Senyuman Iblis Di Balik Topeng Cinta

Terdiam sejenak, ada banyak hal yang ada di fikirannya. Matanya menatap ke arah pakaian, dalam ruang gantinya. Tidak ada satupun jam tangan ataupun set perhiasan yang tersisa. Bahkan rak yang dipenuhi tas mewah bernilai tinggi, kosong. Hanya tersisa 5 tas yang berada di sana, tas yang dibelinya ketika berlibur dengan harga di bawah 10 juta rupiah.

"Tidak apa-apa..." gumamnya gemetaran.

Handphonenya berbunyi ada begitu banyak pesan yang masuk dari beberapa teman prianya. Dirinya membalas seperti biasanya.

Mengapa Almira dapat seperti ini? Bahkan pernah ingin melakukan panggilan tidak wajar dengan Yudha?

Cantik, benar-benar cantik, dari keluarga baik-baik, pria mana yang tidak akan jatuh cinta padanya? Dari dulu ada begitu banyak pria yang mendekati dan menggodanya.

Semakin cantik, maka semakin banyak serangga yang mengerumuni. Bukankah memang seperti bunga?

Dari masa SMU-nya, Almira sudah pernah melakukannya dengan pacar pertamanya. Memberi harapan pada setiap pria yang mendekat.

Kala menjalin hubungan dengan Derio, dirinya merasa semakin di atas. Bukankah wajar bagi Almira yang cantik untuk pemilih?

Pergi ke club'malam semakin sering dilakukan olehnya, mengingat uang bulanan yang cukup besar didapatkannya dari orang tuanya maupun Ryu Dean. Hingga pada akhirnya berkenalan dengan Delone. Seorang pemuda yang kerap mempermainkan tubuhnya. Bahkan sering menggunakan obat penenang.

Benar-benar membuat dirinya kecanduan, hingga mulai nekat ingin bermain dengan pria-pria lain yang memujanya. Istilah lainnya, mungkin dapat dikatakan kecanduan akan berhubungan menggunakan obat penenang? Entahlah.

Tapi setiap orang memiliki sisi yang berbeda bukan?

Kesombongan akan kecantikan membuatnya tidak berhati-hati. Hingga semakin dipuja, maka semakin terjerat.

*

Hari ini seperti biasanya, Almira melangkah turun ke lantai satu. Duduk di kursi meja makan."Ibu, rekeningku dibekukan. Aku perlu uang untuk pergi membeli tas baru. Memalukan memakai yang ini," keluhnya.

"Ibu sudah mengatakan, bersabarlah! Hingga kamu menikah dengan Ryu Dean. Jika setelah itu bercerai, setidaknya kamu mendapatkan setengah harta gono-gini! Tahan dirimu, bagaimana pun wajahnya!" Geram sang ibu menatap ke arah putrinya.

Riswan, sang ayah mengirim uang ke rekening putrinya menggunakan M-banking."Begini saja ribut-ribut."

"Cuma 5 juta!?" Almira membulatkan matanya, menatap ke arah handphonenya."Ayah fikir cukup untuk membeli tas yang biasa aku pakai ke kampus."

"Karena itu, kembalilah pada Ryu Dean. Ibumu benar! Menikah, tahan setahun atau dua tahun. Setelah itu terserah kamu mau bercerai." Keluh sang ayah mulai bangkit.

"Delone akan membantu bisnis ayah!" Bentak Almira.

"Kalau begitu, katakan padanya, untuk meminta ayahnya bekerja sama dengan perusahaan keluarga kita. Karena, Willy (nama panggilan Neil), pastinya sudah menarik semua bantuan kerja samanya." Riswan melangkah meninggalkan meja makan. Terlalu jenuh rasanya berhadapan dengan putrinya.

Sebuah keberuntungan dipilih oleh seorang Ryu Dean. Tapi disia-siakan begitu saja? Ini benar-benar gila baginya.

*

Tidak seperti biasanya, hari ini Almira keluar dari mobil dengan harga standar. Bukan tipikal mobil mewah seharga miliaran rupiah yang biasanya digunakan olehnya.

Tidak ada jam tangan mewah dan tas bernilai ratusan juta, hingga milyaran rupiah yang biasanya dipamerkan olehnya. Tetap cantik? Tentu saja, hingga langkahnya terhenti menatap ke arah security yang berjalan bersama Fiona.

Dengan sengaja menabrak bahu Fiona."Sampah (Fiona) memang pantas dengan pria tidak tahu diri (Yudha). Kenapa? Derio menolakmu?" Sindir Almira pada Fiona, tertawa kecil.

Fiona mengepalkan tangannya berusaha keras untuk tersenyum. Seperti nasehat dari kakak laknatnya, agar pinguin lucu sepertinya dapat bertahan hidup. Hal yang dilakukannya hanya dapat merendah. Tidak boleh membuat masalah dengan orang lain.

