Dilarang Boom Like!!!
Tolong baca bab nya satu-persatu tanpa dilompat ya, mohon kerja sama nya 🙏
Cerita ini berkisah tentang kehidupan sebuah keluarga yang terlihat sempurna ternyata menyimpan rahasia yang memilukan, merasa beruntung memiliki suami seperti Rafael seorang pengusaha sukses dan seorang anak perempuan, kini Stella harus menelan pil pahit atas perselingkuhan Rafael dengan sahabatnya.
Tapi bagaimanapun juga sepintar apapun kau menyimpan bangkai pasti akan tercium juga kebusukannya 'kan?
Akankah cinta segitiga itu berjalan dengan baik ataukah akan ada cinta lain setelahnya?
Temukan jawaban nya hanya di Noveltoon.
(Please yang gak suka cerita ini langsung Skipp aja! Jangan ninggalin komen yang menyakitkan. Jangan buka bab kalau nggak mau baca Krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertian nya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENDUA 27
Pagi itu, udara segar menyapa wajah Stella saat dia membuka mata di hotel tempat mereka menginap. Meski matahari baru saja terbit, hatinya terasa berat. Keheningan pagi, yang biasanya memberi ketenangan, malah membuat pikirannya semakin kacau. Di luar, burung-burung berkicau, seolah tidak tahu bahwa di dalam kamar, Stella tengah berjuang untuk menahan perasaan yang menyesakkan.
Di sisi tempat tidur, Rafella, anak perempuannya terbangun dan berlari ke arah Stella dengan ceria. "Mommy, ayo bangun! Kita mau pulang kan? Aku sudah rindu Daddy!" Rafella melompat ke ranjang, memeluk Stella dengan penuh semangat.
Stella tersenyum tipis, meskipun hati kecilnya merasa hancur. Dia membalas pelukan anaknya, mencoba mengusir bayangan gelap yang terus berkeliling di kepalanya, bayangan suaminya, Rafael yang telah mengkhianatinya dengan sahabatnya sendiri, Angel.
Mama Elena, ibu Stella yang tidur di tempat tidur lain, bangun dan melihat sekeliling. "Stella, kamu sudah siap? Kita akan berangkat beberapa saat lagi," katanya, meskipun suara halus itu juga tak mampu menyembunyikan rasa khawatir di wajahnya.
Stella mengangguk, berusaha tetap terlihat bahagia di depan sang ibu dan anaknya. "Iya, Ma. Aku sudah siap."
Namun, di dalam hati Stella, ada pergulatan batin yang tak kunjung usai. Suaminya, Rafael, yang dulu dia percayai sepenuhnya, ternyata telah mengkhianatinya dengan Angel. Ini adalah kenyataan yang menyakitkan, yang terus berputar di kepalanya, membuat perasaan terluka itu semakin mendalam.
Di perjalanan menuju bandara, suasana di dalam mobil terasa hening. Hanya suara desiran angin yang terdengar dari jendela mobil yang terbuka sedikit. Stella duduk di kursi belakang, matanya sesekali tertuju pada pemandangan yang berlalu begitu saja, tetapi pikirannya tetap terjebak dalam kenangan yang menyakitkan.
Rafella yang duduk di samping Mommy nya, melontarkan sebuah pertanyaan sederhana, namun terasa begitu jauh dari realita yang dihadapi Stella selaku ibunya. "Mom, kenapa sedih? Sebentar lagi kan kita sampai di rumah dan bisa bertemu lagi dengan Daddy." Rafella menggenggam erat tangan Stella.
Stella menatap anaknya dengan lembut, berusaha menahan air mata yang hampir tumpah. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Sayang. Mommy hanya sedikit capek saja." Jawab Stella, meskipun hatinya teriris. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa ada banyak hal yang harus dihadapi, dan dia tidak ingin anaknya merasa terganggu oleh masalah orang dewasa yang harus ditanggungnya.
Di sisi lain, Mama Elena yang duduk di kursi depan mobil melirik sekilas ke cermin tengah, memperhatikan ekspresi Stella yang cemas. Dia tidak bisa mengabaikan ketegangan yang tampak jelas di wajah putrinya. Meskipun Stella berusaha keras untuk menyembunyikan kesedihannya, Mama Elena tahu bahwa ada yang salah.
