Daren begitu tergila-gila dan rela melakukan apa saja demi wanita yang di cintainya, Tapi cintanya tak terbalas, Sarah yang di cintai Daren hanya mempunyai secuil perasaan padanya, Di malam itu semua terjadi sampai Sarah harus menanggung akibat dari cinta satu malam itu, di sisi lain keduanya mau tidak mau harus menikah dan hidup dalam satu atap. Bagaimana kelanjutan kisah Mereka. akankah Daren bisa kembali menumbuhkan rasa cinta di hatinya untuk Sarah? Dan apakah Sarah bisa mengejar cinta Daren?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata, Semua Terlihat Jelas
Dokter berdiri kikuk di samping ranjang. Menghela napas berat melihat kondisi Pak Anjas yang kini terbaring tak berdaya.
"Ayah, Sarah mohon bangun." Sarah terisak sembari terus menggoyangkan tubuh Pak Anjas.
Fadli dan Diandra ikut menangis, Daren sendiri terlihat berkaca-kaca sembari terus menenangkan Sarah.
"Kami mohon maaf, Kami sudah berusaha sekuat tenaga kami, Kondisi beliau sangat lemah, jika di paksakan untuk mengambil tindakan lebih lanjut pun, saya rasa mustahil dan tadi Pak Anjas mengalami serangan jantung, saya turut berduka."
Dunia seakan runtuh, Sarah sampai tak sadarkan diri, segera Daren membawa Sarah untuk mendapatkan penanganan. Fadli sendiri nampak lebih tegar menerima kenyataan bahwa sang ayah sudah meninggal menyusul mendiang istrinya.
Kabar meninggalnya Pak Anjas sampai di telinga Pak Darwin, niat hati akan datang esok hari terpaksa sore itu bergegas ke Jakarta langsung mendatangi rumah duka.
Hujan gemericik betah mengguyur ibu kota, Sampai esok harinya hujan masih menemani iring-iringan mobil Jenazah menuju peristirahatan terakhir Pak Anjas.
Di samping makan Mendiang Bu Sekar jasad Pak Anjas di kebumikan, Fadli dan Daren berada di liang lahat, Fadli meng azani dengan suara bergetar. Semua proses pemakaman terasa singkat, sang maha kuasa seakan berbalik hati untuk tidak memberi sedikit pun halangan.
Sarah yang di larang datang begitu kekeh dan memohon kepada keluarga untuk bisa datang ke pemakaman, Di ujung makam Sarah bersandar di pundak Jesica. Dekat mereka ada satu sosok pria yang masih saja tampan, Daniel datang seorang diri walaupun di kediamannya tengah riuh karena nanti sore akan di adakan 7 bulanan kehamilan Kinan. Daniel menyempatkan hadir sebagai tanda penghormatan kepada mendiang Pak Anjas.
Diam-diam Daren melirik Sarah dan Daniel, keduanya tak saling sapa, tapi kedatangan Daniel berhasil membuat Daren terbakar api cemburu.
Fadli menutup jasad sang ayah dengan Papan. Terus menahan air mata dan sesaknya sakit di dada. rasa sedih atas kehilangan sang bunda masih belum hilang kini di hantam kepergian sang ayah. Jelas kepulangan nya ke Indonesia sudah menjadi pertanda.
"Fadli akan menjaga Sarah, Fadli janji Yah," Ucap Fadli setelah papan terpasang di sana. Daren yang mendengar ucapan sang Kakak ipar menepuk pundaknya lalu mengangguk untuknya naik karena tanah basah antri turun.
Perlahan tapi pasti, tanah mulai di turunkan, Sarah terisak di dalam pelukan kedua sahabatnya, Pak Darwin terenyuh melihat bagaimana Sarah yang terpukul.
'Anjas, kamu pergi meninggalkan anak mu begitu cepat, maafkan aku, aku benar-benar minta maaf, masa depan anak ku dan anakmu sama berharganya, aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka.'
Pak Darwin berjalan mundur, tak kuasa hanya sekedar menenangkan sang menantu. Hatinya di liput rasa bersalah yang terus menghantui, tapi dalam benaknya terus menyakini bahwa yang sudah terjadi adalah takdir bukan salah siapa pun.