"Maaf, kemarin karena aku emosi melakukan hal yang tidak seharusnya padamu. Sebenarnya aku pengagummu dan Derio. Membayangkan pangeran dan putri yang paling cantik menikah. Saat kalian putus, figuran tidak berdosa sepertiku menjadi frustasi. Maaf, sekali lagi, aku terlalu sensitif." Fiona menitikkan air mata buayanya. Menunduk berkali-kali.

"Kamu penggemarku?" Tanya Almira tidak percaya.

"Benar! Derio dan Almira adalah pasangan putri dan pangeran. Kalian adalah couple terbaik di kampus ini. Benar-benar kisah romansa yang indah. Entah kenapa ketika kalian putus aku begitu frustasi. Bahkan memutuskan untuk mogok makan. Pada akhirnya rasa frustasiku tidak sengaja aku limpahkan pada mu, Almira, seorang putri paling cantik sejagat raya. Aku sekali lagi minta maaf." Ucap Fiona cepat, melontarkan berjuta kata-kata manis, agar dirinya tidak memiliki musuh sama sekali.

"Kamu mengatakan aku cantik?" Tanya Almira, memincingkan matanya.

"Ya! Tuan putri Almira yang tercantik di dunia." Kembali pujian dilontarkan, menbuat Almira berusaha menahan dirinya agar tidak tersenyum.

"Aku maafkan. Kamu boleh menjadi penggemarku." Almira mengibaskan rambutnya ala iklan shampoo.

"Cantiknya..." Pujian dari Fiona, tidak ingin memiliki musuh sama sekali.

Sedangkan Yudha hanya dapat menghela napas kasar. Ternyata tunangannya dulu adalah merak gila. Mengapa dirinya bisa menunjuk gadis ini untuk menjadi tunangannya 13 tahun lalu.

"Narsis!" Batin Yudha.

Pemuda yang hanya diam, dengan cepat menarik tangan Fiona. Tidak ingin pinguin kecil ini terpesona pada Almira, kemudian menjadi pecinta sesama jenis. Entah kenapa berbagai imajinasi gila sering membayanginya belakangan ini.

Mulai dari mimpi dirinya bermain dengan Fiona di padang rumput. Hingga imajinasinya dimana setiap orang ingin memisahkan dirinya dengan Fiona. Temannya satu-satunya, ingat! Ini hanya teman yang sering dirindukan olehnya. Hanya teman yang membuat dirinya protektif, hanya teman yang membuatnya terkadang napsu, hanya teman...

*

"Kenapa minta maaf?" Tanya Yudha, memojokkan Fiona di rak perpustakaan, jemarinya meraba dagu Fiona hanya agar menghadap dirinya. Jarak wajah mereka begitu dekat. Sedangkan punggung Fiona menyandar pada rak buku.

Bukankah seharusnya ini menjadi hal yang romantis?

Sayangnya Fiona berjongkok, kemudian kembali berdiri, berjalan menghindar."Karena aku tidak ingin punya musuh. Itu merepotkan, jika difikirkan lagi, ada orang yang membenci ku, membuatku benar-benar takut. Aku bahkan sempat minta maaf pada salah seorang dosen. Karena pernah menghujatnya."

Yudha mengikuti langkahnya. Benar-benar pinguin lucu yang aneh."Mulai besok mungkin kita tidak akan sering bertemu."

"Baguslah!" Fiona berbalik, mengedipkan matanya.

"Kenapa baguslah!?" Tanya Yudha.

"Kak security berharap aku akan merindukanmu?" Tanya Fiona mulai duduk setelah memilih buku.

Yudha tidak dapat menjawab sama sekali. Tidak mungkin dirinya berharap Fiona merindukannya. Fiona hanyalah temannya.

Sang pemuda rupawan menatap ke arah Fiona yang begitu konsentrasi membaca.

"Fiona..." Panggilnya.

"Em..."

"Apa kamu begitu ingin segera lulus?"

"Iya."

"Apa yang akan kamu lakukan setelah lulus?"

"Membuka usaha kecil-kecilan, kemudian menikah."

Pertanyaan iseng sejatinya. Tapi sukses membuat Yudha benar-benar tidak menyukai semua ini. Kali ini dalam imajinasinya, Fiona membuka toko elektronik, memiliki suami manusia berwajah cumi-cumi, membelai wajahnya dengan tentakel. Tidak lupa juga anak cumi-cumi mereka yang berkeliaran di toko elektronik.

"Jangan menikah, kamu lebih cocok menjadi wanita karier."

"Tidak mau! Aku ingin tau rasanya ciuman! Rasanya malam pertama!" Tegas Fiona.

"Menyebalkan..." Satu kata dengan nada datar dari Ryu Dean. Pemuda yang benar-benar tidak menyukai ini.