Di tengah hiruk pikuk dunia persilatan. Sekte aliran hitam semakin gencar ingin menaklukkan berbagai sekte aliran putih guna menguasai dunia persilatan. Setiap yang dilakukan pasti ada tujuan.
Ada warisan kitab dari nenek moyang mereka yang sekarang diperebutkan oleh semua para pendekar demi meningkatkan kekuatan.
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak yang masih berusia 7 tahun. Dia menjadi saksi bisu kejahatan para pemberontak dari sekte aliran hitam yang membantai habis semua penduduk desa termasuk kedua orang tuannya.
Anak kecil yang sama sekali tidak tau apa apa, harus jadi yatim piatu sejak dini. Belum lagi sepanjang hidupnya mengalami banyak penindasan dari orang-orang.
Jika hanya menggantungkan diri dengan nasib, dia mungkin akan menjadi sosok yang dianggap sampah oleh orang lain.
Demi mengangkat harkat dan martabatnya serta menuntut balas atas kematian orang tuanya, apakah dia harus tetap menunggu sebuah keajaiban? atau menjemput keajaiban itu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleta. shy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nenek Ling
Suasana malam semakin dingin. Yuan mengikuti dua orang pengawal penjaga mengantarkannya ke rumah pengungsian.
Selama perjalanan Yuan diam membisu tanpa mengeluarkan suara. Pengawal penjaga itu pun sama, mereka tidak bertanya apapun dan hanya menjalankan perintah dari Bai Feng.
Setelah masuk di pemukiman warga, Yuan dibuat terkejut akan kemegahan desa itu. Beberapa rumah memiliki bentuk yang simetris dengan rumah lainnya. Gemerlap malam disulap seolah-olah menjadi karya seni dengan kerlap kerlip lampu beragam ukuran.
Bangunan-bangunannya juga terlihat sangat kokoh. Pohon-pohon tampak dirawat segitu detailnya sampai rapi berjejer disetiap jalan yang dilalui Yuan.
Belum lagi ramainya penduduk berkeliaran di desa itu saat malam hari, berbanding terbalik dengan desanya yang kalau malam hari semua aktivitas dihentikan.
Sempat terpana sebelum akhirnya Yuan sadar jika dirinya saat ini menjadi pusat perhatian.
Orang orang didesa itu menatap aneh ke arah dirinya. Yuan pun memaklumi tatapan aneh itu kepadanya karena memang tampilannya itu benar-benar lusuh dan berantakan.
Bola mata mereka mengikuti arah langkah kaki Yuan. Pandangan jijik dan merendahkan tertangkap jelas oleh anak kecil itu membuat Yuan cukup risih.
Yuan hanya tertunduk malu mengikuti langkah kaki pengawal penjaga didepannya itu.
"Aku malu sekali" batin Yuan.
Langkah kaki Yuan setengah berlari menyeimbangi langkah kaki dari pengawal penjaga itu. Entah sudah berapa lama dia berjalan, Yuan pun tak tau. Fokus utamanya dalam benaknya ialah bagaimana dia bisa cepat sampai ke rumah pengungsian agar terhindar dari cemoohan dan tatapan menghina orang terhadapnya.
Setelah cukup lama berjalan, tiba tiba tanpa sengaja Yuan menabrak badan pengawal penjaga di depannya karena memang posisi dua orang itu sudah berhenti.
"Kita sudah sampai" Ucap pengawal penjaga.
Mendengar itu, Yuan otomatis menegakkan kepalanya. Matanya langsung melihat sebuah rumah yang tepat berada dihadapannya.
Salah satu dari mereka berjalan menuju kedepan pintu dan mengetuknya.
Tok tok tok... Bunyi ketukan pintu.
Tak lama berselang, dari arah dalam rumah keluarlah seorang nenek-nenek dengan setengah berlari menyambut kedatangan Yuan seolah-olah kehadiran dirinya memang sudah ditunggu-tunggu.
"Ayo, ayo masuk nak" Nenek itu tampak kegirangan berjalan mendekati Yuan untuk segera dibawa kedalam rumah tersebut.
"Kami diberi perintah dari Tetua Bai kalau...."
Belum sempat salah satu pengawal penjaga itu meneruskan kalimatnya, nenek itu langsung memotong pembicaraannya karena memang sebelumnya Bai Feng sempat singgah ditempat itu.
