DASAR MANDUL!
6 tahun sudah, Hanabi Lyxia harus mendengarkan kalimat tak menyenangkan itu dikarenakan ia belum bisa memberikan keturunan.
Kalimat sumbang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Meskipun begitu, Hana merasa beruntung karena ia memiliki suami yang selalu dapat menenangkan hatinya. Setia, lembut bertutur kata dan siap membela saat ia di bully mertuanya.
Namun, siapa sangka? Ombak besar tiba-tiba menerjang biduk rumah tangga nya. Membuat Hana harus melewati seluruh tekanan dengan air mata.
Hana berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya yang kerap dikatai mandul.
Dapatkah wanita itu membuktikan bahwa ia bukanlah seorang wanita mandul?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM3
"Ayah selingkuh, Bu. -- Dengan Tante Kemala, sahabat Ibu," ungkap Hana.
Perkataan Hanabi terasa bagai petir di siang bolong bagi Paramitha. Wanita baya itu pelan mengurut dada nya yang terasa nyeri.
Dengan hati-hati Hana menjelaskan, bahwa Fatur dan Kemala sudah menjalin hubungan dua tahun lama nya. Gadis itu pun baru-baru ini mendapatkan informasi tersebut.
Kemala, janda beranak satu itu, merupakan sahabat baik Paramitha. Tak disangka, ternyata wanita itu menjadi duri dalam rumah tangganya.
Paramitha mendengarkan dengan baik setiap informasi yang diberikan Hana. Meskipun hatinya memanas, tapi, ia berusaha tenang.
Di hari yang sama, Paramitha mendatangi rumah kontrakan sahabatnya itu. Pintu kontrakan Kemala di tendang kasar, wanita baya nan anggun itu seketika menjadi bar-bar saat melihat sepatu seseorang yang sangat ia kenal, sepatu pemberian nya untuk Fatur.
"Keluar kalian pasangan zinah ...!" Jerit Paramitha sambil menendang pintu, wanita baya itu melontarkan segala kata-kata kasar.
Kemala yang sudah tak tahan mendengar segala caci maki dari Paramitha, akhirnya membuka pintu juga.
Dada Paramitha sangat sesak, Fatur berdiri di ambang pintu dengan posisi memperbaiki resleting nya.
Suasana semakin tegang, Hana berusaha menenangkan sang ibu. Paramitha tak menggubris, ia menyerang bagai singa menerkam mangsa. Tubuh Kemala sampai terlentang terlungkup dibuatnya.
Sampai akhirnya, tubuh Paramitha tiba-tiba tersungkur. Tangan wanita baya itu mencengkram dadanya yang terasa nyaris meledak. Situasi menjadi tak terkendali, Hana panik setengah mati. Bulir-bulir bening menggenang di pelupuk mata Hana.
Paramitha dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dokter berusaha menolongnya semaksimal mungkin. Namun, nasib berkata lain, nyawanya tak dapat tertolong.
Senja itu, merupakan senja tergelap dengan rintik hujan dan cahaya kilat. Senja penuh duka, dalam kehidupan Hanabi.
"Ibu ...!" jerit Hanabi dengan keringat bercucuran.
Napas Hana naik turun, wanita itu berusaha menenangkan diri. Jemari yang bergetar, ia kepal erat.
Setelah sedikit tenang, kening Hana seketika berkerut.
"Aku di mana?" Hana terlihat bingung saat melihat ruangan yang tampak begitu asing.
Bola mata hazel itu menyipit dan mengedarkan pandangan.
Beberapa saat kemudian, pria bertubuh atletis masuk ke ruangan tersebut. Bola mata Hana nyaris melompat.
"Gavriil?!" pekik Hana.
Pria tampan itu tersentak.
"Udah bangun? -- Lo di rumah gue." Gavriil mengulas senyuman tipis.
Alih-alih menjawab, Hana lekas melihat pakaiannya. Mata Hazel itu nyaris copot, pakaian yang ia kenakan kini, berbeda dari pakaian sebelum ia pingsan. Hana mendelik, menatap tajam dan hendak mengamuk.
"Wop wop santaaaai, Monica yang nuker pakaian lo. Baju lo basah kuyup," jelas Gavriil sebelum Hana ngamuk.