Fadli menarik tangan Sarah untuk mendekat, Keduanya menaburi bunga di gundukan tanah yang basah. dengan bercucuran air mata Sarah terkulai memeluk pusara cinta pertamanya.
Daren menyeka air mata yang baru saja lolos, penuh rasa sedih menarik Sarah untuk ia dekap. "Kuatkan dirimu sayang, Ayah sudah tenang," Bisik Daren.
Pak Darwin meninggalkan pemakaman bersama keluarga Pak Dahlan, di sana juga ada Dokter Vera dan Yasmin.
"Menginap saja di rumah kami Om," Ajak Yasmin antusias.
Pak Dahlan menggelengkan kepala sembari tersenyum. "Tidak sekarang sayang, Om Darwin harus ke rumah Sarah, mungkin lain kali."
Yasmin mengangguk setuju, sebenarnya itu juga hanya basa-basi saja, untuk bisa terlihat baik di mata Pak Darwin, Dalam duka keluarga Sarah, Yasmin masih saja mencari kesempatan.
Sampai siang, Fadli dan Sarah masih berada di pemakaman, keduanya seakan enggan pergi, Terutama Sarah.
"Yank, kita pulang." Ajak Daren.
Sarah yang betah memeluk papan Nisan menggeleng. "Kamu duluan aja."
"Ayo de, sudah mau ujan, kamu harus istirahat." Kali ini Fadli yang membujuk. Sarah kembali menggeleng cepat. Tapi tarikan tangan sang Kakak tidak bisa lagi menahan Sarah untuk tetap tinggal.
Sarah menangis di dalam dekapan Fadli, Daren dan Diandra mengekor di belakang kedua kakak beradik itu.
"Sekarang mereka seperti ku." Seru Dianda lirih.
Daren melirik ke arah Dianda.
"Tidak adanya orang tua seperti hidup tak ada artinya lagi." lanjut Dianda.
Daren hanya mendengarkan, hatinya ikut menangis karena memang dirinya pernah terpuruk dan terjatuh sampai rasanya dunia tak indah lagi. Tapi Daren yakin Sarah bisa bangkit.
Malam harinya, acara tahlilan di gelar. Semua keluarga, kolega, para tetangga memenuhi kediaman Pak Anjas.
Daren dan Fadli sibuk menemani para tamu sedangkan Sarah berdiam diri di dalam kamar. Beruntung Jesica dan Nagita hadir menemani.
Sarah berbaring manja di pangkuan Jesica, Nagita memijat kaki Sarah yang kini berbalut baju tidur, Jesica mengelus kepala Sarah.
"Kamu makan lagi ya? Tadi kata Daren kamu cuma makan sedikit." Nagita bersuara, mengabarkan cerita Daren kalau Sarah makan hanya dua sendok. itupun harus di paksa.
Sarah menggeleng. "Sekarang aku sendirian." Kata Sarah dengan suara bergetar. Air mata jangan lagi di tanya. Sedari tadi terus mengalir seperti tak bisa berhenti.
"Kamu ngomong apa sih? Masih ada Kak Fadli, Kak Diandra, Ada Daren, ada aku, Nagita. Terus sebentar lagi kamu mau punya anak. masih banyak orang yang cinta sama kamu." Terlihat Jesica tak kuasa menahan rasa sedih di hati, melihat bagaimana Sarah yang kini bak mayat hidup.
Sarah bukannya tenang, dirinya malah menangis sejadi-jadinya. Jesica dan Nagita ikut menangis, dalam hal ini keduanya tidak bisa menenangkan Sarah, kehilangan orang yang paling di cintai jelas berat.
"Menangislah, keluarkan semuanya, aku dan Nagita akan tetap nemenin kamu apapun yang terjadi."
Pada akhirnya kamar itu terasa menyedihkan, suara isakan dari ketiganya terus terdengar, Daren yang berniat masuk sampai tak jadi dan kembali pergi.
Pak Darwin yang melihat kepergian Daren ikut menyusul. "Kak?"
Daren berhenti dan menoleh. "Ayah."
"Sarah masih di kamar?" Tanya Pak Darwin.
Daren mengangguk. "Dia sangat terpukul."
