Hampir separuh dari hidupnya Gisell habiskan hanya untuk mengejar cinta Rega. Namun, pria itu tak pernah membalas perasaan cintanya tersebut.
Gisell tak peduli dengan penolakan Rega, ia kekeh untuk terus dan terus mengejar pria itu.
Hingga sampai pada titik dimana Rega benar-benar membuatnya patah hati dan kecewa.
Sejak saat itu, Gisel menyerah pada cintanya dan memilih untuk membencinya.
Setelah rasa benci itu tercipta, takdir justru berkata lain, mereka di pertemukan kembali dalam sebuah ikatan suci.
"Jangan sok jadi pahlawan dengan menawarkan diri menjadi suamiku, karena aku nggak butuh!" ucap Gisel sengit
"Kalau kamu nggak suka, anggap aku melakukan ini untuk orang tua kita,"
Dugh! Gisel menendang tulang kering Rega hingga pria itu mengaduh, "Jangan harap dapat ucapan terima kasih dariku!" sentak Gisel.
"Sebegitu bencinya kamu sama abang?"
"Sangat!"
"Oke, sekarang giliran abang yang buat kamu cinta abang,"
"Dih, siang-siang mimpi!" Gisel mencebik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
Empat tahu kemudian...
Paris siang hari....
Tok tok tok!
"Masuk!" ucap seorang wanita cantik yang tengh sibuk dengan benda pipih lebar di tangannya tanpa menoleh ke arah pintu yang di ketuk.
"Nona, ini beberapa model yang akan memakai gaun rancangan Anda pada acara launching brand terbaru perusahaan minggu depan," Asisten Gisel memberikan beberap lembar photo model pria dan wanita kepada Gisel.
Gisel menerima photo-photo tersebut lalu melihatnya satu persatu," Apa cuma ini? Kau tahu, ini adalah pekerjaan terakhirku di sini, aku ingin semuanya berjalan dengan sempurna," ucap Gisel. Ia kembali melihat dan memilah photo-photo di tangannya dengan raut wajah kurang puas.
"Nanti akan saya carikan lagi jika mereka tidak cocok, nona," ucap sang asisten. Hal seperti ini bukan hanya sekali dua kali. Gisel harus memastikan para model yang bekerja sama dengan perusahaan benar-benar sesuai keinginannya. Jiwa mereka harus bisa menyatu dengan rancangannya
"Ini dan ini, aku suka. Yang lain, ganti!" Gisel menunjuk dua photo yang menurutnya lumayan cocok dengan keinginannya meski tak sempurna.
"Baik, nona!" asisten Gisel mengangguk.
"Ada lagi?" tanya Gisel. Asistennya langsung menyerahkan beberapa berkas kepada Gisel.
"Anda harus menyelesaikan semua ini sebelum kembali ke Indonesia, nona!" ucapnya.
"Baiklah, kau boleh pergi, Melisa," ucap Gisel pada asistennya tanpa.
"Baik, nona. Permisi!" pamit Melisa.
"Hem," Gisel mengangguk.
"O ya, nona!" Melisa berhenti llu memutar badannya menghadapal Gisel.
"Ada apa lagi?" tanya Gisel.
"Sudah waktunya makan siang, nona" Melisa mengingatkan.
Gisel melihat jam tangannya, "Baiklah, sebentar lagi kita keluar!" ucap Gisel. Melisa mengangguk dan langsung keluar menuju ruangannya.
Gisel melihat berkas-berkas di mejanya lalu mendengkus. Sepertinya keputusannya untuk meninggalkan BaileyTex harus ia bayar dengan bekerja lembur sepanjang hari sebelum ia kembali ke Jakarta.
Baru akan beranjak untuk makan siang, ponsel Gisel berdering, "Mommy?" gumamnya. Ia ingat sejak kemarin ia belum. Membalas maupun menelepon ibunya tersebut.
"Sayang, dari semalam mommy meneleponmu tapi tidak kamu angkat, kau baik-baik saja, kan?" tanya Anes. Ada nada khawatir dari suaranya.
"Maaf, mom. Akhir-akhir ini Gisel sibuk banget, banyak yang harus gisel kerjakan sebelum pulang ke Jakarta. Jadi jarang pegang ponsel," jelas Gisel.
"Jadi, kapan kau akan kembali? Apakah kau sudah memikirkannya dengan matang? Ini bukan hal kecil. Pernikahan bukanlah hal main-main, sayang. Sebelum terlambat, mommy akan bilang sama daddy kalau kau..."
"Tidak ada yang perlu ku pikirkan lagi, mom. Ini bukan hanya keinhinan daddy. Tapi, Ini juga pilihanku, mom. Dan aku yakin ini yang terbaik. Bukankah menikah dengan orang yang mencintai kita itu lebih baik?" ujar Gisel.
"Tapi, menikah dengan orang yang mencintai dan kita cintai itu jauh lebih baik, sayang,"
"Aku bisa belajar mencintainya, mom. Aku yakin di yang terbaik untukku. Dia tidak mungkin menyakitiku. Mommy tidak usah khawatir, aku senang dengan pilihanku sendiri. Apa... Mommy meragukan kalau dia yang terbaik buat Gisel?" tanya Gisel.