Hanabi menghembuskan nafas lega. "Monica di sini?"
Gavriil mengangguk. "Tapi udah pulang."
Pria itu berdiri membelakangi Hana. Entah apa yang ia cari, dari tadi sibuk membongkar isi laci nakas di kamar itu.
'Monica di sini? Apa mereka berkencan? -- Eh tunggu tunggu, kenapa aku bisa di sini?' batin Hana penasaran.
"Lo pingsan tadi, kebetulan gue melintas. Ya gue bawa aja lo kemari, gak mungkin kan gue bawa lo ke rumah yang lo kunjungi tadi? Apalagi ke rumah Damar, tambah gak mungkin." Jelas Gavriil tiba-tiba, seolah mengetahui pertanyaan yang ada di benak Hana.
Padahal yang sebenarnya terjadi, Gavriil, David dan Monica mengikuti Hana secara diam-diam ke rumah keluarganya. Mereka siaga, takut terjadi hal-hal tak terduga.
Drrt!
Drrttt!
Hana menoleh pada benda pipih yang bergetar di atas meja dan lekas menyambar nya, ponsel boba tiga itu masih sedikit basah. Hana mengerjap, melihat tujuh belas panggilan tak terjawab dari suaminya.
"Gav, tolong antarin gue pulang."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Hay, wanita yang tak punya anak, aku lapar. Mana makanan nya?" Jumiah menatap Hana yang sedang sibuk di dapur, dengan senyuman mengejek.
Hana menghela napas berat, kalimat yang Jumiah lontarkan sungguh menyakiti hatinya. Namun, dari pada ucapan ibu mertua, ada hal yang lebih menyakiti Hana. Pagi ini, Damar sedikitpun tidak membela dirinya yang tengah direndahkan. Dada Hana seketika terasa sesak.
"Sedang disiapkan, Bu. Sabar," sahut Hana.
Pagi ini, suasana memang tak seperti biasa. Damar lebih banyak diam semenjak Hana terlambat pulang tadi malam. Tentu saja hal ini membuat Hana merasa gelisah, meskipun ia tak melakukan kesalahan apapun.
"Kopi atau teh, Mas?" tanya Hana pada Damar.
"Terserah," jawab Damar datar.
Meskipun kalimat Damar tak enak di dengar, Hana berusaha tersenyum hangat seperti biasa. Wanita itu gesit menyajikan beranekaragam menu di atas meja makan. Mereka bertiga makan dengan lahap.
"Kapan Ibu pulang ke rumah Mbak Dinar?" tanya Damar.
"Kenapa? Gak boleh ibu lama-lama di sini?" Jumiah menyipitkan matanya.
Sudah satu minggu Jumiah menginap di rumah Damar dan Hana, ibu dua anak itu memang sering menginap. Jumiah aslinya tinggal bersama Dinar, kakak Damar yang seorang janda tanpa anak. Tempat tinggal Dinar hanya berjarak 1KM saja dari rumah Damar.
"Bukan begitu, aku cuma nanya. Ibu nih kebiasaan, sensian," cibir Damar.
Jumiah menjeling sinis. "Nanti lah, tunggu masalah kamu kelar."
"Uhuk ...!" Damar tersedak makanannya, lekas pria itu menyambar segelas air, lalu meneguknya.
Pria itu sedikit gelisah, Jumiah berusaha menenangkan Damar melalui tatapan matanya.
Jumiah melirik sinis pada Hana yang tengah mengunyah. "Hey, Mandul."
Ucapan Jumiah membuat mulut Hana berhenti mengunyah. Hana menelan paksa makanan dalam mulutnya yang masih terasa serat.
"Aku tak mandul, Bu." Hana menurunkan kedua tangannya ke bawah meja.
"Halah, itu terus jawabanmu! -- Ndul, dengar baik-baik ucapanku, aku mau menyampaikan hal penting. -- Besok, Damar akan menikah lagi, ku harap kau berlapang dada dan tak membuat masalah!" jelas Jumiah.
Hana merasa kepalanya baru saja dihantam palu godam. Wanita itu menepuk-nepuk gendang telinganya yang mendadak berdenging, memastikan bahwa ia sedang tidak salah dengar.