Pak Darwin menghela nafas panjang sembari mengangguk. "Ayo kamu ikut ayah, istirahat di kamar bersama ayah, kamu juga keliatan lelah, acara sudah selesai, biar Fadli yang menghandle para tamu."
"Tapi Yah -
"Kamu juga harus istirahat, biarkan Sarah bersama teman-temannya."
Daren akhirnya mengangguk, sejujurnya ingin sekali ke kamar dan menenangkan Sarah tapi mau bagaimana lagi..
Hari terus berlalu, Acara tahlilan berlangsung sampai ke 7 hari, Pak Darwin kembali datang, dirinya pulang ke Bandung setelah tahlilan ke dua. Karena di bandung ada pekerjaan yang tidak bisa di tanggal.
Acara tahlilan ke 7. Sarah nampak lebih ikhlas, matanya masih sedikit sembab. lain dengan Fadli, dirinya terlihat sudah sangat menerima lagi pun ia harus terlihat tegar, tapi demi apapun hati mereka masih sangat berduka, hanya saja dunia terus berputar tidak bisa Terus berlarut-larut dalam kesedihan.
Seperti biasa, Jesica dan Nagita datang menemani, kali ini keduanya tidak menginap, tak enak dengan Daren jika harus menemani Sarah sampai pagi buta..
ketiganya kini ikut serta di lantai bawah bersama keluarga yang lain.
Jesica yang matanya tak sengaja menatap seseorang di ujung pintu tersenyum membuat Nagita menyenggol tubuhnya.
"Liat siapa?" Tanya Nagita ingin tau.
Sarah yang tau berbisik. "Namanya, Haikal, Ceo di perumahan Astraa Internasional."
Keduanya mengangguk, terlihat wajah cantik mereka mengartikan banyak hal, Laki-laki tampan itu ternyata mempunyai pekerjaan mentereng juga.
"Kalau kalian mau, aku bisa minta nomor teleponnya." Sarah menggoda kedua sahabatnya. Entah kenapa hatinya mulai berbunga.
Jesica dan Nagita saling tatap.
"Berikan padaku," Seru Nagita antusias.
"Aku yang pertama liat, jadi dia milikku." Seru Jesica tak mau kalah..
Melihat bagaimana Sarah tertawa lepas. Membuat Keduanya tersenyum lega.
"Akhirnya kamu ketawa juga." Ucap keduanya kompak.
...
Sarah berjalan ke dalam kamar yang hanya di terangi lampu tidur, Duduk di ujung ranjang dengan hati bergetar, Di luar mungkin masih ramai orang tapi entah kenapa dirinya ingin sekali datang ke kamar kedua orang tuanya, Jesica dan Nagita sudah meninggalkan rumah karena emang acara tahlilan sudah selesai, Sarah termenung sendirian menatap nanar seisi kamar yang kini hanya akan menjadi kenangan, Rasa-rasanya Sarah bisa merasakan kehadiran sang ayah. Aroma parfum yang di gunakan Pak Anjas semasa hidupnya menyentak sanu bari, tapi Sarah tidak sedikitpun merasa takut, dirinya malah tersenyum.
"Sarah tau ayah ada di sini, Maafin Sarah, karena Sarah belum bisa bahagiain Ayah, Sarah minta maaf," Sarah mulai terisak, Beberapa kali berusaha menguatkan hati. Menyeka pipinya dan berusaha tegar.
Sarah menarik napas dalam, Menenangkan diri terus menerus. Sampai tangannya meraba laci dekat ranjang, di sana Kembali Sarah terisak, mendapati buku-buku yang selalu di baca sang ayah sebelum tidur. Sarah mengambilnya, Menghirup aroma wangi buku. "Bahkan hal kecil yang tidak pernah Sarah perhatikan kemarin, Kini Sarah rindukan,"
Dalam kesedihan yang mendalam, Sarah terdiam, dalam buku ada halaman yang terlipat, Sarah menariknya, itu bukan halaman yang terlipat, tapi sepucuk surat.