Setelah menempuh perjalanan melalui jalur udara kini mereka telah tiba di bandara dan akan segera pulang ke rumah. Stella telah memutuskan kalau dia akan tinggal di rumah Mamanya karena dia tidak ingin bertemu dengan Rafael mengingat hatinya masih sakit melihat apa yang telah di perbuat Rafael pada dirinya.
Sesampainya di bandara, mereka langsung menuju area tunggu. Mama Elena memerintahkan sopir pribadinya untuk segera menjemput mereka.
Mama Elena memandang Stella dengan tatapan penuh keprihatinan. Tentu saja, dia tahu bahwa putrinya sedang tidak baik-baik saja. Tapi, apa yang bisa dia lakukan? Stella adalah seorang wanita dewasa yang selalu mencoba kuat, bahkan ketika hatinya tengah hancur.
Tak lama setelah mereka duduk di ruang tunggu, Stella mulai merasa pusing. Kepala yang berdenyut dan perasaan seperti tenggelam membuatnya semakin kesulitan untuk fokus.
Sementara Stella duduk di kursi dengan Rafella yang duduk manis di sampingnya. Ketegangan dalam diri Stella semakin memuncak. Rasa pening yang datang mendadak, ditambah perasaan lelah yang tak terungkapkan, membuat tubuhnya melemas.
Stella mengusap pelipisnya, berusaha menahan sakit yang datang. Namun, tak lama kemudian, tubuhnya terasa semakin berat dan akhirnya dia pingsan.
Mama Elena yang berada di dekatnya langsung panik. "Stella!" Dia berteriak khawatir sambil mengguncang-guncang tubuh putrinya. "Stella, bangun! Kamu nggak apa-apa, kan?"
Rafella menangis ketakutan, bingung dengan apa yang sedang terjadi pada ibunya. "Mommy, Mommy ...." Rafella terisak, memanggil-manggil Stella yang terkulai lemas.
Dalam kekacauan itu, tiba-tiba muncul seorang pria dengan pakaian hitam rapi dan berdiri tegap disisi Mama Elena. Pria itu adalah pengawal bayangan yang selam ini bertugas untuk mengawasi Rafael. Sebagai seseorang yang sangat di percaya oleh Mama Elena.
"Nyonya Elena, saya akan mengantar anda untuk membawa Nona Stella ke rumah sakit. Saya sudah menyiapkan mobil." Pria itu berbicara dengan tenang, meskipun dalam situasi yang genting.
Mama Elena meskipun sangat khawatir segera mengangguk dan memberi isyarat untuk segera membawa Stella pergi. "Baik, segera bawa dia ke rumah sakit!" Perintahnya tegas, sementara Rafella masih terisak di pelukan Mama Elena.
🍁Rumah Sakit🍁
Selang beberapa waktu, akhirnya mereka pun tiba di rumah sakit. Setelah dokter memeriksa tubuh Stella, tak lama kemudian Stella akhirnya terbangun. Akan tetapi, kepala dan tubuhnya masih terasa pusing, dan dia melihat Mama Elena yang duduk di samping tempat tidurnya, dengan wajah cemas.
"Stella, kamu baik-baik saja?" Tanya Mama Elena dengan suara lembut yang masih terlihat khawatir dengan keadaan putrinya.
Stella mencoba tersenyum, meskipun perasaan berat masih mengendap. "Iya, Ma. Stella baik kok, hanya sedikit lelah saja."
Setelah tahu putrinya sudah sadar, Mama Elena keluar untuk menemui Dokter yang memeriksa Stella. Mama Elena ingin bertanya perihal kondisi Stella, putrinya.
"Bagaimana kondisi putri saya, Dok?" Tanya Mama Elena khawatir.
Dokter menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. "Setelah kami melakukan pemeriksaan, dan ternyata putri ibu saat ini sedang hamil." Ucap Dokter tersebut menyampaikan hasil tes perihal keadaan Stella.
DEG
Kata-kata itu menghujam telinga Stella bak seperti petir. "Hamil ...." Perasaan bingung dan kesedihan menyelimuti dirinya. Bagaimana mungkin dia hamil, sementara pernikahannya dengan Rafael sudah terjalin dengan kebohongan dan pengkhianatan?
Stella terdiam, wajahnya pucat. Sebuah perasaan campur aduk kecewa, marah, dan sakit tercermin jelas di raut wajahnya. Kehamilan ini adalah sebuah fakta yang sulit diterimanya, mengingat semua yang telah dilakukan Rafael kepadanya.