Hana menatap Damar tajam, meminta penjelasan. Namun, Damar sedikitpun enggan meliriknya, pria itu sedikit merasa bersalah.
"Apa aku tidak salah dengar, Bu? Ibu, bercanda kan?" tanya Hana gelisah.
"Sudah mandul, bodoh pula! Ngapain juga aku bercanda sama wanita bodoh sepertimu? -- Ucapanku serius, Damar akan menikah lagi." Jumiah meletakkan sendok dalam genggaman nya ke atas meja, lalu menyambar segelas air dan meneguknya hingga kandas.
"Kenapa, Bu? Kenapa?" Hana berusaha menahan tangis, suaranya mulai bergetar.
"Kenapa? Haduh, bodoh banget sih kamu ini, Han? -- Ya karena kamu mandul lah ... gitu aja pake nanya segala!" sinis Jumiah.
"Aku tidak mandul, bu! AKU TAK MANDUL ...!" Suara Hana menggelegar, membuat Jumiah dan Damar tersentak.
"Aku tak mandul, Bu ...." Air mata Hana akhirnya menetes. Kepalanya tertunduk.
Damar hendak berdiri, menenangkan sang istri. Namun, Jumiah mencekal pergelangan tangannya, kepala wanita baya itu menggeleng.
"Kau jelas mandul, Hana. Terimalah fakta itu, Damar akan menjadi seorang Ayah," papar Jumiah.
Hana mendongak, matanya basah. "Maksud Ibu apa?"
Jumiah memutar malas bola matanya, menatap Hana jengah.
"Kekasih Damar hamil, sudah tiga bulan."
"K-kekasih?!"
Hana melemparkan tatapan tajam pada Damar, pria itu menundukkan kepala saat netra mereka beradu pandang.
"Kau berselingkuh dariku, Mas?!" suara Hana tercekat di tenggorokan. "Siapa? Siapa wanita itu, Mas?"
Damar mengatup mulutnya rapat-rapat.
"Aku tak mandul, Mas. Dan kau paling tau itu, bisa-bisanya kau berpaling," suara dan ekspresi Hana begitu dingin dan tajam, seperti serpihan es.
"Sudahlah, Hana. Kau harusnya bersyukur, Damar tidak menceraikan wanita mandul sepertimu." Ucapan Jumiah semakin membuat Hana sakit.
Hana berdiri, mata basah itu menatap sengit pada Jumiah.
"Aku tidak mandul, aku akan membuktikan ucapanku ini padamu, Bu. Begitu aku berhasil membuktikan ucapanku ini, aku sendirilah yang akan menceraikan putramu."
Ucapan Hana membuat Damar tersentak. Meskipun ia yakin Hana tak akan bisa membuktikan ucapannya, tetap saja pria itu merasa gelisah. Perceraian tak pernah ada dalam pikiran nya. Meskipun berselingkuh, Damar tau bahwa ia sangat amat mencintai Hana.
"Yank, tenanglah, ini demi kebaikan kita." Damar berusaha menenangkan dengan kalimat yang tak masuk akal.
"Kebaikan kamu lebih tepatnya." Hana hendak melangkahkan kakinya, ia ingin segera meninggalkan ruangan itu.
Namun, belum sempat kakinya melangkah, Jumiah sudah mencekal tangannya.
"Jangan kemana-mana, duduk di sini. Ibu mau buka pintu, ada tamu." Jumiah memaksa Hana untuk kembali duduk.
"Aku tidak punya urusan apapun dengan tamu Ibu," Hana kesal.
"Tentu saja ada, apa kamu tidak ingin melihat calon madu mu?" Jumiah tersenyum lebar, Hana terhenyak.
Ibu mertua Hana lekas membukakan pintu yang sejak tadi di ketuk. Wanita dengan dress merah muda masuk dan mencium punggung tangannya dengan takzim.
Jumiah membawa wanita itu ke ruangan makan.
Damar mengulas senyuman tipis saat menatap calon istrinya. Sedangkan Hana, wanita itu mendelik, tangannya gemetar luar biasa. Ia benar-benar tak menyangka saat melihat calon madu nya.
"K-kau??"
*
*
*
Tebak-tebakan yuk, menurut kalian Damar selingkuh sama siapa? 👀