Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Jedag–Jedug
Ardhan sudah nyaris meninggalkannya, tapi Arini menggunakan tangan kirinya untuk menggapai tangan kanan Ardhan. Walau sempat berproses, akhirnya Arini bisa membuat Ardhan tetap di dekatnya.
Arini : Baru kali ini mau dirias berasa uji nyali. Tatapan Pilen ngeri banget. Kayaknya dia cemburu ke kamu dan kesel banget ke aku. Gara-gara kamu mau nikah sama aku. Lihat, kentara banget lihat aku saja, mata Pilen kayak mau loncat.
Orang Keren : Yang penting kamu enggak nuduh aku goda apalagi ada hubungan dengan dia.
Arini : Kalau sampai ada, wajib langsung tobat. L-lihat, si Pilen kayak mau n e r k a m aku. Orang garang macam gini cocok dikirim ke P a l e s t i n a biar berguna. Jadi pasukan tentara yang membela di sana, atau minimal ikut bantu. Andai dia kena b o m, ya dikhlasin saja. Daripada di sini, belok kanan kiri enggak jelas statusnya.
Orang Keren : Masalahnya, dia cuma jadi garang ke wanita yang dekat aku.
Arini : Oh berarti, Orang Keren juga wajib ikut dikirim sekalian bareng Pilen. Lagian ini ngapain sih, nama kontaknya Orang Keren.
Setelah sempat sibuk berkirim pesan padahal tengah bersebelahan, Ardhan yang berdiri di sebelah Arini berkata, “Emang aku keren, kan?”
Walau sempat diam sekaligus terpaku menatap kedua mata Ardhan, Arini mengangguk-angguk. Hanya saja, Pilen telanjur membingkai wajahnya menggunakan kedua tangan. Tanpa aba-aba, Pilen menghadapkan paksa wajah Arini kepadanya.
“Biasa saja dong!” omel Arini tidak bisa untuk tidak garang.
Pilen apalagi anak buahnya yang ada di sana dan jumlahnya ada empat, kaget karena Arini berani memarahi Pilen. Lain lagi dengan Ardhan yang malah banjir senyuman sambil mengetik pesan balasan kepada Arini.
Orang Keren : B a n t i n g saja. Pilen enggak ada apa-apanya kalau harus berhadapan dengan kamu. Cemungud 🤩🥳😎
Arini baru membacanya tak lama setelah kepergian Ardhan. Dan Arini juga sudah memarahi Pilen habis-habisan hingga Pilen tak lagi banyak berkomentar.
“Jangan kasar, banyak-banyak istighfar saja. Terus, riasnya juga jangan yang kayak topeng. Yang natural saja ya. Soalnya wajah saya memang s e n s i t i f banget ke rias,” ucap Arini tak takut lagi ke Pilen. Karena andai Pilen macam-macam, bukan hanya Arini yang akan b a n t i n g Pilen sesuai dukungan penuh dari Ardhan. Sebab Arini juga tak segan memviralkan apa pun itu.Bukankah semuanya akan ada hasilnya setelah segala sesuatunya viral apalagi itu di negara konoha ini?
“Lagian, ngapain juga sih kamu nikah sama Ardhan padahal pasangan kalian kompak menyelingkuhi kalian?” sewot Pilen dengan gaya yang masih kemayu.
“Fenomena selingkuh memang wajib dibalas dengan pernikahan. Non halal dibalas halal kan jadi berkah, balasannya janah!” balas Arini yang dalam hatinya jadi cekikikan. Sebab makin ia membalas dengan balasan kebenaran bahkan terdengar alim, makin melow juga Pilen yang membantunya rias.
“Sudah jangan sedih-sedih,” ucap Arini kali ini lirih dan sambil mengelus-elus lengan kiri Pilen yang memegang lipstik. “Aku doakan, moga kamu juga berjodoh dengan spek ratu Elizabet. Pinter, cantik, serba bisa, pemberani juga.” Walau agak takut, Arini tetap mer a c u n i pikiran Pilen dengan kebaikan secara halus. Agar Pilen mau kembali ke jalan yang benar.
“Berasa lagi curhat diri sendiri,” ucap Pilen masih kemayu.
“Hah?” refleks Arini yang bingung. “Curhat diri sendiri? Memangnya aku sekeren itu?” batin Arini.
“Lihat, gini sudah cukup belum? Katanya cuma mau yang natural. Memang sudah bagus sih. Dan sepertinya, ‘bagusnya’ kamu karena efek jarang pakai produk,” ucap Pilen makin lama makin terlihat putus asa.
“Yang bagus apanya, Len? Kulitku?” bingung Arini menatap penasaran Pilen yang wajah cubby-nya dihiasi banyak bekas bopeng.
“Ya! Puas kamu, ... aku mengakui kecantikan kamu?” sewot Pilen yang memang patah hati total karena Ardhan akan menikahi Arini. Padahal yang ia harapkan, Ardhan harusnya menikahinya.
“Masya Allah, Len! Ini aku terbiasa banyak minum air putih. Niatnya buat ngirit, efeknya jadi bagus buat kulit. Selain itu, berat badanku juga jadi ideal. Dan aku juga sudah terbiasa enggak gampang lapar,” ucap Arini mulai terbiasa berkomunikasi dengan Pilen.
“Jadi, tips cantik dari kamu itu wajib dapat suami spek d a j a l dulu, ya? Yang sekadar kasih makan saja enggak bisa makanya kamu selalu nahan lapar?” sewot Pilen dan langsung mengejutkan semua yang ada di sana, apalagi Arini.
