Kita tidak pernah tau takdir apa yang akan menghampiri hidup kita kelak. Semua skenario sudah Allah atur sesuai kapasitas masing - masing.
Saatnya diatas siapapun mengaku saudara,teman atau apalah. Tapi saat kita terpuruk mana tadi yang mengaku saudara. Semuanya perlahan pergi menjauh.
Begitulah kehidupan Keluarga Derel,pasca pendemi merubah segalanya. Saat kedua orang tuanya telah tiada kakak dan adik - adiknya seakan tidak mengenal dirinya lagi.
Dulu waktu ia punya semuanya kakak dan adiknya rajin datang kerumah berkumpul. Itu semua tinggal kenangan. Bagaimana kehidupan Derel dan keluarganya selanjutnya?akankah ia kembali sukses? apa yang terjadi pada orang - orang yang menghina dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ima susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Setelah sadar dari pingsannya, Sinta kembali menangis. Ia masih shock mendapat kabar buruk tentang suaminya.
"Gimana kabar ayahnya,nak?" tanya Sinta pada putra keduanya.
"Ayah sudah di rumah sakit,bu. Dokter sedang berusah menolong ayah. Apakah ibu mau kesana?" tanya Dhani lembut.
Sinta dan Dhani berangkat kerumah sakit menggunakan angkot. Walau badan rasanya tidak kuat tapi demi melihat kondisi suaminya Sinta berusah tetap terlihat kuat.
Sesampai di rumah sakit ternyata disana sudah ada Gibran duduk disamping Dafa. Tidak ada satu pun keluarga Derel manapun Sinta.
"Mbak Sinta." ucap Gibran saat melihat Sinta berjalan dari kejauhan. Ia dan Dafa langsung berdiri menyambutnya.
"Bagaimana keadaan ayah, nak?" tanya Sinta pada Dafa.
"Alhamdulillah Operasi ayah berjalan lancar,bu." jawab Dafa sambil menyuruh ibunya duduk di bangku.
"Maaf, kok mas Gibran ada disini ?" tanya Sinta heran.
"Maaf, bu itu tadi aku yang telpon om Gibran. Aku bingung mau minta tong siapa." Dafa menundukkan kepalanya karna rasa bersalah
"Ya, udah ga apa - apa. Mas Gibran makasih ya sudah menolong . Mas Gibran kalau ada keperluan lain silahkan. Kami sudah ga apa - apa di tinggal. " ujar Sinta tidak merasa enak hati merepotkan orang lain.
"Santai aja,mbak. Aku lagi free kok hari ini." bohong Gibran. Tadinya ia ada pertemuan dengan klien tapi karna mendengar telpon dari Dafa yang meminta tolong terpaksa ia batalkan janjinya. Ia tak tega membiarkan Dafa sendirian banyak sedikit ia juga sudah tau bagaimana tabiat keluarga besar Derel temannya.
"Maaf merepotkan." kembali Sinta berucap karna merasa canggung bersama Gibran.
"Kamu sudah mengabari adik - adik suamimu belum?" tanya Gibran.
"Sudah om,tadi waktu mama pingsan aku langsung telpon adik - adik ayah." jawab Dhani.
"Trus apa kata mereka?" Gibran penasaran bagaimana reaksi adik - adik Derel mendapat kabar duka tersebut.
"Nanti kalau ada waktu mereka akan kesini." jawab Dhani.
"Udah gitu aja." ujar Gibran tak percaya. Dhani hanya mengangguk mengiyakan.
" Astafirullahilaizim." Gibran langsung beristiqfar. Miris memang jika mempunyai saudara yang kurang peduli dengan penderitaan saudara yang lain.
"Sudahlah, ga udah di bahas lagi. Mas aku mau bertanya?" uajr Sinta mengalihkan pembicaraan.
"Bertanya apa, mbak?" tanya Gibran.
"Apa kata polisi mengenai penyebab kecelakaan abang Derel?" tanya Sinta.
"Belum ada kabar lanjutannya. Nanti akan aku selidiki lebih jauh. Mbak fokus aja sama Derel,biar ini jadi urusan aku saja."
"Makasih,mas." setelah itu terjadi keheningan . Semuanya larut dalam pikiran masing - masing.
"Kalian sudah makan belum?" tanya Gibran memecah keheningan. Semuanya menggeleng kecuali Sinta. Matanya kosong menatap tembok putih di hadapannya. Pikiranya sedang kacau tak tau harus bagaimana. Tidak tempat berbagi beban, putranya tentu tidak mungkin karna mereka bun mengerti.
"Kalau gitu tunggu disini om mau ke kantin dulu beli makan buat kalian. " pamit Gibran.
"Aku ikut boleh ga,om?" tiba - tiba Dafa ikut bangun dari duduknya dan mengikuti Gibran menuju kantin.
"Om, ada lowongan ga dikantornya om?" tanya Dafa saat mereka jalan beriringan.
"Buat siapa?" tanya Gibran.
"Buat aku,om." jawab Dafa tersenyum samar.
"Kamu kan masih sekolah,sebentar lagi PKL. Sayang kalau harus mengorbankan sekolah kamu." ujar Gibran.
"Aku kasian sama ibu,om. Apa lagi ayah kaya gini sekarang ,aku tidak mau menjadi beban ibu. Kalau aku bekerja setidaknya aku bisalah bantu - bantu untuk keluarg." ada kegetiran di nada suara Dafa. Walau masih muda tapi pemikirannya sudah dewasa.
Gibran menghentikan langkahnya dan memutar menatap Dafa.
"Kamu benar mau bekerja?" tanya Gibran.
"Iya,om." ada senyum harapan di bibir Dafa.
"Kalau gitu kamu PKL nya di kantor om saja. Kamu bisa bekerja selain praktek. Bagaimana?" tanya Gibran.
Tanpa banyak pikir Dafa langsung mengiyakan tawaran Gibran. Gibran merasa senang melihat senyum bahagia di bibir Dafa. Mengenai pekerjaan nanti akan ia pikirkan pekerjaan apa yang cocok untuk Dafa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Siang kk,terimaksih sdh menunggu up lagi ya kk. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komen serta votenya yang banyak biar thor semakin semangat menulis 💪💪😘😘🙏🙏
klu Darel selamat
malah tokoh utamanya dimatiin...
ke ce wa... left..
ya ngak seru klu Darelnya meninggal.. Thor