NovelToon NovelToon
Om, Kawin Yuk!

Om, Kawin Yuk!

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Psikopat itu cintaku
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: YPS

Luna merupakan anak pertama Raihan Wicaksono yang berusia 23 tahun, dia bekerja pada di kantor swasta sebagai kepala divisi penjualan. Meskipun ayahnya adalah seorang Ahli Bioteknologi dia sama sekali tidak mewarisi bidang pekerjaan ayahnya.

Luna berkhayal bahwa dia ingin mempunyai suami yang di dapat dari rekanan ayahnya seperti kebanyakan film yang dia tonton, sampai pada akhirnya dia ikut ayahnya bekerja dan bertemulah Luna dengan Renzo anak dari rekan bisnis ayahnya. Usia mereka terpaut lebih dari 10 tahun, Luna langsung jatuh hati begitu melihat Renzo. Tapi tidak pada Renzo, dia sama sekali tidak tertarik pada Luna.

"Itu peringatan terakhirku, jika setelah ini kamu tetap keras kepala mendekatiku maka aku tidak akan menghentikannya. Aku akan membawa kamu masuk ke dalam hidupku dan kamu tidak akan bisa keluar lagi," ancaman dari Renzo.

Cegil satu ini nggak bisa di lawan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3

Langit yang di hiasi bintang-bintang rasanya lebih cerah dari biasanya. Sebuah ballroom megah yang ada di dekat kantor Biotech sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Mereka datang untuk merayakan pencapaian besar: Peresmian apotek sekaligus laboratorium penelitian yang menjadi tonggak kerjasama antara Raihan dan Adrian.

Di tengah kerumunan tamu yang mengenakan pakaian formal, Luna berjalan dengan anggun. Gaun merah tua dan rambut yang terurai panjang menonjolkan kecantikannya. Ia menggandeng lengan ayahnya yang terlihat bangga malam itu.

"Aku masih tidak percaya kalau akhirnya proyek ini terlaksana juga, bahkan dalam waktu yang singkat," ujar Luna, mencoba memulai percakapan dengan ayahnya.

"Ini baru permulaan, Nak. Apa yang kita kerjakan di sini semoga bisa membantu banyak orang nantinya," jawab Raihan dengan senyuman hangat.

Di sisi ruangan, Renzo berdiri dengan postur tegap di bawah lampu kristal besar. Setelan hitam yang ia kenakan memancarkan aura berwibawa. Ia berbicara dengan beberapa tamu penting, namun sesekali pandangannya jatuh pada Luna.

Ketika Luna menyadari tatapan itu, ia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tersenyum kecil, tetapi Renzo segera mengalihkan pandangannya, kembali ke percakapan seriusnya.

"Sial, malah buang muka!" gumam Luna.

"Apa, Lun?" tanya Raihan sedikit menundukkan kepalanya.

"Nggak, aku nggak ngomong apa-apa." jawab Luna cepat sambil menyembunyikan senyumnya.

"Kayaknya tadi papa dengar kamu ngomong,"

.

Setelah beberapa saat, Adrian naik ke atas panggung untuk memberikan pidato singkat.

"Proyek ini adalah bukti dari apa yang bisa dicapai melalui dedikasi, kepercayaan, dan visi bersama. Saya sangat bangga, terutama pada putra saya, Renzo yang akan mengambil alih tanggung jawab besar sebagai pimpinan perusahaan ini."

Tepuk tangan meriah memenuhi ruangan. Renzo naik ke panggung dengan langkah penuh percaya diri. Luna memandanginya dengan kagum, merasa bahwa pria itu benar-benar cocok menjadi seorang pemimpin.

"Saya berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya," kata Renzo dengan nada dingin namun tegas.

"Visi kami adalah menciptakan inovasi yang berdampak nyata pada kehidupan masyarakat. Semoga ini menjadi langkah awal yang besar."

Saat pidatonya selesai, Adrian memanggil Raihan ke panggung untuk bergabung. "Tanpa Pak Raihan mungkin saya tidak akan pernah berani mengambil sesuatu hal besar yang membanggakan seperti ini."

Kedua pria itu saling berjabat tangan diiringi tepuk tangan tamu. Luna merasa bangga melihat ayahnya berdiri di samping Adrian.

.

Setelah acara resmi berakhir, Luna keluar ke balkon untuk menghirup udara segar. Di sana, ia melihat Renzo sedang memandang kota dengan tatapan kosong, satu tangan memegang gelas anggur.

"Itu dia harimau yang katanya sudah tidur lama tapi sekarang bangun karena aku," cicit Luna sambil berjalan mendekat ke arah Renzo.

"Hai," sapa Luna pelan.

Pria itu menoleh, ekspresinya datar. "Hobimu membuntutiku?"

Luna terkekeh kecil. "Mungkin karena aku merasa nyaman di dekatmu. Bukan nya itu lebih baik?"

Renzo mengangkat alis, tampak seperti tidak percaya. "Nyaman di dekatku?"

Renzo terdiam, memandang Luna lekat-lekat. Untuk pertama kalinya ada sesuatu di matanya yang sulit diartikan, selama ini dia tidak pernah memandang wanita itu cantik namun Luna berhasil mencuri perhatiannya.