"Aku tau apa yang harus aku lakukan. Kalian pergilah" Mata yang tadi berbinar binar menyambut anak kecil didepannya, dalam hitungan detik berubah setelah berbicara kepada pengawal penjaga itu. Terkesan dingin
Yuan memperhatikan nenek didepannya ini. Kalau dibilang muda, pasti tidak mungkin karena ada tanda keriput di kening sosok didepannya ini. Tapi kalau dibilang tua juga tidak mungkin karena melihat tingkah lakunya yang tidak seperti nenek-nenek pada umumnya.
"Tapi rambutnya putih" ucap Yuan dalam hatinya.
"Ayo nak cepat masuk, bersihkan dirimu. Habis itu kita makan bersama. Kau pasti sangat kelelahan" Nenek itu mendekati Yuan tanpa canggung seolah memang sudah kenal cukup lama. Diraihnya satu tangan anak kecil itu menuntunnya masuk kedalam rumah.
Tak berselang lama, dua orang pengawal penjaga itu juga pergi meninggalkan rumah pengungsian tersebut.
Setelah masuk didalam rumah pengungsian itu, Yuan tidak menemukan tanda-tanda kalau ada orang lain selain dia dan juga nenek-nenek tersebut.
Biasanya yang namanya rumah pengungsian pasti ada orang menempatinya sebagai pengungsi.
"Dimana pengungsi lainnya?"
"Aku harus waspada kalau begini" batin Yuan.
"Aku Ling-Ling, kamu bisa memanggilku nenek Ling mulai sekarang." Ucap nenek itu memperkenalkan diri.
Tau jika anak didekat nya ini sedang waspada terhadap dirinya, Nenek ling merasa jika dirinya memang harus menjelaskan sesuatu.
"Jangan takut nak, nenek tidak mempunyai niat jahat kepadamu"
Nenek Ling mulai menjelaskan sesuatu yang memang harus diketahui oleh anak kecil tersebut.
"Ini memang bekas rumah pengungsian di Desa bunga teratai biru." Mulai bercerita.
"Tapi rumah ini sudah dianggap tidak layak lagi untuk menerima pengungsi, jadi dipindahkan ke tempat lain yang lebih layak."
Yuan yang sedari tadi memang menyimak, mulai bersuara.
"Apakah nenek juga pengungsi?" tanya Yuan.
"Kalau rumah ini tidak layak, kenapa nenek tinggal disini?"
Nenek Ling menghela nafasnya panjang. Mendapatkan pertanyaan mendadak dari Yuan, sorot matanya langsung sayu seakan menyimpan kesedihan yang mendalam. Hal itu cepat ditangkap oleh indra penglihatan Yuan.
"Mandilah terlebih dahulu, nenek akan menyiapkan pakaian dan makanan untukmu" ucapnya mengalihkan pembicaraan.
"Apakah nenek sedang bersedih?" tanya Yuan dengan polosnya. Dia merasa bersalah.
"Ah tidak" Nenek Ling gelagapan.
"Nenek hanya melamun saja" membelakangi Yuan seraya mengusap kedua matanya yang sudah mulai berembun. Sedikit sensitif mendapatkan pertanyaan seperti itu padahal sebelumnya dia tegar tegar saja.
Yuan mendekat kearah Nenek Ling. Seketika anak kecil itu memeluknya dari arah belakang.
"Apapun itu, aku minta maaf. Tidak bermaksud untuk membuat nenek tersinggung." Ucapnya. Gaya bahasanya khas seperti anak kecil pada umumnya yang sedang meminta maaf.
Nenek Ling terkejut. "Ah tidak nak, nenek sama sekali tidak tersinggung" Ikut membalas pelukan Yuan dan mengusap rambut anak kecil itu.
"Padahal baru kenal, tapi aku suka sekali dengan bocah ini" batin nenek Ling.
"Namaku Yuan"
Yuan dengan tubuh kecilnya mendongak pandangannya ke atas melihat nenek Ling.
"Anggap saja nenek ini adalah ibuku. Aku rindu ibu. Maafkan aku ibu, aku sayang ibu" Hati anak kecil itu terus berbicara.
"Aku seperti melihat Chow didalam diri anak kecil ini" ucap nenek Ling dalam hatinya.
Nenek Ling sangat menyukai anak kecil. Tapi sayangnya dia tidak mempercayai pernikahan, yang membuat dirinya melajang sampai tubuhnya ini sudah menopause.
"Namamu bagus nak seperti orangnya" Ucap Ling menampilkan senyumnya.
"Ayok cepat bersih-bersih. Setelah itu kita makan bersama" Sambungnya lagi.
"Iya nek, sekali lagi terimakasih" balas Yuan juga dengan senyuman khas anak kecil. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Setidaknya dengan hal yang barusan terjadi, membuat kesedihannya sedikit terobati.
...
