seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kematian pak suro
Heningnya malam di desa itu kembali terusik. Bayangan kecil berambut keemasan berjalan senyap di antara rumah-rumah kayu yang terbuat dari bambu. Angelica, gadis kecil yang seharusnya terbaring tenang di kuburan, kembali menghantui desa.
Di tangannya, dia menggenggam boneka beruang Bruno. Matanya berbinar dengan cahaya yang tak alamiah, seolah menyerap kegelapan malam itu. Bibirnya tersenyum sinis, menimbulkan rasa takut yang mendalam.
"Ayo bermain," bisik Angelica, suaranya menyeramkan seperti desisan ular. "Aku ingin bermain."
Langkahnya mendekati rumah warga desa, mengetuk pintu dengan jari-jari kecil yang dingin. Setiap ketukan menimbulkan rasa ketakutan yang menjalar ke dalam hati warga desa.
Warga desa yang terbangun dari tidur menatap Angelica dengan mata mebulat, tubuh mereka bergetar ketakutan. Mereka tahu bahwa teror itu telah kembali.
"Angelica?" bisik mereka, suara mereka tertahan karena ketakutan.
Angelica hanya tersenyum sinis. Dia mengangkat Bruno dan menunjuk ke arah mereka. "Dia ingin bermain," bisik Angelica lagi, suaranya menyeramkan.
Warga desa itu mencoba menarik diri ke dalam rumah. Namun, kaki mereka terasa lemah dan tak berdaya. Angelica mendekati mereka, Bruno di tangannya bergoyang-goyang seperti menari dalam kegelapan.
"Bermain dengan kami," bisik Angelica lagi, suaranya semakin keras. "Atau kamu akan bermain dengan kami selalu."
Teror itu mulai menyebar di desa itu. Warga desa hidup dalam ketakutan yang tak terlupakan. Hantu kecil itu telah kembali, mencari tumbal untuk permainan mengerikannya.
Warga desa berdesak-desakan di pos satpam, mencari perlindungan dari teror Angelica. Mereka berharap bahwa di tempat itu, mereka akan aman dari hantunya. Namun, harapan mereka terbanting ketika bayangan kecil berambut keemasan muncul di depan mereka.
"Angelica!" teriak warga desa dengan ketakutan, mencoba menjauh dari hantunya.
Angelica tersenyum sinis, matanya berbinar dengan cahaya yang tak alamiah. Dia mengangkat Bruno dan menunjuk ke arah mereka.
"Kalian mau bermain?" bisik Angelica, suaranya menyeramkan.
Warga desa itu mencoba menarik diri ke dalam pos satpam, mencoba mencari perlindungan di balik meja satpam. Namun, Angelica sudah mendekati mereka.
"Bermainlah dengan kami!" teriak Angelica, suaranya menyeramkan. "Atau kamu akan bermain dengan kami selalu!"
Bruno tertawa mengerikan, suaranya menyeramkan seperti tangisan hantu. Warga desa itu menutup telinga mereka, takut mendengar suara tertawa yang menyeramkan itu.
"Tolong!" teriak warga desa, mencari pertolongan dari seseorang.
Namun, tak ada yang bisa menolong mereka. Angelica sudah mendekati mereka. Dia mengangkat Bruno dan menunjuk ke arah warga desa itu.
"Kalian akan bermain dengan kami selama lamanya," bisik Angelica, suaranya menyeramkan.
Warga desa itu menutup mata mereka, takut melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka tahu, teror itu baru mulai.
Ketakutan menyerbu warga desa saat Bruno terlepas dari genggaman Angelica. Boneka beruang itu berlari dengan langkah yang cepat, matanya berbinar dengan cahaya yang tak alamiah.
"Dia akan menyerang!" teriak warga desa itu, mencoba menghindar dari Bruno.
Bruno menyerbu ke arah seorang warga desa yang bernama Pak Suro. Pak Suro mencoba menghindar, tapi Bruno bergerak dengan cepat dan menyerang Pak Suro dari belakang.
"Tolong!" teriak Pak Suro, suaranya terputus-putus karena ketakutan.
Bruno mencengkram leher Pak Suro dengan kuat. Pak Suro berusaha melepaskan cengkeraman Bruno, tapi tenaga Bruno terlalu kuat.
Pak Suro jatuh ke tanah, mencoba menarik napas. Namun, tenaga Bruno semakin kuat mencengkram lehernya.
"Tolong!" teriak Pak Suro lagi, suaranya semakin lemah.
Warga desa itu menatap dengan ketakutan. Mereka tak berani mendekati Bruno. Mereka tahu, Bruno akan menyerang mereka jika mereka mencoba mendekati.
Bruno tertawa mengerikan, suaranya menyeramkan seperti tangisan hantu. Pak Suro mencoba menarik napas lagi, tapi tenaga Bruno semakin kuat mencengkram lehernya.
Mata Pak Suro mengelap, napasnya semakin sulit. Bruno terus mencengkram leher Pak Suro dengan kuat, sampai Pak Suro tak berdaya lagi.
Pak Suro terkulai lemas di tanah, tak bernyawa. Bruno menarik diri dari tubuh Pak Suro dan tertawa mengerikan.
Warga desa itu menangis ketakutan. Mereka tahu, teror itu baru mulai.