NovelToon NovelToon
Journey Love

Journey Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Melita_emerald

Sasa, seorang gadis SMA yang tertekan oleh ambisi ayahnya untuknya menjadi dokter, mendapati pelarian dalam persahabatan dengan Algar. Namun, persahabatan mereka berakhir tragis ketika Sasa menyerahkan keperawanannya kepada Algar, yang kemudian menghilang tanpa jejak. Terjebak antara tekanan ayahnya dan rasa kehilangan yang mendalam, Sasa harus mencari cara untuk mengatasi kedua beban tersebut dan menemukan jalan menuju kebahagiaan dan jati dirinya di tengah kesulitan.

Butuh support guys, biar author makin semangat upload-nya

Jangan lupa

* LIKE

* KOMENT

* VOTE

* HADIAH

* FAVORIT

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melita_emerald, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 21 (Apa yang Disembunyikan Andin)

Meja makan yang tadi riuh dengan suara sendok dan garpu perlahan mulai sunyi, hanya sesekali terdengar tawa kecil saat teman-teman saling melempar candaan. Di tengah suasana hangat itu, tiba-tiba suara dering telepon memecah keheningan. Semua kepala serentak menoleh ke arah Andin, pemilik ponsel yang berbunyi keras.

Andin buru-buru mengambil ponselnya yang tergeletak di meja. Ia melirik layar, wajahnya berubah sedikit tegang. "Sebentar ya, aku angkat telepon dulu," katanya singkat sambil bangkit dari kursi.

Ia berjalan menjauh dari meja makan, menuju sudut ruangan yang agak sepi. "Halo? Iya, ini aku," ujarnya dengan suara rendah tapi jelas.

Sasa, yang duduk di dekat Algar, memperhatikan Andin sekilas. Ia penasaran, tapi tak ingin terlalu peduli. Lagi pula, suasana meja makan masih cukup ramai dengan obrolan ringan teman-temannya. Namun, beberapa menit kemudian, Sasa merasa harus ke kamar mandi. Ia bangkit pelan, memberi isyarat pada Clara sambil berkata, "Aku ke kamar mandi dulu, ya."

Saat berjalan melewati sudut ruangan tempat Andin berdiri, Sasa tak sengaja mendengar potongan percakapan Andin di telepon.

"Rencana ini harus kita jalankan dengan hati-hati..." suara Andin terdengar penuh keseriusan, membuat Sasa menghentikan langkahnya tanpa sadar. Ia tak bermaksud menguping, tapi kata rencana itu terdengar begitu mencurigakan.

Sejenak, Sasa terpaku di tempat. Pikirannya mulai menerka-nerka. Siapa yang menelepon Andin? Dan rencana apa yang sedang mereka bicarakan? Namun, sebelum ia bisa mendengar lebih banyak, suara Andin mulai melemah, diikuti dengan bunyi bip tanda telepon berakhir.

Andin menoleh, menyadari keberadaan Sasa. Dengan senyum tipis, ia berkata, "Kok berdiri di situ, Sa?"

Sasa tergagap, mencoba menutupi rasa penasarannya. "Eh, iya, tadi... aku cuma mau lewat aja," ujarnya sambil melanjutkan langkah cepat menuju kamar mandi.

Saat berada di dalam kamar mandi, Sasa memandang dirinya di cermin. Ia menghela napas pelan, mencoba meredam rasa ingin tahunya. Kenapa Andin harus bicara seserius itu? Dan apa maksud dari 'rencana' yang ia sebutkan tadi? pikirnya dalam hati.

Andin kembali ke meja makan dengan senyum yang terlihat dipaksakan. Ia mengangkat piringnya, mencoba mengalihkan perhatian teman-temannya. "Ayo, makan lagi. Jangan sampai makanan ini tersisa," katanya ceria, meskipun nada suaranya sedikit kaku.

Ketika Sasa kembali ke meja makan, suasana sudah kembali seperti semula. Andin duduk di tempatnya, seolah tak terjadi apa-apa. Namun, ada sesuatu di wajahnya yang sulit dijelaskan, sesuatu yang membuat Sasa merasa bahwa percakapan di telepon tadi bukan hal yang sepele.

Clara, yang tak menyadari apa pun, menyodorkan piring tambahan ke arah Sasa. "Nih, tambahin lauknya. Jangan cuma duduk melamun."

Sasa tersenyum tipis, berusaha mengalihkan pikirannya dari apa yang baru saja terjadi. Tapi di sudut hatinya, ia tahu, ada sesuatu yang berbeda malam itu—dan Andin menyembunyikan sesuatu.

