Bukan area bocil, harap minggir💃🏻
Divya hanya seorang wanita rumah tangga biasa, berbakti pada suami yang memintanya menjadi ibu rumah tangga yang baik dengan hanya mengurusi perihal pekerjaan di rumah dan mengurusinya sebagai suami. Meskipun Divya lulusan S-1, namun wanita itu menurut pada lelaki yang sudah sah menjadi suaminya itu dengan tidak menjadi wanita karir.
Namun, seketika rumah tangga mereka yang baru saja menginjak usia 2 tahun hancur karena orang ketiga. Bahkan orang ketiga itu sudah mempunyai seorang suami.
"Kau tega mengkhianati ku dengan wanita murah4n ini, Bang!" Divya menjambak selingkuhan suaminya itu dengan emosi.
Dughh!!!
Tubuh Divya tersentak, bagian belakang kepalanya dipukul dengan benda keras. Tak lama tubuh Divya terjatuh ke lantai, meregang nyawa dengan dendam yang ia bawa mati.
Namun, tiba-tiba Divya terbangun kembali. Dalam tubuh seorang gadis SMA berusia 18 tahun lalu dengan memakai tubuh gadis yang bernama Ellia itu, Divya membalas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Saling Berbagi Informasi.
Di rumah milik Fatir, Ellia baru selesai menjelaskan alasannya kabur dari Mansion pada Maxime.
"Jadi begitu. Karena aku sering menghubungi mu, Om Emilio marah karena kamu akan ujian dan nggak boleh pacar-pacaran dulu. Lalu dia menyita ponsel dan mengurung mu di kamar." Ujar Maxime.
Ya, itu penjelasan yang masuk akal untuk saat ini. Divya tidak bisa menjelaskan alasan utamanya karena tidak ingin menyeret Maxime pada kehidupannya. Cukup pemuda itu sudah kehilangan Ellia, jangan sampai sekarang malah terjerat masalahnya juga.
"Ya, begitu. Ini hanya sementara kok, nanti aku pulang ke rumah. Aku hanya ingin bernafas lega sebelum kembali ke rumah dengan banyak aturan itu, apalagi semenjak kecelakan itu... Om dan Tante Fay semakin memperketat keamanan ku sampai aku nggak boleh keluar rumah bahkan dilarang bertemu dengan mu." Divya sengaja membahas masalah kecelakaan agar Maxime tidak bertanya lagi dan merasa bersalah.
Benar saja, wajah Maxime seketika murung dan terlihat bersalah. "Maaf, jadi yang terjadi padamu sekarang adalah salahku. Maaf ya, sayang. Terus, ujian nya gimana? Tinggal beberapa hari lagi, loh. Kita harus masuk sekolah buat persiapan."
'Duh! Ribet ya masuk ke tubuh anak SMA yang menghadapi kelulusan, jadi gini nih. Tapi kalau aku nggak ikut ujian, kasihan juga si Ellia entar nggak bisa lulus!' Divya kebingungan.
"Entar aku pikirin lagi deh, ya. Kamu pulang gih, bentar lagi Om Fatir pulang. Dia nggak suka rumahnya didatengin orang asing," usir Divya.
"Aku bukan orang asing, aku pacarmu." Maxime memberengut.
"Iya. Tapi Om Fatir ngasih kebebasan sama aku dengan syarat jangan masukin cowok ke dalam rumah.
"Besok aku kesini lagi, ya." Pinta Maxime.
"Jangan, aku hubungi kamu nanti ya. Kita teleponan aja," tolak Divya, pasalnya besok waktunya dia pergi ke rumah Dokter Ramdan.
"Tapi itu beda, aku mau lihat wajah kamu langsung." Kekeuh Maxime.
"Maaf, aku nggak suka dipaksa. Aku aja kabur dari rumah karena tertekan, apa kamu mau aku kabur darimu juga?" ancam Divya.
Maxime menghela nafas pasrah, "Baiklah, aku pergi sekarang." Lelaki itu bangun dari sofa yang sudah bagus di rumah itu, Divya membeli sofa baru meskipun dengan banyak adu argumen dengan Fatir.
