Attention!! Lapak khusus dewasa!!
***
Vincent tanpa sengaja bertemu dengan Valeska di sebuah bar. Niat awalnya hanya untuk menyelamatkan Val yang diganggu laki-laki, namun akhirnya malah mereka melakukan 'one night stand'.
Dan ketika paginya, Vincent baru sadar kalau gadis yang dia ambil keperawanannya tadi malam adalah seorang siswi SMA!
***
Tolong bijak dalam memilih bacaan. Buat bocil gak usah ikut-ikutan baca ini, ntar lu jadi musang birahi!
Gak usah julid sama isi ceritanya, namanya juga imajinasi. Halu. Wajar saja kan? Mau kambing bertelor emas juga gapapa. :"D
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Sam Si 'hantu' Sudut Pikiran
Beberapa menit sebelumnya. Vincent duduk manis di balik kemudi mobil sport hitamnya yang mengkilap bak baru keluar dari showroom. Di kepalanya, hanya ada satu tujuan yaitu rumah Desta. Ia butuh teman ngobrol yang otaknya nggak dipenuhi drama macam dirinya. Tadi malam terlalu ribet buat dicerna sendirian.
Sambil menyusuri jalan, Vincent menekan tombol panggil di layar ponselnya. Speaker dihidupkan, supaya tangan tetap fokus di setir.
“Yo, Des. Lo dimana?” suara Vincent terdengar agak malas, tapi urgent.
“Di rumah. Why?” suara Desta terdengar menguap di ujung sana.
“Gue mau ke tempat lo sekarang. Ada yang mesti gue ceritain.”
“Nggak di kantor lo?”
Vincent mendengus. “Bro, ini jam istirahat. Kalo gue masih di kantor, berarti gue lagi nggak banyak pikiran.”
“Oh, iya. Bener juga. Oke, lanjut.”
“Gue jemput lo, terus kita makan di luar. Lo mau makan apa?”
“Gue sih ngikut aja. Tapi tunggu, gue ganti baju dulu,” jawab Desta dengan nada santai.
“Oke. Gue otw,” ucap Vincent sebelum menutup panggilan.
Mobil melaju lagi, dan Vincent mencoba fokus pada jalanan. Tapi fokusnya nggak bertahan lama. Bayangan wajah Valeska tiba-tiba muncul di pikirannya, lengkap dengan desahan manjanya. Entah kenapa, bocah itu selalu berhasil bikin dia buyar.
“Gue bisa gila lama-lama kalau mikirin tuh anak terus,” gumamnya sambil mengetuk setir pelan, mencoba mengusir wajah itu dari pikirannya.
Mobilnya melintas di depan sebuah halte, dan matanya otomatis memicing. “Eh? Itu ... Valeska?” gumamnya pelan.
Benar saja, gadis itu duduk sendirian di bangku halte, tampak duduk melamun sambil bicara sendiri. Vincent yang nggak bisa menahan rasa penasaran, langsung menginjak rem. Dengan gerakan luwes, dia memutar balik mobilnya.
Tapi sebelum sempat berhenti di depan gadis itu, sesuatu membuatnya ragu. Dia mengerutkan kening ketika melihat sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan halte.
Dia memantau dari kejauhan lewat kaca mobil. Seorang lelaki keluar dari mobil. Umurnya mungkin sekitar 25-an, dengan gaya santai tapi rapi. Vincent memperhatikan, alisnya terangkat ketika Valeska berdiri dan langsung memeluk lelaki itu.
“Oh, jadi ini si ‘Sam’?” gumam Vincent sambil mengingat malam ketika Valeska mabuk berat di dalam kamar bar. Bocah itu sempat menggumamkan nama ini.
“Pacarnya, ya?” tanya Vincent pada dirinya sendiri. “Atau sekadar teman dekat?”
Dia terus memantau sampai mobil hitam itu membawa Valeska pergi, menghilang di belokan. Ada sesuatu yang aneh mengganjal di dadanya, seperti perasaan tidak nyaman yang dia sendiri nggak bisa jelaskan.
***
Di dalam mobil yang melaju tenang, Valeska duduk di kursi penumpang. Tangan mungilnya sibuk memutar-mutar ujung rambut, sementara pandangannya sesekali melirik ke arah Sam. Lelaki di sebelahnya itu tampak fokus mengemudi, tangan kiri memegang setir, tangan kanan santai di sandaran.
Valeska mengerutkan bibir, ragu sejenak sebelum akhirnya memanggil pelan, “Ehm, Sam?”
“Hm?” Sam hanya melirik sekilas sebelum kembali memandang jalan di depannya. “Ada apa?”
“Kok... bisa tahu aku di halte?” tanyanya, hati-hati.
“Ya karena aku lihat kamu duduk di sana,” jawab Sam tanpa beban, suaranya lembut tapi penuh keyakinan. “Kebetulan aku memang mau ke kampus.”
“Kampus?” Valeska mengernyitkan dahi. “Berarti kita mau ke sana sekarang?”
“Cuma sebentar, kok,” balas Sam. “Aku harus nyerahin tugas buat mahasiswa.”
“Oh.” Valeska mengangguk pelan. Entah kenapa, mendengar suara Sam saja membuat hatinya sedikit lebih tenang.
“Eh, bentar dulu deh.” Sam melirik lagi ke arahnya, kali ini agak lama. “Kamu ngapain di halte jam segini? Bukannya seharusnya di sekolah?”
“Eh? Aku ... anu ...” Valeska berusaha keras menyusun alasan yang nggak bikin dia kelihatan mencurigakan.