Fadli, Jaga adikmu, Jangan kamu sakiti dia, ketika ayah sudah pergi menyusul Bunda, Ayah percayakan Sarah padamu, Maafkan ayah karena sudah banyak salah padamu dan adikmu. Fadli, perusahaan harus tetap hidup Nak, perusahaan adalah kelemahan ayah, jaga perusahaan sampai berjaya, ayah tidak ingin Sarah menjadi korban tapi di sini Ayah dengan sadar sudah mengorbankan adikmu untuk perusahaan, Pak Darwin setuju menikahkan Daren dengan Sarah tidak tanpa Syarat! Ayah percaya Sarah akan memberikan penerus untuk keluarga Pak Darwin. Karena itu keinginan Pak Darwin, Sarah harus bisa memberikan keturunan untuk keluarga pak Darwin, Kalau Sarah tidak bisa memberikan keturunan maka 60% Saham Astra internasional menjadi hak pak Darwin, Di lain sisi ayah menyetujui kalau sampai Sarah tidak bisa memberikan keturunan maka Daren akan di Nikahkan dengan wanita pilihan Pak Darwin. jangan beri tau adikmu tentang ini, ayah tidak sanggup. Mungkin dengan surat ini kamu akan paham.
Sarah terlihat seperti orang gila, Tertawa dan menangis dalam satu waktu, surat yang di tulis untuk kakaknya Fadli, di bacanya.
"Astaghfirullah," Sarah yang jelas terpukul, meremas kertas berisi amanat itu penuh kebencian, Kenapa sang ayah begitu tega mengatur takdirnya amat dalam. Pernikahan yang indah bahkan sudah di desain penuh cinta kini seakan tak berarti, Kepada siapa ia meminta perlindungan? haruskan mengakhiri hidup menyusul sang ayah dan meminta pertanggung jawaban?
Sarah hanya terisak di sana. Terus memukul-mukul angin.
"Kenapa begini, Kenapa mereka jahat, Aku sangat mencintai dia, kenapa harus seperti ini."
Kebetulan Daren membuka pintu kamar, tadi mencari Sarah dan pelayan mengatakan Sarah masuk kedalam kamar Pak Anjas.
"Yank?" Daren mendekati Sarah yang duduk di bawah lantai,
Mendapati Daren mendekat, Sarah segera melemparkan kertas ke kolong ranjang.
"Hei, please stop, jangan nangis lagi." Daren segera menarik Sarah, ia dekap dan memberi ciuman di kening sebagai rasa tenang..
Sarah yang sudah lelah tidak kuasa melawan, ia membiarkan Daren melakukan itu. Jujur dari hari itu ketika Pesan tentang laporan kondisi Kinan Sarah menjadi benci kepada Daren. Tapi isi surat itu?
"Aku ingin ke kamar."
Daren mengangguk, membantu Sarah untuk berjalan. "Aku gendong ya?"
Sarah menggelengkan kepala. "Malu, banyak orang."
Daren yang selalu mempunyai inisiatif sendiri langsung membopong Sarah. "Jangan malu, kalau ada yang ngeledek, nanti aku lempar pake sendal."
Sarah berusaha menahan tawa, Tapi tak bisa, Kedua bibirnya tertarik untuk mengindari keisengan Daren, Sarah menenggelamkan wajahnya.
Di ambang pintu satu pelayan berdiri membantu Daren membuka pintu.
"Terimakasih Bi," Ucap Daren.
"Sama-sama Den." Sahut bibi pelayan, tak lupa juga menutup pintu. Dalam keheningan bibi pelayan terus memperhatikan kepergian pasangan suami istri itu.
"Bibi sengaja simpan surat dari bapak di sana, biar Non Sarah yang baca duluan," Gumam bibi pelayan, mengingat jelas beberapa hari setelah Pak Anjas meninggal, ia membersihkan kamar, tak sengaja membuka laci dan menemukan surat di sana. Sudah tau apa isi surat, Bibi pelayan memasukan surat itu ke dalam sakunya. Waktu yang tepat ketika Sarah akan masuk ia bergegas menyimpan kertas itu di antara tumpukan buku.
...
Keesokkan paginya, Daren sudah tampan dengan jas, Sarah yang masih terpuruk berusaha tersenyum dan melayani.
"Aku akan kembali sebelum jam 10, kamu ingatkan, Dokter Vera meminta kita untuk datang." Daren mengingatkan Sarah ada cek kehamilan, seharusnya itu kemarin lusa, tapi karena acara tahlilan belum selesai jadi mau tidak mau harus di undur.
