PERFECT ACCIDENT

***

Rumah dinas.

Dua kata menyebalkan yang harus Grace dengar. Dan malam ini juga dia harus tinggal disana. Entah itu rumah berwujud atau hanya sebagai bualan semata saja. Grace benar-benar tidak mengerti dengan ucapan dan pola pikir seorang pria bernama Atlas ini.

Selama makan malam, dia selalu menyebalkan. Ditambah juga setelah makan malam itu selesai, pria ini kembali bertingkah. Bodohnya Grace menyetujui perjanjian yang sudah pasti akan merugikannya. Tapi apa mau dikata, semuanya sudah terjadi dan tidak bisa ia hentikan begitu saja. Demi apapun Grace sangat menyesal.

"Hubungi ibu mu, katakan malam ini kau pulang ke rumah dinas mu. Dan katakan juga nanti, kalau kau akan tinggal di rumah dinas selama memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan ku," ucap Atlas.

"Ayolah, Atlas. Jangan selalu membual, mana ada kantor yang memberikan rumah dinas pada karyawan barunya?"

"Aku serius. Rumah dina untuk mu tepat berada disamping kantor."

"Itu apartement, bodoh!"

"Iya, itu maksud ku. Apartement. Disana sudah banyak barang yang aku sediakan untuk mu. Jadi, segera pindah kesana sebelum aku menyeret mu dengan paksa."

Damn it. Lagi-lagi pemaksaan. Grace sepertinya akan mulai akrab dengan hal itu mulai sekarang. Ah tidak, mulai ia mengenal dan terlibat dengan pria ini.

"Aku tidak bisa pindah malam ini, ibu ku akan curiga dan akan mencari tahu hal tersebut. Besok saja," putus Grace.

"Dan ya, aku juga malas bekerja ke kantor. Entah sampai kapan, yang jelas aku enggan datang jika karyawan wanita di kantor mu itu tidak bisa menjaga pandangan dan mulut mereka," sambung Grace.

Ia kembali fokus ke luar mobil, menatap jalanan malam yang ia lewati. Tentu ia familier dengan jalan ini, ini jalan menuju ke rumah ibu Lita.

"Kau mendengarnya, Daren?" tanya Atlas.

"Ya tuan."

Tanpa dijelaskan, sepertinya Daren sudah mengerti apa yang harus ia lakukan. Tapi Grace tetap tidak akan datang besok ke kantor, dia masih memiliki tugas yang diberikan oleh beliau. Jadi sebelum ia kembali ke kantor itu dan sebelum ia pindah ke 'rumah dinas', sepertinya dia akan menyelesaikan semuanya lebih dulu. Takutnya Atlas akan mengetahui sesuatu tentangnya.

***

Keesokan paginya, Grace kembali diam dirumah karena dia memang belum selesai mengerjakan berkas-berkas yang dikirimkan beliau. Malahan berkas itu semakin bertambah karena Grace belum menyelesaikan yang sebelumnya. Jill yang datang mengantarkan berkas itu. Dia juga menginterogasi Grace karena kemarin Grace dibawa begitu saja. Selain itu Jill juga meminta maaf karena tidak bisa bertindak apa-apa. Untungnya Grace mengerti dan tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Grace juga akan kedatangan kedua temannya ke rumah ini. Tapi ia meminta mereka datang di sore hari saja. Sebab dari pagi sampai siang kemungkinan dia akan sibuk bekerja. Dan dugaannya benar. Untungnya ada Jill yang membantunya, jadi berkas yang tadi menumpuk perlahan menurun dan selesai semuanya.

"Ahhh, akhirnya selesai juga. Pinggang gue rasanya pegal sekali," ucap Grace.

"Ya itu karena lo dari tadi duduk. Udah gue bilang gerak dikit, lo-nya gak denger," timpal Jill.

"Gue pengen cepet beres, makanya gue gas sampe selesai."

"Ya udah, lo mau makan apa? Gue pesenin deh, sekalian gue juga laper," putus Jill.

"Lo yang traktir?" tanya Grace.

"Gila, lo yang anak konglo masa minta traktir sama gue yang rakyat biasa ini."

