Alya, seorang gadis desa, bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga kaya di kota besar.
Di balik kemewahan rumah itu, Alya terjebak dalam cinta terlarang dengan Arman, majikannya yang tampan namun terjebak dalam pernikahan yang hampa.
Dihadapkan pada dilema antara cinta dan harga diri, Alya harus memutuskan apakah akan terus hidup dalam bayang-bayang sebagai selingkuhan atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. HANYA AKU YANG TAU
HANYA AKU YANG TAU
Ceklek!
Andin melihat dengan sudut mata ketika Arman baru tiba di kamar mereka. Andin pikir, semalam Arman tidur di kantor lagi dan baru pulang saat itu.
"Lembur lagi, Mas?," tanya Andin namun Arman tidak menjawab dan langsung bersiap untuk mandi.
"Selalu, dia selalu mengabaikanku, semarah itukah padaku, Mas?," batin Andin saat melihat Arman memasuki kamar mandi.
Dengan perasaan hampa, Andin hanya menguatkan diri karena hidup terus berlanjut meski rumah tangganya tak semanis jalan karirnya.
Tok tok tok...!
" Siapa?. "
" Ini saya Nyonya. "
" Masuklah. "
Alya terlihat ragu untuk memasuki kamar Andin namun ia terpaksa karena tidak bisa menolak perintah sang majikan. Hingga secepat kilat ketika Andin memanggil maka ia pun segera datang tanpa banyak berpikir.
"Alya, hari ini aku ada meeting penting, jadi tolong siapkan baju tuan Arman ya...," pinta Andin.
Seketika Alya tersentak namun tidak berani menolak. Yang jadi kebingungannya adalah, dia sama sekali tidak tau setelen mana yang akan di pakai Arman dan entah tuannya itu akan setuju atau tidak.
Terlebih, Alya takut jika Arman menyadari peristiwa semalam dengannya.
"Nyonya...," bisik Alya namun bisa di dengar oleh Andin.
"Ada apa Alya?."
"Maaf Nyonya, saya benar-benar tidak tau baju mana yang harus di siapkan," balas Alya merasa kikuk.
"Siapkan saja baju yang senada, Tuan Arman tidak terlalu pemilih dalam warna, sesuaikan saja ya," balas Andin sambil sibuk bersiap diri tanpa melihat ke arah Alya.
Alya menelan ludah karena merasa gugup mendengar perintah Andin. Ingatannya akan kejadian semalam masih segar, dan kini ia harus menyiapkan baju untuk pria yang telah merenggut kesuciannya.
Tubuhnya masih terasa sakit, tapi ia menekan perasaannya dan berusaha untuk bersikap profesional. Alya mengangguk pelan, lalu berjalan menuju lemari pakaian Arman dengan tangan gemetar.
"Aku pergi sekarang, jika tuan Arman bertanya beritahu saja."
"Baik Nyonya."
Setelah Andin pergi, Alya pun bergegas memilih baju untuk Arman. Sementara majikannya itu masih berada di kamar mandi dengan air shower yang terdengar deras di latar belakang.
Suasana kamar terasa mencekam bagi Alya, seolah-olah setiap langkahnya diikuti oleh bayangan gelap dari malam sebelumnya.
Dengan cepat, ia membuka lemari pakaian besar milik Arman. Deretan pakaian mahal tergantung rapi di dalamnya, dan Alya harus memilih di antara mereka, meskipun hatinya merasa ciut.
"Nyonya bilang baju senada…," gumam Alya pelan sambil menyentuh satu persatu baju di depannya.
Lalu ia memilih setelan jas hitam dengan kemeja putih yang terlihat elegan. Namun, tangannya gemetar saat mengambilnya dari gantungan.
"Ini hanya baju Alya," bisiknya.
Setelah selesai memilih baju, Alya dengan cepat menata setelan itu di tempat tidur Arman.
Hatinya semakin resah karena Arman akan segera keluar dari kamar mandi, dan ia tak ingin berhadapan dengannya lagi.
Tanpa banyak berpikir, Alya segera beranjak mundur dan ingin segera meninggalkan kamar secepat mungkin sebelum Arman selesai mandi.
Namun, sebelum Alya bisa keluar dari kamar, pintu kamar mandi pun terbuka. Lalu Arman muncul dengan handuk melilit di pinggang, dan pandangan mereka bertemu sejenak.
Alya tertegun karena seluruh tubuhnya kaku melihat tatapan Arman yang dingin dan hampir tanpa ekspresi.
"Sudah siapkan bajuku?," tanya Arman dengan nada datar dan tanpa menunjukkan tanda-tanda jika ia mengenalinya.
"I-iya, Tuan," jawab Alya dengan suara pelan seraya menundukkan kepalanya.
"Baik. Kau boleh pergi," balas Arman sambil berjalan menuju setelan yang Alya siapkan di atas kasur.
Alya pun segera berbalik dan keluar dari kamar dengan langkah cepat. Ia merasa takut jika harus tinggal lebih lama lagi bersama Arman.