"Ohya, Max. Jangan sampai bocor keberadaan ku disini."
"Tentu aja, sayang." Maxime mendekati Divya ingin mengecup bibir wanita itu namun Divya menghindar. "Kenapa?" Maxime heran.
"Bisakah selama ingatan ku belum pulih, kita pacaran seperti dulu sebelum terjadi ciuman pertama kita. Sebenarnya, jujur saja aku merasa agak asing saat kamu mencium ku di rumah sakit, aku merasa aneh."
Maxime memandang wajah Divya lama, mencari alasan penolakan wanita itu namun akhirnya karena tidak ingin memaksa pemuda itu pun mengangguk. "Oke. Aku udah janji akan membantu ingatan mu pulih, jadi aku akan sabar."
Gimana mau pulih wong aku bukan Ellia!
"Ya, makasih ya Max." Divya menarik tangan Maxime dan hanya sebatas itu.
Maxime pun pergi tanpa ada perpisahan kecupan, hanya ada pelukan singkat.
"Heh Tante gattelll! Gila lo ya, pacaran sama cowok SMA yang pantes jadi keponakan atau adek lo!" Fatir menjitak kepala Divya, ia baru saja pulang memata-matai Finn dan tugas itu dialihkan ke Wina. Mereka bergantian.
"Astaga Tet! Sakit pala gue!" Divya akan membalas jita kan dari temannya itu, namun lelaki itu dengan gesit menghindar. Jadi lah adegan saling kejar dengan tangan saling meninju dan kaki mereka saling menendang bahkan sampai keluar rumah.
Sisil hanya duduk menonton, sesekali cekikikan melihat tingkah mereka berdua.
"Wow! Satu kosong!" Sisil berteriak melihat tubuh Divya dipi_tiing oleh Fatir di atas tanah.
"Gue kalah karena gue udah lama nggak latihan, liat aja entar! Mampusss luh!" rutuk Divya.
"Hahaha..." Fatir tergelak.
.
.
Di depan Perusahaan Finn, tepatnya di sebuah coffee shop seberang Perusahaan. Dua orang wanita sedang berbagi informasi seraya menyeruput kopi dengan santai.
"Bukankah kita sudah sepakat bekerja sama, kenapa kamu nggak memperkenalkan namamu saja?" Ujar Wina.
"Aku sudah bilang, ini cara kerjaku. Tapi kau boleh memanggil dengan nama samaran ku, si cantik jelita." Si Wanita informan itu tertawa.
"Ck!" Wina menggeleng.
"Kau ingat saat kita pertama kali bertemu saat bertabrakan ketika menguntit Tuan Finn" ujar si cantik jelita.
"Tentu saja ingat, lensa kameraku rusak dan kita bertengkar. Tapi saat kita sama-sama sedang bertengkar, target kita pergi dan kita sibuk mengikutinya lagi. Di sanalah kita sama-sama tau jika target yang kita buntuti orang yang sama dan mulai saling berbagi informasi" Jawab Wina.
"Tadi siapa? Lelaki yang bertukar tugas denganmu?" tanya si cantik jelita.
"Kau naksir, dia temanku sudah hampir 9 tahun kami berteman. Jomblo abadi, kau bisa daftar. Namanya Fatir, pelatih boxing dan sekarang merangkap detektif amatir. Hahaha..."
"Amatir tapi hasil penyelidikan kalian cukup bagus, namun belum bisa melampaui aku sih." Ujar si cantik jelita percaya diri.
"Hahaha, aku akui kehebatan mu. Kau bahkan bisa mencari informasi hanya satu hari, sedangkan Fatir beberapa hari baru bisa mendapatkan nya." Sanjung Wina, itu kenyataan.
"Nikmati kopinya, kita lanjutkan misi kita."
"Oke, Partner."
Mereka lalu saling memberi informasi, tentu saja informasi dari Wina lebih banyak namun Divya berpesan jangan terlalu percaya apalagi memberikan informasi tentang keberadaan tubuh Divya asli.