"Kebiasaan suka merendah buat meroket. Ya udah gue yang bayar, sekalian buat lo jajan."

"I like you, girl." Ucap Jill dengan senyuman lebar di bibirnya.

"Gue masih normal. Masih suka batang."

"GUE JUGA ANJIR. MAKSUDNYA ITU GUE SUKA SAMA CARA LO YANG MENGHARGAI USAHA GUE BANTU L GITU!"

"Y."

Jill mendengus kesal mendengarnya. Dasar Grace, si gadis dengan ucapan singkat. Untungnya Grace sudah terbiasa dengan hal ini. Ia mengabaikan Grace dan melanjutkan memilih makanan yang ia mau. Setelahnya ia kembali bertanya Grace mau makan apa, dan ternyata dia ingin makan ramen pedas.

Grace meregangkan ototnya lalu berjalan pergi menuju ke dapur. Ia hendak mengambil minuman soda lagi, minuman yang tadi dibawa Jill dari dapur sudah habis.

"Temen-temen lo kapan kesininya?" tanya Jill.

"Kayaknya sore maju ke malem deh."

"Main kesini atau lo yang keluar?"

"Mereka yang kesini, gue mager kalo harus pergi."

Jill menganggukan kepalanya dan kembali melanjutkan scrolling handphonenya. Sementara Grace menghubungi bawahan beliau dan meminta dia mengambil berkas-berkas ini. Semakin lama menumpuk dirumahnya, maka beliau akan semakin menambah pekerjaannya.

"Lo serius mau tinggal dirumah dinas?" tanya Jill.

"Kalo enggak, dia bakalan bolak balik kesini. Sedangkan lo kan mau disini nemenin ibu, gue gak mau dia tahu soal gue."

"Hati-hati ya? Gue takut lo kenapa-napa sumpah. Kemarin aja waktu lo ditarik, ngilu banget gue lihatnya."

"Iya, gue tahu kok. Tinggal beberapa bulan lagi buat lepas dari dia. Gue yakin gue bisa kok."

"Lagian aneh, lo bukan orang kismin ya anjir! Ngapain lo iyain? Satu juga dollar aja lo dapetin tiap hari," heran Jill.

"Dia megang kartu AS gue, makanya gue gak bisa bertindak sesuka gue."

"Apa?"

"Ada deh. Pokoknya hal yang bisa buat beliau marah besar. Makanya cari jalan aman aja, gue turutin mau itu cowok apa. Ya semoga aja sebelum satu tahun pun dia lepasin gue."

"Ya semoga aja ya. Biar lo hidup bebas kayak dulu."

Grace menganggukan kepalanya. Besar harapannya memang untuk bisa lepas dari Atlas. Dia bahkan selalu berdoa supaya dia tidak tepat satu tahun menemani Atlas atas perjanjian itu. Tapi ya siapa tahu ke depannya juga, Grace hanya berharap saja semoga semua ini segera berakhir. Sebab dia sudah muak dengan sikap pria itu.

Belum lagi, bibirnya sudah benar-benar kehilangan harga diri karena terus dikecup paksa oleh pria itu. Tidak, bukan kecup. Tapi lumatan!

Tak berselang lama, makanan yang dipesan oleh Jill pun tiba. Grace dan Jill makan bersama di ruang tv. Ibu Lita sendiri sudah pergi ke butik dan toko bunganya. Kemungkinan akan pulang sore juga saat kedua teman Grace sudah ada disini.

Sementara itu dilain tempat, Atlas menatap tak percaya dengan berita yang ia dapatkan ini. Di dalam layar ipadnya menunjukan bahwa harga saham perusahaan milik Marvin kembali naik. Bukannya kemarin sempat merosot? Kenapa sekarang langsung naik? Bahkan naiknya juga cukup tinggi.

"Siapa sebenarnya yang kemarin membuat perusahaan Marvin begitu? Apa dia juga yang berbuat hal ini? Sehingga harga saham perusahaan itu naik?" gumam Atlas.

"Daren, cari tahu tentang hal ini. Aku ingin infonya segera," titah Atlas seraya memberikan ipad ditangannya pada Daren.

tbc.