Santi sigadis kecil yang tidak menyangka akan menjadi PSK di masa remajanya. Menjadi seorang wanita yang dipandang hina. Semua itu ia lakukan demi ego dan keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
“Dengarkan mbak, saat ini juga kita harus meninggalkan kampung ini, ini isinya pakaian kita semua, sekarang cepat ganti baju kalian.”
Riski langsung sumringah, ia langsung bisa menebak isi pikiran kakaknya, yaitu mereka akan kabur dan mbaknya gak jadi menikah.
“Mana pakaianku,mbak?” tanya Riski, dengan cepat ia meraih tas.
“meninggalkan kampung? Bukannya Riski bilang kalau mbak mau menikah dengan Mbah Jarwo dalam waktu dekat?” tanya Ridho bingung.
“Sudah jangan banyak tanya, ganti saja bajumu,” ujar Riski, ia sudah mengganti bajunya.
Ridho yang masih terheran-heran, hanya bisa menuruti perintah Riski dan mbak Santi. Ujang Pula di bantu oleh mbak Santi ganti baju.
Baju kotor mereka Santi masukkan ke dalam plastik dan di masukkan ke dalam tas, sekarang adik-adiknya sudah memakai pakaian bersih.
“Oh ya mbak lupa, sana kalian ke sungai cuci muka dan kaki biar gak kotor. “
“Sekalian saja mandi,” tukas Ridho
“Tidak sempat, kita tidak punya banyak waktu," ujar Santi.
"Sudah, kamu jangan banyak tanya, nurut saja apa kata mbak Santi," ucap Riski.
Mereka bertiga pun mencuci tangan dan muka saja, agar tidak terlalu kotor, sekarang sudah pukul 1 siang. Riski, Ujang dan Ridho sudah bersih. Sisil dan Lili sendiri sudah Santi bantu untuk cuci muka, tangan, dan kaki.
Sekarang mereka sudah bersih, untuk menghilangkan bau keringat, Santi memberikan bedak my baby kepad adik-adiknya. Dan adik-adiknya melumuri bedak itu, ke tubuh mereka, hinggalah sekarang mereka wangi.
“Riski kamu gendong Lili, kamu Ridho bawa tas kain kita ini, dan kamu Ujang bawa mainan ini, ini ringan tidak berat, dan mbak gendong sisil,” Santi membagi tugas, semua adik-adiknya menurut.
Dengan cepat mereka meninggalkan kebun, dengan beban di pundak mereka masing-masing.
“Kita mau ke mana?” tanya Ujang lagi, ia ingat ini bukanlah jalan menuju rumah nenek mereka.
“Kamu diam saja, kita harus cepat, ikut mbak Santi saja,” perintah Riski, ia tahu niat mbaknya, Santi hendak kabur, jadi dia dukung rencana mbaknya itu seribu persen.
Semua orang diam, semua berjalan mengikuti Santi dari belakang. Setelah tiga puluh menit berjalan, sampailah mereka di pinggir jalan raya. Begitu mereka sampai ke jalan raya ada becak yang langsung lewat, Santi pun menyetopnya.
“Bang ke stasiun cendrawasih,” ujar Santi.
“Okey naik neng,” ucap pak supir.
Satu becak untuk berenam, Riski, Ridho, Ujang dan Santi duduk berhadapan-hadapan, sedangkan Sisil dan Lili mereka pangku, dan tas mereka serta mainan, ditaruh di belakang becak.
“Dari mana mau ke mana neng ngos-ngosan begitu?” tanya supir becak, yang melihat ke empat bocah itu kecapekan, kecuali Lili dan Sisil.
“Biasa bang, dari rumah nenek, jalan kaki,” ujar Santi
“Ohhh, terus ini ke stasiun Cendrawasih mau ngapain?” tanya supir becak.
“Mau pulang kampung, ke rumah emak,” sahut Santi singkat.
“Ohhh memangnya kampungnya di mana neng?” tanya pak supir lagi.
“Pak, bisa ngebut tidak, “ ujar Riski, yang kesal mendengar pak supir banyak tanya.
“Bisa bisa,” ucap pak supir mengebut becaknya.
Sementara itu.
“Wahhh ini mah emak bisa beli emas banyak Burhan. Pasti ibu-ibu di kampung ini akan iri dengan emas emak,” ujar Mak Erot masih menghitung uang yang tidak selesai-selesai, karena mereka menghitungnya lembar demi lebar.
”Bener Mak, Burhan juga bisa menikah sama Dewi,” Burhan tidak kalah senangnya.
“Apalagi nanti kalau si Santi sudah jadi istri si Jarwo, kita jadi bisa porotin Jarwo melalui Santi," ujar Mak Erot.
“Tapi Santi lama sekali ya Mak belum pulang juga, Burhan lapar ini," ujar Burhan.
"Biarkan saja dia di kebun, palingan dia lagi membujuk adiknya si Riski itu, biar saja, si Riski itu memang keras kepala. Orang mbaknya aja demen aki-aki kok, dia malah sok-sokan mau main nolak-nolak aja."
"Emak tahu dari mana kalau si Santi demen aki aki Mak?"
"Ya jelas lah, kamu lihat saja belum apa-apa si Santi sudah ngajak si Mbah Jarwo mojok di halaman belakang rumah kita, terus si Jarwo juga bilang kalau mereka... ” Mak Erot menautkan tangannya membuat isyarat bahwa Santi dan Jarwo sedang bercumbu.
“Apalagi itu namanya kalau bukan demen aki-aki?” tanya Mak Erot.
“Bener juga ya Mak, tapi Burhan lapar Mak, kalau ada Santi kan ada yang hidangin makanan Mak, jadi Burhan enggak repot-repot pergi ke dapur untuk ngambil piring dan nasi," sahut Burhan. Ia memang sangat malas ke dapur, ia selalu berpikir bahwa tugas perempuanlah menghidangkan makanan dan minuman untuknya.
"Kita ini punya banyak uang Burhan, ngapain ke dapur, kalau kamu lapar, sana pergi ke warung Mbok Darmi, beli nasi bungkus,” perintah Mak Erot.
"Bener juga ya, Mak."
''Ah kamu memang bo doh Burhan"