Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan.
Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tertangkap Basah
Rama selesai dengan baju-bajunya. Dia sudah merapikan semuanya ke dalam lemari. Melirik jam di meja belajarnya, Rama terkejut. Karena tumpukan beberapa kotak bekas dulu di pesantren, Rama jadi membuka-buka lagi kenangan-kenangannya dulu. Sampai tidak terasa, waktu berlalu dan sudah jam satu dini hari.
Susunan kamarnya sudah sedikit berubah sejak dia pergi meninggalkannya dulu. Sudah tidak ada lagi sprei gambar batman. Tempat tidurnya juga sudah diganti dengan model yang lebih minimalis dan sudah terpasang sprei biru navy polos. Lemari besar yang menempel di dinding itu menyimpan banyak barangnya.
Mainan-mainan saat kecilnya dulu, barang-barang yang ia pulangkan dari kostan, sisa-sisa barang dari pesantrennya, juga beberapa benda koleksi, dan benda kenangan yang masih disimpan dengan baik.
Seperti sepasang sepatu hitam yang sudah tidak muat lagi di kakinya sekarang. Hadiah dari Mama saat kenaikan kelas empat waktu itu. Sepatu yang tidak sempat dipakainya untuk sekolah. Karena ia libur selama dua bulan.
Bibirnya melengkung senyum. Senyum pahit.
Tangannya menutup lemari dan berbalik. Menatap meja belajar yang sudah selesai dibereskan. Setelah itu ia mengambil karton-karton bekas, menumpuknya, dan membawa keluar kamar. Rama membawanya ke gudang belakang. Menumpuknya dengan semua karton-karton bekas juga koran-koran bekas yang sudah dibereskan Bu Asih.
Rumah sudah sepi. Sudah lewat dari tengah malam. Rama kembali merasakan kehampaan itu. Kehampaan yang dulu sekali membuatnya memutuskan untuk memilih pergi dari rumah juga. inginnya mengikuti Rosa. Tapi tidak bisa dia lakukan.
Rama berbelok ke dapur untuk mengambil minum. Lalu berjalan kembali menuju kamarnya, tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara Rosa berteriak. Dia berlari lalu membuka pintu kamar Rosa. Ruangan kamarnya gelap. Tangannya mencari saklar lampu di tembok dan menekan tombolnya. Barulah dia bisa melihatnya, Rosa yang sedang duduk bergelung dalam selimut sambil memeluk lututnya.
Rama mendekatinya pelan. Dia bisa melihat badan Rosa yang gemetar. Diulurkan tangannya menyentuh pundak Rosa. Kemudian kaget karena gadis itu ternyata sedang menangis. Matanya yang ketakutan berubah kaget karena melihat Rama di sana. Tapi sesaat kemudian langsung memalingkan muka.
Rama segera tahu. Rosa bermimpi. Pasti mimpi buruk karena adiknya itu terihat kacau.
“Kamu gak papa?” tanyanya hati-hati.
Rosa masih gemetar dengan rambut kepangnya yang berantakan. Tangan rampingnya masih menepuk pundak dan mengatur napas.
Tangan Rama terulur merapikan rambut Rosa sambil mengelus kepalanya berlahan. Air mata Rosa masih mengalir. Tapi tidak ada kemarahan dalam matanya sekarang. Rama hanya melihat gadis yang tidak berdaya itu mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Rosa kembali membenamkan wajah di selimutnya.
Rama duduk di tepi tempat tidur Rosa kemudian memeluknya.
“Maafin aku,” bisiknya jelas.
Rosa tidak menepis pelukan Rama. Dia hanya diam. Kemudian menangis lebih keras.
“Gak apa-apa. Nangis aja, ada aku disini,” katanya lembut. Mencoba menenangkan Rosa. Tangannya masih mengelus kepala adiknya.
Ada yang menusuk ke dalam hatinya yang menganga saat melihat keadaan Rosa. Adiknya itu mungkin terlihat sangat tegar dengan tatapan marahnya tiap kali mereka bertemu mata. Tapi jauh, jauh di dalam sana, Rama tahu dia sangat rapuh.
Rama hampir saja ikut menangis. Tapi ditahannya perasaan itu. Dia tidak mau menangis di depan Rosa. Dia harus kuat di hadapannya. Dia harus bisa diandalkan di saat-saat seperti ini.
Jadi yang bisa dia lakukan hanya terus mengelus kepala Rosa kemudian sesekali menepuk pelan punggungnya.
-o0o-
Papa juga mendengar suara Rosa. Beliau berlari keluar kamar kemudian mendapati anak lelakinya sudah lebih dulu menenangkan putrinya. Melihat Rama yang dengan sabar membuat Rosa berhenti menangis, Papa hanya berdiri di ambang pintu.