Tidak ada yang tidak tertawa gara-gara balasan Pilen barusan. Meski ketika Arini melihat ke cermin rias di hadapannya, Arini langsung bengong.
“I–ini aku?” batin Arini tak mengenali dirinya sendiri. Rias natural yang ia minta kepada Pilen, hasilnya sungguh di luar prediksi. Bukan karena Pilen membuat wajahnya seperti dipasang topeng hingga kecantikannya mirip boneka sangat cute. Bukan juga karena alis palsunya lebih besar dari knalpot gaban. Melainkan karena hasil rias natural tangan Pilen membuat Arini sangat cantik.
“Berarti suami kamu itu p i c e k, enggak bisa lihat yang benar-benar cantik. Karena Killa walau memang cantik, kan efek perawatan kenceng. Riasnya dihapus saja wajahnya pucet. Apalagi kalau perawatannya stop, ya beda lagi ceritanya. Nah kamu, enggak pakai rias saja enggak pucet," lanjut Pilen.
“Aku kan enggak anemia, Len makanya wajahnya enggak pucet. Aku enggak kekurangan darah. Yang ada, darahku selalu tensi tinggi, makanya aku gampang emosi,” balas Arini yang lagi-lagi membuat kebersamaan di sana diwarnai tawa hanya karena ia menyebut dirinya tak anemia sebagai alasan wajahnya tidak pucat walau tanpa rias.
Rambut Arini sudah lebih dulu selesai dikeringkan sebelum Pilen membereskan riasnya. Bergegas Arini memakai kebaya pengantin di kamar mandi. Untuk urusan memakai kebaya pengantin, Arini melakukannya sendiri. Sementara untuk pemasangan hijab lengkap dengan mahkota kecil dan juga ronce pengantin, Arini kembali dibantu Pilen. Semuanya dilakukan dengan serba cepat karena dari luar sudah ada utusan untuk memantau hasilnya. Walau ternyata, si pemantau masih orang yang sama dan itu Ardhan sendiri.
Ardhan yang awalnya buru-buru, mendadak bengong setelah mendapati sosok berkebaya putih dan menjadikan kain jarit putih sebagai bawahannya. Sosok tersebut tengah berdiri sekaligus menunduk. Sosok yang tentu saja merupakan Arini, tengah bersiap memakai sepatu selop pengantin warna putih keemasan yang cukup berheels.
Kali ini, demi membantu Arini memakai sepatu selop pengantin, Pilen yang bertubuh bohay sampai jongkok di hadapan Arini.
“Kok aku jadi deg-degan banget, ya?” batin Ardhan yang bergegas sigap lari mengantikan Pilen. Karena dari gerak kaki Arini yang tampak ragu membiarkan tangan berkuteks merah milik Pilen menyentuhnya, Ardhan yakin Arini tidak nyaman. Meski karena keputusannya pula, ia malah jadi makin gugup. Apalagi ketika ia melihat wajah Arini yang sudah dirias, dadanya langsung jedag-jedug.
“Serius ini ... si orang keren langsung sigap tuntun telapak kaki aku buat masuk ke sepatu selopnya. Ya ampun, ... kok jantungku jadi jedag-jedug. Berasa r u s a k ni jantung,” batin Arini yang memilih berpegangan pada kedua bahu Ardhan yang membantunya memakai sepatu, ketimbang menerima uluran kedua tangan di hadapannya dan itu tangan Pilen maupun asistennya.
Lagi dan lagi, dunia Arini maupun dunia Ardhan, serasa jadi berputar lebih lambat. Dengan hati-hati mereka melangkah keluar dari dalam kamar. Awalnya tak sampai bergandengan, dan Ardhan memimpin langkah. Dua wanita muda selaku anak buah Pilen, sengaja memegangi ekor kebaya Arini.
Ketika akan menuruni anak tangga menuju lantai bawah tempat ijab kabul digelar. Ardhan yang awalnya hanya mengawasi setiap langkah Arini, berangsur mengulurkan tangan kanannya. Tentu saja, ia akan menggandeng Arini. Meski terlihat sangat gugup, Arini yang jadi tak berani menatap Ardhan, berangsur meletakan tangan kirinya di telapak tangan kanan Ardhan. Detik itu juga, semua mata yang sudah sibuk mengawasi kebersamaan Ardhan dan Arini, jadi berbinar, berkaca-kaca, sekaligus tersenyum haru.
Meski kini bukan ijab pertama calon pengantin, apa yang bergulir tetap terasa spesial. Ketegangan yang menyelimuti kedua calon mempelai juga sangat kentara dengan kebahagiaan.
“Harusnya dia ngomong biar aku enggak setegang ini. Ya ampun jantungku makin jedag–jedug!” batin Ardhan masih menuruni anak tangga sambil menuntun Arini.
Tak beda dengan suasana di lantai bawah yang sudah ramai oleh keluarga besar, tangga yang Ardhan dan Arini lewati juga tak luput dari hiasan bunga mawar segar. Hingga suasana di sana jadi penuh aroma segar bunga, yang berbaur dengan setiap aroma parfum penghuninya. Terlepas dari semuanya, selain sudah langsung menjadi fokus perhatian. Setiap gerak Arini dan Ardhan juga tak luput dari kamera yang merekam, mengabadikan keduanya dalam momen sakral.
(Ramaikan yaaa ❤️❤️❤️❤️❤️❤️)
ayo up lagi
batal nikah wweeiii...