Mama Elena, yang menyadari betapa hancurnya perasaan putrinya, segera merangkulnya. "Stella, apapun yang terjadi, kamu harus kuat. Ini bukan akhir dari segalanya. Anak ini adalah anugerah, dan kita akan melewatinya bersama."
Stella menangis tanpa suara, mencoba menahan tangisannya agar tidak terdengar. Namun, hatinya benar-benar terluka. "Tapi Mama ... ini adalah anak Rafael. Dan aku ... aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan."
Sementara Rafella yang duduk di sebelah ranjang, mendengar percakapan itu sontak dia berteriak kegirangan. "Mommy, berarti aku akan punya adik, ya?" Katanya dengan wajah berbinar.
Stella tersenyum lemah. "Iya, Sayang. Kamu akan punya adik."
Mama Elena menatap putrinya dengan lembut. "Stella, jangan biarkan kehamilan ini membuatmu semakin terluka. Fokuslah pada kesehatanmu, dan kita akan menghadapi semuanya bersama."
🍁Mansion Rafael🍁
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Stella memutuskan untuk pulang, tetapi hanya untuk mengambil beberapa barang. Sedangkan Rafael belum kembali dari perjalanan bisnisnya yang sedang mengurusi proyeknya yang sedikit bermasalah, dan Stella pun memanfaatkan kesempatan itu kembali dengan tujuan awalnya.
Di dalam mansion, Bi Yati selaku asisten rumah tangga di mansion Rafael, sedang sibuk membersihkan ruang keluarga ketika Stella menghampirinya.
"Bi Yati, aku dan Rafella akan tinggal sementara di rumah Mama. Aku tidak ingin Mas Rafael tahu tentang keputusan ku ini. Tolong Bibi jangan beri tahu Mas Rafael ya?" Pinta Stella, dengan suara yang tegas meskipun hatinya terasa rapuh.
Bi Yati mengangguk memahami perkataan Stella, selaku istri dari Tuan nya. "Tentu saja, Nyonya. Saya akan menjaga semuanya."
Dengan hati-hati, Stella dan Rafella mengemas barang-barang mereka, dan segera meninggalkan mansion yang pernah mereka sebut rumah itu.
🍁🍁🍁
Sementara di luar kota, Rafael akhirnya selesai dengan urusan proyeknya. Dengan semangat tinggi dan juga penuh harapan, dia bergegas pulang untuk menemui Stella dan menjelaskan segalanya. Sedangkan Angel pun telah pulang terlebih dahulu usai dia bertengkar dengan Rafael.
Pada saat Rafael tiba di mansion miliknya, dengan langkah besar Rafael masuk ke dalam mansion. Namun, ketika dia membuka pintu utama suasana sangat berbeda dari biasanya. Di dalam sana seperti tidak ada tanda kehidupan, sosok yang dia cari pun tidak dia dapati, yang dia temui hanyalah kesunyian. Tidak ada Stella, istri yang sangat di cintainya, sosok yang selalu menyambutnya pada saat dia pulang dari perjalanan bisnis, ataupun kantor, serta tidak ada tawa Rafella sang putri yang selalu ceria dan manja padanya. Mansion itu terlihat begitu sunyi seperti tak ada yang menempatinya.
Mendadak hati Rafael gelisah. "Stella ... kamu dimana, Sayang?" Ujar Rafael dalam hati, sadar bahwa segalanya kini semakin jauh dari harapannya.
Rafael terus berjalan menelusuri ruangan berharap dia akan menemukan keberadaan anak dan istrinya di ruang keluarga atau ruang makan. Tapi, yang ada hanya keheningan dan bau harum bunga yang menguar dari Vas di meja.
Tak berselang lama terdengar suara bel yang berbunyi di luar pintu utama, sontak ada secuil harapan yang muncul di hatinya, Rafael berpikir kalau itu adalah istrinya dan sang buah hati yang baru saja datang. Tanpa menunggu lama Rafael bergegas menuju ke arah sumber bunyi suara dengan penuh semangat.
"Ah, itu pasti Stella ... aku harus menjelaskan semuanya pada dia bahwa apa yang telah ku lakukan itu semuanya adalah khilaf. Semoga Stella percaya dan mau memberikan aku kesempatan." Rafael pun melangkahkan kakinya menuju pintu utama.
"Angel ...."
.
.
.
🍁Bersambung🍁
Jgn jadi wanita lemah dong stell