"Thank you for patiently putting up with my moods, and being mature as you remind me to be the same. I know that I'm not easy to understand, and as complex as they come. I act childishly and immaturely when I don't get what I want, and it get unbearable. Yet, you choose to gently and patiently chastise me and correct me. And even when I fight you and get mad at you, you take it with no offense, both gradually and maturely."
~Celia
Pertemuan Celia dan Elvan awalnya hanya kebetulan, tapi lambat laun semakin dekat dan menyukai satu sama lain. Disaat keduanya sepakat untuk menjalin hubungan. Tiba-tiba keduanya dihadapkan dengan perjodohan yang telah diatur oleh keluarga mereka masing-masing.
Kira-kira bagaimana akhir kisah mereka? Apakah mereka akan berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 24 Penolakan Kakek
..."I love being yours and knowing that you're mine." ~Celia...
Elvan pergi ke lantai dua, dan berjalan ke kamarnya untuk berganti pakaian. Dia menatap setelan jas yang sudah di siapkan oleh Celia lalu memakainya. Elvan melihat ke cermin, dia merasa canggung dan aneh dengan penampilannya. Sebelum Elvan merasa percaya diri, Elvan menerima pesan dari Celia.
[Apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa lama sekali? Cepat turun! Kita berangkat sekarang.]
Elvan mengabaikan pesan Celia, dia masih menatap pantulan dirinya di cermin.
Celia datang menghampiri Elvan. Ini adalah pertama kalinya Celia melihat Elvan mengenakan jas. Mata Celia membelalak kaget saat melihat penampilan Elvan yang gagah. Setelan jas itu menonjolkan bahu lebar dan fitur pahatannya, membuatnya tampak seperti orang yang benar-benar berbeda. "Wow, you... You look amazing," Celia tergagap, mencoba menenangkan diri.
Elvan terkekeh dan membetulkan dasinya, terlihat agak minder, “Really?"
Celia mengangguk.
"Aku tidak pernah berdandan seperti ini, tapi menurutku upaya yang dilakukan untuk malam ini layak dilakukan," jelas Elvan.
Celia tersenyum, matanya berbinar penuh minat.
"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?" ucap Elvan sambil mengulurkan lengan pada Celia.
Mata Celia berbinar sambil meraih lengan Elvan. "Kamu sangat misterius malam ini," godanya.
Elvan terkekeh dan membawanya keluar kamar. Saat mereka berjalan, Celia tidak bisa untuk tidak memperhatikan bagaimana penampilan Elvan. Dia belum pernah melihat Elvan berdandan sebelumnya, dan ternyata Elvan sangat tampan dengan balutan jas.
Mereka tiba di sebuah restoran mewah, dan Elvan membawa Celia masuk. Ruangan itu dipenuhi suara musik lembut dan aroma makanan yang lezat. Elvan menoleh ke arah Celia, Celia tersenyum dan menatap Elvan. Elvan menarik kursi untuknya. "Aku harap kamu menyukainya, malam ini akan menjadi malam spesial untuk kita," ucap Elvan.
Setelah mereka duduk, seorang pelayan mendekati meja mereka, membawa buku menu dan sebotol anggur.
“Selamat malam, selamat datang di Chez Pierre,” sapanya sambil tersenyum. "Aku akan menjadi pelayanmu malam ini. Bolehkah aku mulai dengan menawarimu segelas anggur?"
Elvan mengangguk dan mengambil botol anggur dari pelayan. “Aku akan menuangkannya,” ucap Elvan sambil mengisi gelas Celia dengan anggur merah. Saat mereka hendak memesan, sebuah suara familiar terdengar dari seberang ruangan.
"Celia!" Celia menoleh kearah sumber suara dan melihat kakeknya, yang berjalan menuju meja mereka.
"Kakek!" seru Celia sambil berdiri untuk memeluk kakeknya. Kakeknya tersenyum dan mencium pipi Celia.
Kakek Celia menatap Elvan dengan tatapan dingin. “Jadi, kaulah yang selama ini menghabiskan waktu bersama cucuku?" ucap kakek dengan suara tegas.
Elvan berdiri, tersenyum dan hendak menyalami kakek. "Ya, Tuan. Senang bertemu dengan Anda," ucap Elvan.
Namun kakek Celia hanya mengangguk singkat. "Aku harap aku bisa mengatakan hal yang sama," ucap kakek, matanya menyipit menatap Elvan.
Lalu menoleh kearah Celia dan berkata, “Celia, kakek tidak tahu kalau kamu sedang berkencan dengan seseorang.”
Celia tahu maksud ucapan kakeknya. “Kakek, aku bisa menjaga diriku sendiri. Dan aku sangat menyukai Elvan," ujar Celia.
Tapi kakeknya menggelengkan kepalanya. "Kakek tidak ingin kamu terluka, Celia. Dan menurut kakek, dia tidak baik untukmu," ucap kakek sambil menunjuk Elvan.
Wajah Elvan menunduk, dia menatap Celia dengan ragu. Celia merasa kasihan pada Elvan. "Kakek, tolong beri Elvan kesempatan. Kakek bahkan tidak mengenal Elvan."
Namun kakeknya hanya menggelengkan kepalanya. "Kakek tidak perlu mengenalnya, kakek bisa melihat cara dia menatapmu, dan kakek tidak menyukainya."