Sarah mengangguk datar.
Daren menarik dagu Sarah, kedua mata mereka bertemu. Daren mengecup kedua mata Sarah yang nampak sayu namun tetap terlihat cantik apalagi sinar mentari seakan menjadi bumbu makeup di wajah sang istri.
"Aku akan cepat pulang."
"Daren, aku mau tanya sesuatu?"
"Apapun, tanyakan." Daren menarik tubuh Sarah agar mendekat dan tidak ada jarak di antara keduanya.
"Waktu itu, aku tidak sengaja membaca pesan di hp kamu, ada laporan tentang Kinan, Katanya, Den Daren, besok 7 bulanan Kinan."
Senyum Daren yang secerah sinar matahari memudar seiring dengan tangan yang melingkar.
Jadi Sarah sudah membacanya. Aku sadar, kenapa waktu itu dia mendadak diam..
Daren yang sudah siap. Segera memberi penjelasan. "Itu pesan dari asisten Tante Tata, Namanya Mbak Cicah, Kamu mungkin sudah tau siapa mbak Cicah, Aku pernah meminta dia untuk menjadi orang kepercayaan ku memantau gerak-gerik Kinan di sana ketika dulu aku mulai tertarik padanya. Dan itu adalah laporan terakhirnya, sebelum aku menikah dengan kamu, aku tidak meminta Mbak Cicah untuk berhenti memberi informasi tentang Kinan, aku melupakan itu, Tapi selama kita menikah dia tidak pernah memberiku pesan apapun. Tapi kemarin yang kamu baca dia baru mengirimiku pesan, aku minta maaf, itu sudah jelas membuat kamu salah paham, aku juga langsung membalasnya."
Daren segera mengambil ponselnya dan membuka pesan lalu memperlihatkannya kepada Sarah. "Kamu boleh baca sendiri."
Sarah mengambil ponsel Daren dan sibuk membaca isi pesan. Terutama pesan balas dari Daren.
'Mulai sekarang dan seterusnya, mbak Cicah tidak perlu lagi memberi saya informasi apapun tentang Kinan,'
Sarah selesai membaca pesan itu, ponsel ia berikan kepada Daren, tapi wajahnya masih tetap sama datar, membuat Daren menarik tangan Sarah.
"I love you, dan akan selalu seperti itu selamanya."
Dada Sarah sesak rasanya, entah kenapa ucapan manis itu malah membuatnya tertekan.
"I love you To." Sahut Sarah berusaha tersenyum agar Daren tidak lagi berusaha terus menghiburnya.
Persiapan ke kantor yang di bumbui sedikit kemesraan harus di akhiri, Kini Sarah berdiri di teras rumah sembari melambaikan tangan ke arah mobil Daren yang mulai melaju meninggalkan kediaman. Setelah mobil menghilang, Sarah masuk kedalam rumah. Di sana ada kedua kakaknya tengah duduk di sofa ruang keluarga.
"De, sini sebentar." Fadli melambaikan tangan meminta Sarah untuk mendekat.
Sarah mengangguk lalu duduk menghadap Fadli dan Diandra.
"Kamu sudah lebih baik sekarang?" Tanya Fadli.
Sarah mengangguk sebagai jawaban.
"Ada yang ingin kami sampaikan." ungkap Diandra.
"Soal apa Kak?"
"Kakak berencana akan kembali tinggal di Indonesia mengurus perusahaan dan juga memindahkan usaha kakak di sana."
Sarah tersenyum lepas, begitu bahagia mendengarnya. "Sarah seneng banget dengernya."
"Tapi Kakak dan Kak Diandra harus kembali ke Belanda untuk mengurus kepindahan dan masih banyak hal yang harus di urus, apalagi usaha Kakak juga kan baru saja berkembang di sana." Fadli mengerem ucapannya, ragu-ragu apakah Sarah bisa menerima.
"Sarah, mungkin kami Belanda pun tidak akan sebentar, sekitar 1 bulan kami di sana." Ucap Diandra tak enak..
Sarah bukannya murung dirinya mengangguk lagi antusias. "Ga papa, Sarah akan menunggu Kalian datang, kan cuma satu bulan, setelah itu kalian akan tinggal di sini bersama Sarah."
