada Rafli. Terlebih setelah melihat raut wajah suaminya yang seperti sedang menahan kesal.
"Maafkan aku. Aku pikir ada Alesha yang menemaninya. Jadi aku—"
"Sudah lah, Yuna," potongnya cepat. "Aku tidak mau berdebat di tempat umum."
Tanpa banyak bicara, Rafli berlalu meninggalkan Yuna begitu saja. Sikap dinginnya membuat Yuna kehilangan kata-kata. Bagaimana pun juga, Yuna tidak ingin jika Rafli sampai curiga terhadapnya.
"Sudah selesai, kan? Aku mau kembali ke kantor," ucap Rafli, yang kemudian meninggalkan restoran.
Sementara Yuna mematung di tempat. Pertemuan dengan Rafli benar-benar sebuah kejutan buruk baginya.
*
*
*
Arumi terpaku memandangi gedung kantor megah milik perusahaan Rafli. Terakhir kali ia menginjakkan kaki di sana adalah lima tahun lalu, saat mengandung Aika. Segalanya masih segar dalam ingatannya. Sebab gedung kantor itu tidak banyak berubah.
Siang ini, Aika terus merengek untuk bertemu daddy-nya. Ia baru saja memenangkan lomba mewarnai yang diadakan pihak sekolah, dan orang pertama yang ingin ia beritahu kabar bahagia ini adalah daddy-nya.
Kebetulan siang ini Rafli sedang berada di kantor dan tidak begitu sibuk. Sehingga ia meminta sopir untuk mengantar Aika ke kantor. Tentunya, dengan ditemani Alesha.
"Hey, Sayang!" Rafli menyambut putrinya dengan pelukan hangat. Sebuah kejutan besar baginya karena ini adalah pertama kali Aika menyambanginya di kantor.
"Daddy, aku dapat piala," ucap Aika penuh semangat.
"Wah, anak daddy hebat sekali," pujinya sambil membelai wajah mungil itu. Kemudian mencium pipinya berulang-ulang. "Alesha, terima kasih sudah menemani Aika hari ini. Ini pertama kali aku melihat Aika sesenang ini."
"Sama-sama, Tuan."
"Oh ya, silahkan duduk dulu." Rafli menunjuk sofa disudut ruangan itu. Arumi pun segera duduk di sana dan memandangi gedung-gedung tinggi di sekitar kantor.
"Apa Daddy sedang sibuk?" tanya Aika.
"Lumayan. Memangnya kenapa, Peri kecil?"
"Aku mau membantu Daddy bekerja di sini. Aku sudah bisa mewarnai jadi sudah bisa membantu Daddy."
Rafli terkekeh mendengar perkataan polos putrinya. Membuatnya kembali memeluk tubuh kecil itu.
"Baiklah. Pekerjaan Daddy pasti cepat selesai kalau dibantu peri kecil ini."
Arumi memandangi mereka berdua. Melihat betapa Rafli sangat menyayangi Aika, rasanya tidak mungkin jika ia mengabaikan putrinya selama ini. Lalu bagaimana ia tidak tahu apa yang dilakukan Yuna terhadap Aika selama ini?
Rafli melirik arloji. Waktu masih menunjukkan pukul dua siang, dan masih ada beberapa laporan yang harus diperiksa.
"Alesha, apa kau bisa menunggu di sini bersama Aika? Aku masih ada sedikit pekerjaan."
"Tidak masalah, Tuan."
Rafli memilih kembali duduk di kursi dan melanjutkan pekerjaannya. Sementara Aika dan Arumi duduk di sofa. Sesekali Rafi mencuri pandang ke arah wanita yang menjadi pengasuh putrinya itu. Kelembutan Alesha berhasil menarik simpatinya. Sama sekali tidak menyangka bahwa di balik penampilan Alesha yang terkesan misterius dan aneh itu ada sosok wanita yang begitu lembut.
Tanpa sadar sudut bibir Rafli terangkat membentuk senyum tipis. Di sofa Aika dan Alesha tengah tertidur dalam posisi saling memeluk.
Pikiran konyol sempat terbesit dalam pikiran Rafli, Aika dan Alesha tampak seperti ibu dan anak.
"Seandainya saja Arumi bukan penipu, pasti segalanya akan berbeda hari ini," gumam Rafli dalam hati.
Ia beranjak dari kursi dan mendekat ke arah sofa. Udara sejuk yang berhembus dari pendingin ruangan membuat Rafli melepas jas dan ia gunakan sebagai selimut untuk Aika dan Alesha.
Untuk beberapa saat, Rafli terdiam menatap mata Alesha, yang merupakan satu-satunya bagian wajahnya yang terlihat. Sedikit rasa penasaran seperti apa wajah Alesha yang ia sembunyikan di balik cadar.
Bulu matanya lentik dan indah. Mungkin wajah di balik cadar itu juga sama cantiknya.
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka, disusul dengan kemunculan Yuna.
"Maaf, aku terpaksa ke sini untuk menjelaskan semuanya. Aku tidak mau ada salah paham di antara kita."
Kala Yuna hendak melangkah masuk, ia seketika mematung di tempat saat baru menyadari keberadaan Aika dan Alesha di ruangan itu.
Namun, bukan itu yang ia pikirkan. Melainkan jas milik Rafli yang sekarang membalut keduanya. Yuna bahkan sudah dua kali mendapati Rafli memandangi Alesha.
"Mereka ada di sini?" tanyanya.
"Iya. Aika ke sini untuk menunjukkan pialanya padaku."
Pandangan Yuna mengarah pada sebuah piala yang ada di meja Rafli. Ia kemudian berjalan mendekat dan memeluk Rafli dari belakang.
"Lepaskan!" Rafli berusaha melepas tangan Yuna yang melingkar di pinggangnya. Namun, semakin erat pelukan itu.
"Sampai kapan hubungan kita akan seperti ini terus? Aku sudah menunggumu selama 4 tahun," lirih Yuna. Ia sandarkan kepala di punggung tegap laki-laki itu.
"Bukankah aku sudah pernah bilang jangan berharap apapun dariku? Aku mengizinkanmu tetap tinggal di rumahku hanya karena kau terus memohon, dengan pertimbangan karena kau ingin merawat Aika."
"Tapi aku masih berharap kau akan menerimaku kembali."
Rafli melepas tangan Yuna dengan sedikit kasar. Membuat Yuna mundur beberapa langkah ke belakang.
"Maaf, tapi kita sudah resmi bercerai. Jadi tidak ada hubungan apa-apa lagi di antara kita."
Yuna menghapus cairan bening yang meleleh di pipi. "Tapi aku tidak layak diperlakukan seperti ini! Arumi yang sudah menipumu, bulan aku! Kenapa aku yang harus jadi korban?"
"Hentikan, Yuna! Aku tidak mau membahas ini lagi. Aku rasa janjiku sudah cukup untukmu. Selama kau tinggal di rumahku, kau boleh menikmati semua fasilitas yang ada. Tapi jangan pernah berharap lebih."
Tak ada pembelaan lagi dari Yuna. Entah untuk kesekian kali Rafli menolaknya. Bahkan Aika yang menjadi alasannya untuk mendapatkan Rafli sama sekali tak menunjukkan hasil.
Sementara di balik cadar Arumi terpaku mendengar pembicaraan itu.
...*****...