Celia merasa frustrasi. Kakeknya bersikap tidak adil, dan dia tahu itu. “Kakek, itu tidak adil,” ucap Celia. Celia berusaha untuk tetap tenang. "Kakek menilai Elvan tanpa mengenalnya."
Ekspresi kakeknya tidak berubah. “Kakek hanya berusaha melindungimu, Celia. Kamu adalah satu-satunya cucu kakek, dan kakek menginginkan yang terbaik untukmu.”
Elvan angkat bicara, suaranya tenang dan penuh hormat. "Tuan, saya memahami kekhawatiran Anda. Tetapi saya yakinkan Anda, niat saya murni. Saya sangat peduli pada Celia, dan saya tidak akan pernah melakukan apa pun yang menyakitinya.”
Kakek menatap Elvan dengan ragu. “Kita lihat saja nanti,” ujarnya. Suasana di meja menjadi tegang, dan Celia merasa tidak nyaman. Dia tidak tahu harus berkata apa untuk meredakan ketegangan. Beruntungnya, pelayan datang membawa makanan mereka.
"Ini pesanan kalian, selamat makan," ucapnya sambil meletakkan piring-piring di depan mereka.
Celia tersenyum sopan, tapi dia sedang tidak ingin makan. Ketegangan di meja terlihat jelas, dan dia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.
Tangan Elvan sedikit gemetar saat dia mengambil garpunya. Dia berusaha bersikap tenang, tapi ketidaksetujuan kakek Celia membuatnya takut. Dia melirik ke arah Celia, yang sedang menatapnya dengan prihatin.
Celia mencoba meyakinkannya dengan senyuman, tapi itu terasa dipaksakan. Kakek Celia masih menatapnya dengan tatapan tidak setuju. Elvan merasa seperti berada di bawah mikroskop. Dia tahu dia harus memberikan kesan yang baik, tapi itu sulit ketika dia merasa sangat gugup.
Elvan menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk tenang. "Aku bisa melewati ini," batin Elvan pada dirinya sendiri. Dia hanya harus percaya diri dan menunjukkan kepada kakek Celia bahwa dia adalah orang baik. Namun saat dia melihat ke arah kakek Celia, dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa dia sedang dalam masalah.
Kakek menatap Elvan dengan ekspresi serius. "Jadi, apa pekerjaanmu?" Kakek bertanya.
Elvan ragu-ragu sejenak sebelum menjawab. Tapi akhirnya dia memberanikan diri untuk menjawab, "Saya seorang DJ, Tuan," jawab Elvan.
“Seorang DJ?” Kakek memastikan. Elvan menjawab dengan anggukan kepala.
"Itu bukan pekerjaan sungguhan, kan?" kakek bertanya lagi.
“Sebenarnya Pak, menjadi DJ itu banyak kerja kerasnya,” ucap Elvan. Elvan mencoba membela diri.
“Saya harus menciptakan set, melatih transisi saya, dan tampil di depan orang banyak," jelas Elvan.
Tapi Kakek hanya menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu itu. Tapi menurutku menjadi DJ bukanlah karier yang stabil atau terhormat," ucap Kakek.
Elvan merasakan sengatan dari kata-kata Kakek. Dia tahu bahwa menjadi DJ bukan pekerjaan yang menjanjikan untuk semua orang, tapi dia telah bekerja keras untuk membangun karier yang sukses.
“Kakek, Elvan sangat berbakat dan bekerja keras dalam apa yang dia lakukan," ucap Celia. Celia mencoba membela Elvan.
Tapi Kakek hanya menghela nafas. “Kakek hanya mengkhawatirkan masa depanmu, Celia. Kakek ingin kamu bersama seseorang yang bisa menafkahimu dan memberimu kehidupan yang stabil."
Elvan menundukkan kepalanya. Dia tahu bahwa dia mungkin bukan tipe pria yang diinginkan Kakek untuk Celia, tapi dia berharap dia bisa membuktikan dirinya layak mendapatkan cinta Celia.
Kata-kata Kakek terngiang ditelinga Elvan, dan Elvan bisa merasakan beban ketidaksetujuannya. Dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk mengubah pikiran Kakek, tapi dia tidak tahu apa.
Celia, merasakan ketegangan Elvan, dia mengulurkan tangannya dan meraih tangan Elvan.
"Kakek, tolong jangan terlalu keras pada Elvan. Dia orang yang hebat, dan dia membuatku sangat bahagia," ucap Celia.
Kakek menatap Celia, ekspresinya sedikit melembut. “Kakek, hanya ingin yang terbaik untukmu, Celia. Dan kakek tidak yakin kalau dia bisa memberi kehidupan yang layak."
Elvan membulatkan tekadnya. Dia akan membuktikan kepada Kakek bahwa dia layak mendapatkan cinta Celia, apa pun yang terjadi.
"Tuan, jika saya boleh, saya ingin mengatakan sesuatu," ucap Elvan, suaranya tegas. “Saya tahu bahwa saya mungkin tidak memiliki pekerjaan yang mapan, tetapi saya seorang pekerja keras dan saya berdedikasi untuk membuat Celia bahagia.”
Kakek beranjak dari tempat duduk, menyipitkan matanya, dan menatap Elvan, ekspresinya masih tidak terbaca.
semangat yaaa kak nulisnya ✨
Mampir juga di karya aku “two times one love”