Fadli dan Diandra tersenyum lega. Keduanya mengangguk dengan senyuman lepas..
"Kakak juga ga terlalu khawatir, ada Daren di sini, Dia bisa jagain kamu."
Mendengar itu Sarah menjadi murung, tapi tidak mau sampai Kakaknya curiga, Sarah hanya tersenyum saja..
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, seperti yang di katakan Daren dirinya akan tepat waktu datang.
Sarah yang sudah siap langsung pergi bersama Fadli dan Diandra. Keduanya akan menemani sebelum besok kembali ke Belanda. Daren yang sudah di beri tau tadi langsung setuju dan berjanji akan menjaga Sarah, tak perduli di minta pun itu sudah tugasnya menjaga Sarah karena dia adalah istrinya.
Dokter Vera yang dari awal menangani Sarah begitu serius memberi penjelasan di saat tangannya sibuk dengan alat.
"Kemungkinan besar bayi kalian akan cacat, Karena dampak Bakteri Toxoplasma itu sangat besar, Dari awal saya sudah katakan, lebih baik di angat saja karena di samping bisa berdampak pada kesehatan Nona Sarah juga bayi yang di lahiran bisa saja Cacat. Untuk lebih jelasnya lagi kita bisa menunggu beberapa bulan untuk mengetahui apa saja kemungkinan terburuknya."
Mendengar penjelasan Dokter Vera semua menjadi lemas. Memang dari awal masuk pun keadaan tidak ada yang berubah, kehamilan yang seharusnya menjadi suka cita ini nampak lain, begitu ketir dan menyedihkan.
Daren mengusap kepala Sarah membawa raut wajah bingung, Sedangkan Sarah begitu tenang dan damai.
"Apapun yang terjadi, bayi ini akan tetap lahir," Ucap Sarah tak gentar.
Daren menutup mata mendengar jelas keinginan Sarah yang jelas-jelas bisa membahayakan kesehatannya, tapi karena kesepakatan yang sudah di buat kala itu membuat Daren hanya pasrah.
Sarah dan Daren pernah berjanji akan menerima kemungkinan terburuk sekalipun Tentang bayi mereka. Pak Darwin kala itu sebenarnya keberatan tapi mereka percaya sang maha pencipta pasti sudah menyiapkan imbalan untuk mereka. Dokter dan prediksinya hanya kiasan tetap sang kuasa si pemilik takdir yang bisa merubah segalanya.
Pemeriksaan yang penuh kesedihan berakhir, Sarah sudah meninggalkan rumah sakit begitu juga Pasian Dokter Vera.
Di luar parkiran, satu buah mobil datang, segera Dokter Vera masuk.
"Kita makan dulu Kak, Yasmin laper."
"Yuk, Kakak juga laper."
Kedua kakak beradik itu menuju restoran steak yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah sakit.
Dokter Vera dan Yasmin begitu asik menyantap gading sapi beraroma lezat itu sembari berbincang sampai di mana Yasmin bertanya.
"Bagaimana tadi Sarah? apa perkembangan anak mereka?" Tanya Yasmin begitu antusias..
Dokter Vera sebelumnya sudah menebak akan seperti ini. Tapi lagi-lagi ketidak berdaya'an, membuatnya harus menjawab.
Ini sangat kebetulan, di dekat mereka ada satu waktu cantik menguping pembicaraan keduanya. Lokasi restoran bergaya open face membuat wanita itu sedikit leluasa.
"Mereka membicarakan Sarah dan bayinya? Oh Jadi itu Yasmin, wanita yang pernah di jodohkan dengan Daren. Aku baru tau kalau Dokter Vera adalah kakak wanita ular itu."
"Kemungkinan bayi mereka cacat, tapi Kakak tidak bisa melakukan banyak hal tentang kebohongan itu."
Mata Jesica membesar. "kebohongan apa?" Gumamnya. begitu penasaran sampai-sampai telinganya hampir copot.
Yasmin celingukan. Seketika diam karena takut ada yang mendengar.
Gagal, Pembicaraan penting itu tak berlanjut..
"Aku harus memberi tahu Sarah,"