“Bolos?” tebak Sam, senyumnya tipis tapi matanya tajam, seperti sudah tahu jawabannya.
Valeska tersenyum kaku, lalu pelan-pelan mengangguk. “Hehe, iya. Aku bolos.”
Sam tertawa kecil, suara tawanya rendah dan hangat, cukup bikin pipi Valeska memanas. “Wah, anak pintar dan juara kelas kayak kamu kok tiba-tiba bolos? Lagi eksperimen hidup, nih?”
Valeska pura-pura garuk kening. “Nggak kok, Sam. Aku cuma... lagi observasi aja. Pengen tahu, gimana rasanya bolos.”
“Hah!” Sam tertawa lebih keras kali ini. “Dan gimana hasil observasinya?”
“Gagal total. Nggak enak sama sekali,” jawab Valeska cepat, sambil mengembuskan napas panjang seolah lega eksperimennya berakhir.
“Ya iyalah. Anak super rajin kayak kamu mana bakal betah bolos,” balas Sam dengan tawa kecil di ujung kalimatnya.
Valeska ikut tertawa, meski dalam hati masih deg-degan. Syukurlah, Sam nggak ngegas dengan pertanyaan-pertanyaan susah.
“By the way, Keenan di mana sekarang?” tanya Sam tiba-tiba, nada suaranya berubah lebih serius.
“Oh, dia lagi di rumah. Shift malam hari ini,” jawab Valeska singkat.
Sam hanya mengangguk kecil, lalu kembali fokus ke jalanan. Tangannya dengan refleks memutar kenop AC ke arah yang lebih sejuk.
Mobil melaju dengan stabil, sementara obrolan di antara mereka berlanjut ke topik-topik ringan. Mulai dari cuaca yang nggak jelas belakangan ini, sampai cerita Sam tentang mahasiswa-mahasiswanya yang kadang bikin pusing.
Valeska hanya mendengarkan, sesekali menyahut dengan candaan kecil. Tapi, dalam hatinya, ia tahu satu hal pasti: Sam selalu jadi hantu yang terus berkeliaran di sudut pikirannya. Dan semakin lama, keberadaan hantu itu terasa semakin nyata
***
Mobil sport Vincent meluncur mulus berhenti di depan rumah Desta. Ia mematikan mesin dan turun dengan langkah santai. Belum sempat mengetuk pintu, bel yang ditekan lebih dulu menghasilkan kejutan kecil. Pintu terbuka, dan sosok perempuan cantik muncul di depannya. Rambut pirangnya terlihat messy tapi tetap memikat, seperti baru bangun tidur setelah malam yang panjang.
"Vincent?" sapanya dengan aksen Inggris yang khas, matanya menatap penuh tanya.
“Iya. Desta ada?” tanya Vincent dengan nada datar, menahan senyum kecil. Sudah bukan hal aneh lagi kalau sahabatnya ini sering membawa "tamu spesial" ke rumahnya.
Belum sempat si perempuan menjawab, Desta muncul dari belakang dengan ekspresi super santai. Kemeja putihnya masih menyisakan satu kancing terbuka, dan wangi cologne yang baru disemprot memenuhi udara.
"Bro!" Desta langsung menyapa dengan ceria sambil merangkul bahu Grace.
Vincent hanya mengangkat alis, diam-diam menikmati pemandangan yang cukup menghibur. Perempuan yang ternyata bernama Grace itu mulai berbicara dalam bahasa Inggris yang cepat, sementara Desta membalas dengan senyum lebar. Dan tiba-tiba...
Mereka berciuman.
Lama.
Vincent mengalihkan pandangannya ke arah jalanan, mencoba mencari sesuatu yang lebih menarik daripada aksi romantis—atau apapun itu—di depannya.
“Ya ampun, Desta,” gumamnya lirih sambil mengusap tengkuk.
Setelah adegan pamit ala film luar negeri itu selesai, Desta masuk ke dalam mobil Vincent dengan semangat seperti anak kecil yang baru saja dapat mainan baru.
"Siapa lagi, Des?" tanya Vincent sambil mulai menyetir.
“Grace,” jawab Desta singkat, lalu menyeringai lebar. “Baru tadi malam ketemu.”
“Pulang dari bar?” Vincent langsung menebak dengan nada malas.
“Exactly!” Desta menjentikkan jari sambil tertawa. “Dan lo harus tahu, dia itu cewek yang ... ugh, so hot! Liar banget, Bro! Kali ini gue yang kewalahan. Hahaha!”
Vincent hanya memutar bola matanya, terlalu terbiasa dengan cerita Desta yang selalu lebih detail dari yang dia butuhkan.
“Udah, udah,” potong Vincent, mengarahkan fokus ke jalan. “Kita ngomongin yang lain aja. Gue mau cerita, tapi nanti pas udah di resto, biar nggak kepotong.”
“Fine, fine,” Desta mengangkat tangan seperti menyerah. Tapi sebelum diam sepenuhnya, dia menyeringai kecil. “Eh, ngomong-ngomong, gue ada info buat lo.”
“Soal apa?” tanya Vincent, melirik sekilas ke arah Desta yang sekarang terlihat serius.
“Cewek yang namanya Valeska itu.”
Mendengar nama itu, Vincent langsung mengerutkan kening. “Kenapa sama dia?”
Desta tersenyum penuh arti, senyum yang bikin Vincent tahu ini nggak akan jadi kabar biasa. “Gue tau latar belakang tuh cewek.”
Vincent terdiam, alisnya naik. Namun Desta nggak berkata apa-apa lagi, hanya memberikan senyum sinis yang bikin penasaran
***