Clara, yang duduk di sebelah Andin, menyadari perubahan sikap temannya. "Din, lo kenapa? Tiba-tiba kayak tegang gitu," tanya Clara sambil mengerutkan kening.

"Nggak kok," jawab Andin cepat. Ia mengambil segelas air putih dan meminumnya, seperti ingin menghindari pembahasan lebih jauh. "Cuma telepon biasa. Nggak ada apa-apa."

Namun, tidak semua orang di meja makan percaya begitu saja. Algar, yang duduk di depan Andin, menyipitkan mata sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Biasa? Tapi tadi mukamu tegang banget, Din. Telepon siapa sih? Pacar?" godanya.

Semua orang tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. Tapi Sasa tidak ikut tertawa. Ia hanya memperhatikan Andin dengan saksama, mencari tanda-tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Andin menggeleng cepat, sambil tertawa palsu. "Ah, kalian ini! Udah, deh, nggak penting juga dibahas. Mending kita fokus makan aja," ujarnya, mencoba mengalihkan perhatian.

Meski obrolan di meja makan kembali santai, Sasa merasa ada yang berubah. Suasana hangat yang tadi begitu terasa kini seolah diliputi bayangan tipis ketidaknyamanan.

** Setelah Makan Malam**

Setelah selesai makan, teman-teman mulai membereskan meja. Clara dan Aldrin sibuk mencuci piring di dapur, sementara Algar dan Radit membersihkan meja makan. Sasa, yang merasa gelisah, mendekati Andin yang sedang membereskan gelas.

"Andin," panggil Sasa pelan.

Andin menoleh. "Iya, kenapa?"

Sasa ragu sejenak sebelum melanjutkan. "Tadi... aku nggak sengaja denger percakapanmu di telepon. Tentang 'rencana'. Maksudnya apa, Din?"

Wajah Andin seketika berubah. Ia menatap Sasa dengan tatapan kaget, lalu cepat-cepat memasang senyum tipis. "Oh, itu... nggak ada apa-apa, kok. Cuma urusan keluarga. Kamu nggak perlu khawatir," katanya dengan nada santai, meskipun matanya tak bisa menyembunyikan kegelisahan.

Sasa mendesah pelan. "Din, kalau itu masalah serius, kamu bisa cerita sama kita, tahu. Kita teman, kan?"

Andin tersenyum lebih lebar, kali ini sedikit meyakinkan. "Iya, aku tahu. Tapi ini beneran nggak penting, Sa. Udah, ya, jangan dipikirin."

Meski begitu, Sasa merasa jawaban itu tidak memuaskan. Ia tahu Andin sedang menyembunyikan sesuatu, tapi ia memilih untuk tidak memaksa. Mungkin nanti, saat Andin siap, ia akan berbicara.

---

Adegan Misterius di Tengah Malam

Malam semakin larut, dan suasana rumah mulai sunyi. Teman-teman sudah beristirahat di kamar masing-masing, tapi Sasa belum bisa tidur. Ia memutuskan untuk keluar ke ruang tengah, berharap udara malam bisa menenangkan pikirannya.

Saat ia melewati dapur, ia mendengar suara pelan dari arah pintu belakang. Langkahnya terhenti. Sasa mendekat, bersembunyi di balik tembok.

Dari celah pintu, ia melihat Andin berdiri di luar, berbicara di telepon lagi. Suaranya pelan, tapi cukup jelas untuk didengar Sasa.

"Iya, semuanya berjalan sesuai rencana... Besok kita akan mulai. Jangan sampai ada yang tahu, terutama mereka," kata Andin dengan nada serius.

Sasa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Ia ingin terus mendengar, tapi suara langkah dari arah lain membuatnya tersentak. Algar muncul dari lorong dengan wajah mengantuk, dan Sasa buru-buru menariknya ke arah ruang tengah.

"Eh, Sa? Kenapa lo?" tanya Algar bingung.

"Shh! Jangan ribut," bisik Sasa, matanya terus menatap ke arah dapur.

Namun, saat mereka berdua mengintip lagi, Andin sudah tidak ada di sana. Hanya pintu belakang yang sedikit terbuka, seolah menjadi saksi bisu dari sesuatu yang besar—sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya.

1
SammFlynn
Jangan tanya lagi, ini adalah cerita yang harus dibaca oleh semua orang!
Melita_emerald: ahh makasih, jangan lupa pantau terus yaa 🤍🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!