Ada setitik rasa bersalah pada hatinya karena sudah memisahkan kedua kakak adik itu selama ini. Tapi papa sama tidak berdayanya dengan pilihan kedua anaknya itu.
Begitu Rosa menghentikan tangisnya, Papa berjalan keluar kamar. Mengambil segelas air hangat. Saat kembali ke kamar Rosa, Papa melihat Rama masih duduk memegangi sekotak tisu untuk Rosa yang sedang membereskan rambutnya. Rosa mengambil beberapa lembar kemudian mengelap air mata dari sudut matanya. Dia kemudian mengambil tisu lagi dan mengelap wajahnya.
“Pada ngapain sih di kamar aku? Udah dibilangin jangan masuk kamar orang sembarangan!” kata Rosa. Dia berusaha agar suaranya terdengar ketus dibalik sisa isakannya.
Papa tersenyum, “Minumlah dulu,” katanya sambil memberikan gelas kepada Rosa. Ditatapnya wajah Rosa yang cemberut dengan hidung merah, matanya sembab, dan bibirnya kering. Papa menarik napas sambil masih tersenyum, tidak mau membuat Rosa merasa jengah.
Rosa menerima gelasnya kemudian menghabiskan isinya.
Rama tersenyum pada Papa. Mereka sudah banyak ngobrol saat makan malam tadi.
“Sudah lebih baik sekarang?” tanya Papa. Berlutut di pinggir tempat tidur.
Rosa memberikan kembali gelas kosongnya, kemudian mengangguk. “Aku mau tidur lagi,” katanya kemudian, “tolong keluar sekarang,” lanjutnya kemudian.
“Aku dan Papa bisa nemenin kalau kamu takut tidur sendiri,” kata Rama.
Papa tersenyum lagi kemudian mengangguk.
Rosa menatap kedua laki-laki di kamarnya itu dengan alis berkerut. “Gak ada nemenin. Udah sana keluar! Papa juga,” jawab Rosa mengalihkan matanya dari menatap keduanya.
Rama tersenyum, “Baiklah, Tuan Putri. Tidur yang nyenyak,” dia berjalan keluar lebih dulu.
Papa berdiri dan menyusul di belakang Rama setelah mengusap kepala Rosa. “Masih malem, tidur lagi ya,” katanya.
Rosa hanya mengangguk. Dia melompat turun dari tempat tidurnya saat kedua lelaki itu berlalu dari kamarnya dan langsung mengunci pintu.
Papa dan Rama yang masih di depan pintu kamar Rosa langsung saling pandang dan tersenyum melihat pintu yang terkunci. “Sudah beres semua, Rama?” tanya Papa. Mereka berdua berjalan menuju sofa ruang keluarga. Lalu duduk disana.
“Udah, Pa, aku baru balik dari belakang waktu denger Rosa, jadi aku langsung lari. Aku kira ada sesuatu,” jawab Rama.
Papa mengangguk, “Papa juga denger,” katanya. “Mimpi?” tanya Papa kemudian.
“Kayaknya, Pa.”
Keduanya terdiam.
“Kayaknya Rosa sering gitu, pas tadi aku masuk Rosa lagi nepuk pundaknya sambil ngatur napas,” tambah Rama.
Kemudian keduanya terdiam lagi. Tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Papa yang berkata duluan, “Sudah malam, tidurlah,” katanya.
Rama mengangguk, “Aku masuk kamar dulu, Pa,” katanya pamit. Kemudian melangkah masuk kamarnya.
Papa menarik napas panjang. Apakah Rosa butuh dokter? pikirnya.
Kemudian Papa tersadar. Bukan hanya Rosa. Rama juga sama kacaunya dengan putrinya. Kedua anaknya sudah melalui hidup yang berat.
-o0o-
Rosa tidak bisa tidur lagi. Dia hanya diam memandangi langit-langit kamar. Biasanya dia hanya sendiri mengatasi mimpi buruknya. Dia tidak mau nenek tahu tentang gangguan tidurnya. Dia harus sangat bahagia di depan nenek. Jadi dia hanya akan pindah tempat dan meneruskan tidur dengan Nenek dan tidak perlu menjelaskan apapun.
Tapi dia langsung ketahuan saat baru tiba disini.
Tapi kemudian dia bersyukur. Malam ini dia tidak ketakutan sendirian.
-o0o-
Rama menutup pintu kemudian mematung. Kakinya seketika lemas, dia terduduk di belakang pintu. Bahunya berguncang. Sekuat tenaga dia menahan agar air matanya tidak jatuh. Tapi bulir bening itu menetes ke pangkuannya.
Dia menangis. Mengingat Mama.
-o0o-