"Tidak, bukan begitu. Tapi mommy tidak bisa percaya denganmu, bagaimana kalau ternyata kamu masih...."
"Jangan berpikir terlalu jauh, mom. Waktu empat tahun sudah sangat cukup membuatku untuk melupakannya. Bahkan, berhasil memupuk benci kepadanya. Sudah ya, mom. Gisel mau makan siang dulu, Melisa sudah menungguku di bawah. Gisel tutup dulu teleponnya," tak ingin melanjutkan pembicaraan dengan momminya yang menurutnya tidak ownting apa yang di bahas, Gisel memilih mengakhiri panggilan.
"Kenapa semua orang, termasuk mommy ragu kalau aku benar-benar udah move on dan nggak peduli dengannya. Bahkan aku sangat membencinya sekarang," gumam Gisell kesal.
Ia membuka laci meja kerjanya, dimana barang pemberian dari pria yang membuatnya hampir gila karena mematahkan hatinya tanpa ampun," I hate you more!" ucapnya tertahan. Ia mendorong laci tersebut lalu beranjak dan meninggalkan ruang kerjanya.
.
.
.
Gisel berjalan keluar gedung BaileyTex diikuti Melisa di belakangnya. Ia berhenti lalu memanggil asistennya, "Mel..."
"Ya, nona?" sahut Melisa. Gadis itu langsung maju dua langkah mendekati Gisel.
"Apa, setelah ini aku ada janji?" Gisel menanyakan jadwalnya.
"Iya nona, jam dua nanti ada meeting dengan nyonya Alexandra, membahas tentang launching tas terbaru perusahaan kita," jawab Melisa.
"Undur jadi jam tiga!" titah Gisel. Ia tak ingin makan siangnya terganggu mengingat ini sudah jam setengah dua. Ia ingin sedikit bersantai setelah makan siang nanti. Menikmati secangkir kopi sembari mendengarkan libe musik kesukaannya, mungkin itu akan sedikit mengurangi beban pikirannya tentang pekerjaan yang sangat menumpuk.
Melihat raut wajah Melisa, Gisel mendengus, "Aku hanya butuh sedikit me time, tidak lama dan tidak akan mengganghu pekerjaanku, apalagi menyuruhmu menggantikan aku!" ucapnya sedikit kesal.
"Baik, nona. Ada lagi?" tanya Melisa. Tak ada yang bisa melawan keinginannya. Sebagai designer nomor satu, Gisel tentu saja di segani oleh para kliennya. Mereka harus menyesuaikan jadwal dengan gadis berusia dua puluh lima tahun itu.
Ya, wanita yang dulu di bilang manja itu kini menjelma menjadi wanita karir yang sukses.
Siapa yang tak mengenal Gisela Abraham Parvis, seorang designer fashion yang sangat terkenal. Bukan hanya karena keahliannya dalam dunia fashion, nmun juga kecantikan keangkuhannya yanh sangat sulit sekali untuk di dekayi6 oleh para pria.
Apa yang terjadi dalam hidupnya beberapa tahun silam membuat Gisel banyak belajar. Kini wanita itu tak lagi manja dan cengeng, ia tegas dan disiplin dalam pekerjaan. Baru kali ini ia ingin sedikit bersantai, namun asistennya sudah memberikan reaksi terkejut.
Tak butuh waktu lama untuk Gisel berada di posisi seperti sekarang ini. Bahkan bis di bilang kini ia menjadi harta karun bagi perusahaan milik kakak iparnya tersebut.
Empat tahun berada di Paris seorang diri, membuat Gisel menjadi wanita mandiri. Selama empat tahun ininia sama sekli tak pernah kembaki ke negara asalnya. Hanya sesekali orang tua atau kakaknya datang berkunjung jik mereka rindu dengannya. Namun, untuk ia kembali, sebelumnya tak ada niat untuk itu. Ia kini terlalu nikmati kesuksesannya.
Sebenarnya, bisa saja Gisel mendirikan perusahaan sendiri, namun itu tak ia lakukan. Ia memilih membantu mengurus perusahaan Senja. Karena itu dirasanya sama saja. Ia justru tidak mau bersaing dengan perusahaan tersebut. Makanya memilih untuk bergabung perusahaan yang namanya kian melejit berkay kerja kerasnya tersebut.
Apa yang dia alami sebelumnya, menjadi pecut motivasi untuk terus maju dan membuktikan kepada orang-orang yang memandangnya sebelah mata, terutama pria yang pernah singgah di hatinya selama bertahun-tahun. Dan hanya dalam waktu empat tahun ia bisa membuktikannya.
Kini ia menyadari, apa yang di lakukannya dulu adalah sebuah kebodohan dan hanya membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tak berguna. Jika mengingat itu, kadang ia berpikir untukengucapkan yerima kasih kepada pria yang sekarang menempati daftar hitam dalam hidupnya tersebut.
Gisel tak menyahut pertanyaan Melisa, ia melanjutkan langkahnya dan Melisa mengikutinya lagi.
"Aku akan makan siang di luar, nanti kalau ada yang mencari, katakan untuk datang lagi besok," pesan Gisel kepada resepsionis sebelum akhirnya benar-benar keluar dari loby gedung BaileyTex. Dimana sopir sudah menunggu.
...****************...