"Wanna dance with me?" Luna mengulurkan tangannya lebih dulu untuk di raih oleh Renzo. Tak ada rasa malu lagi bagi Luna untuk merebut perhatian Renzo.

Beberapa saat Renzo hanya terdiam menatap Luna, seperti tidak ingin membuang waktu Luna menarik Renzo masuk ke dalam ruangan menikmati alunan lagu yang ada. Luna berdansa kecil dengan senyuman manis yang merekah di wajahnya.

"Cantik."

Suaranya amat lirih. Namun, Luna menangkap dari gerakan bibir Renzo sehingga dia tahu apa yang di ucapkan pria dingin itu.

Luna mengangkat tangan Renzo dan berputar di bawah tangannya, bak seorang putri raja yang sedang berdansa dengan pangerannya. Tangan Renzo melingkar di pinggang Luna dengan sempurna, para tamu undangan mengakui ketampanan Renzo juga kecantikan Luna.

Adrian dan Raihan menatap anak-anaknya yang terlihat menikmati acara.

"Sepertinya anak-anak kita cocok mereka terlihat serasi," cetus Raihan.

"Iya betul, namun aku mengkhawatirkan Renzo dia sangat dingin pada wanita. Aku belum pernah melihatnya pacaran, aku takut hal itu akan menyakiti Luna. Lihat lah anakmu, Luna, sangat cantik dan anggun," terang Adrian pandangannya masih tertuju pada Luna dan Renzo.

.

Luna tersenyum puas setelah berdansa, tetapi Renzo tetap menunjukkan ekspresi datarnya. Mereka kembali ke balkon, menikmati udara malam yang sejuk. Luna bersandar di tembok balkon memandang kota yang gemerlap.

Renzo memberikan segelas anggur pada Luna.

"Aku tidak menyangka kamu akan menurutiku begitu saja, ya meskipun di sana kamu cuma kayak patung." ujar Luna sambil melirik Renzo yang berdiri tak jauh darinya.

"Aku cuma tidak ingin membuat keributan di tengah acara, lagipula memang aku bisa menolak?" jawab Renzo.

Luna hanya tersenyum kecil, tidak menanggapi apa-apa.

Renzo menghela napas, menatapnya dengan pandangan serius. "Karena aku sudah menurutimu, bisakah kali ini kamu yang akan mengabulkan permintaanku?"

Luna membalas tatapannya. "Apa permintaanmu?"

Renzo mendekat. "Jauhi aku! Jangan mencoba mencari perhatianku, jangan pernah berharap bisa menjadi bagian dari hidupku. Luna, aku sudah memperingatkanmu dua kali, aku harap kamu mengerti kali ini,"

Langkah Renzo menjauh seakan ingin meninggalkan Luna di balkon sendiri.

.

"Karena kamu sudah punya pacar?" teriak Luna nadanya mencoba datar, sebenarnya hatinya sedikit sakit mendengar ucapan dari Renzo.

Renzo memilih diam.

"Kalau bukan karena kamu punya pacar aku tidak akan berhenti mendekatimu!" seru Luna.

Renzo berbalik mendekat ke arah Luna, menundukan kepalanya sedikit. Wajahnya kini hanya beberapa sentimeter dari wajah Luna. "Kalau begitu... biarkan aku memberimu peringatan terakhir."

Sebelum Luna bisa bertanya, Renzo menutup jarak di antara mereka. Bibirnya menyentuh bibir Luna dengan lembut, tetapi hanya sekejap seolah itu adalah rasa ingin tahu yang ia biarkan terjadi.

Ketika Renzo mundur, Luna tertegun pipinya memerah. Pria itu kembali memasang wajah datarnya, meski ada sedikit ekspresi yang sulit di artikan.

Terlihat keringat yang menetes dari pelipis Renzo, padahal seluruh ruangan maupun balkon sangat dingin.

"Itu peringatan terakhirku, jika setelah ini kamu tetap keras kepala mendekatiku maka aku tidak akan menghentikannya. Aku akan membawa kamu masuk ke dalam hidupku dan kamu tidak akan bisa keluar lagi," ujar Renzo datar sebelum ia berbalik meninggalkan balkon.

Walau mencoba dingin dan datar di depan Luna. Namun, ada perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

.

.

Luna memegangi bibirnya setelah di sentuh oleh bibir Renzo. "Peringatan terakhir apa yang menggunakan kecupan bibir?"

"Lunaaaa...!!" teriak Raihan melihat anaknya berdiri sendirian di balkon.

"Pa..."

"Kenapa kamu?" wajah Raihan terlihat sangat khawatir.

Luna masih mematung di sana tanpa berkata apa-apa sembari memegangi bibirnya. Angin di balkon menerbangkan perasaan Luna yang bergejolak.

"Apa yang terjadi, Luna?" Raihan menggoyang-goyangkan pundak Luna.

"Mampus, jangan sampai papa tahu kalau Renzo baru saja merebut ciuman pertamaku," batin Luna.

1
Damar
Keren thor. Aku ngikutin semua novelnya. Sukses selalu
Safura Adhara
bagus menarik cukup bikin penasaran
Safura Adhara
bagus bikin penasaran
Semara Pilu: Aaaa terima kasih, Kak. Semoga lanjut sampai tamat nanti ya 🫶🏻
total 1 replies
Damar
Mantap thor. Lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!