"Masakan nenek enak sekali, Yuan suka" Yuan berkata dengan makanan yang masih terisi penuh dalam mulutnya.
"Terimakasih nek, ibuku juga selalu memasak makanan yang enak seperti ini"
Deg.
"Aku sudah tidak mempunyai ibu sekarang " batin anak kecil itu. Teringat akan dirinya sekarang yang sudah yatim piatu. Namun karena tidak ingin merusak suasana, Yuan tetap lahap memakan masakan nenek Ling walaupun hatinya tetap bergejolak merindukan sosok orangtuanya.
"Pelan-pelan makannya nak. Tenang saja nenek tidak akan mengambil bagianmu" Nenek Ling menatap anak kecil dihadapannya ini penuh dengan kasih sayang, seperti darah dagingnya sendiri.
"Hihihi maaf nek, Yuan lapar sekali" balas Yuan seraya menampilkan deretan gigi putihnya.
Mereka berdua terlihat sudah sangat akrab seperti nenek dan cucu pada umumnya padahal baru mengenal satu sama lainnya.
Saat Bai Feng menemuinya tadi untuk disuruh merawat seorang anak kecil yang bukan dari desanya, awalnya tentu dirinya menolak dengan tegas.
Namun setelah nama Tetua Chow dilibatkan, Nenek Ling tanpa pikir panjang langsung menyetujuinya.
Siapakah nenek Ling sebenarnya?
Ling-Ling atau nenek Ling merupakan satu dari enam tetua dari desa bunga teratai biru.
Nenek Ling juga merupakan saudara kandung dari Tetua Chow. Lebih tepatnya kakak tetua Chow. Mereka adalah dua bersaudara yang dari kecilnya sudah mempunyai bakat dalam ilmu beladiri.
Tapi kenapa nenek Ling seolah-olah diasingkan dari desanya?
Walaupun merupakan salah satu diantara enam tetua yang memiliki kedudukan di desanya ini, tapi ada pengecualian terhadap nenek Ling itu sendiri.
Ling-Ling atau Nenek Ling, sudah dicap sebagai penghianat di desanya. Ada beberapa faktor yang menjadikan nenek-nenek itu dilengserkan dari kedudukannya sebagai tetua desa itu.
Adapun faktor yang pertamanya adalah karena dukungan dari dirinya terhadap Tetua Chow yang ingin menikahi seorang gadis belia dari desa antah berantah yang membuat hilangnya satu dari tujuh tetua didesa bunga teratai biru karena memilih untuk meninggalkan desa tersebut.
Faktor selanjutnya adalah, nenek Ling pernah melakukan pemberontakan terhadap keputusan desanya yang mewajibkan upeti terhadap warganya sendiri. Banyak yang pro kepadanya namun pengaruh dari pihak desa itu membuat nenek Ling tetap dicap sebagai penghianat.
Adapun faktor terakhir adalah karena Nenek Ling tidak mau menjadi guru kepada siapapun bahkan tidak memiliki satu orang pun murid yang mana hal itu justru membuat Guru besarnya, Jiao Ming murka dan mendepaknya dari jabatan sebagai tetua desa.
Jiao Ming adalah gurunya dari Nenek Ling, tetua Chow, Bai Feng dan 4 tetua lainnya.
Dia merupakan pemimpin didesa bunga teratai biru.
Namun beberapa tahun setelah ditinggal tetua chow yang memutuskan untuk keluar dari desa ini, Desa bunga teratai biru telah dikenal luas sebagai Desa enam tetua pedang. Yang mana julukan itu membuat Desa bunga teratai biru cukup disegani oleh desa lainnya.
Karena tidak ingin menghapus julukan desanya sebagai Desa enam tetua pedang, Jiao Ming terpaksa hanya mengasingkan Ling-Ling.
Dapat diketahui jika Desa bunga teratai biru hanya memiliki 5 tetua yang diakui, sementara satu lainnya (nenek Ling) hanyalah sebagai pelengkap dari nama julukan desa tersebut.
Semua kejadian yang menimpa dirinya, tidak membuat Nenek Ling merasa menyesal. Dia lebih menikmati hidupnya yang seperti ini.
Nenek Ling memaklumi akan keputusan adiknya untuk meninggalkan desa ini demi mengejar cintanya. Kalaupun adiknya itu tinggal didesa ini pasti hubungannya sama sekali tidak akan direstui.
Yang jadi pertanyaannya kenapa nenek Ling tidak ikut dengan adiknya saja meninggalkan desa ini?
Ayah, ibu, nenek serta keluarga besarnya dimakamkan di desa ini. Meninggalkan desa ini sama saja dengan meninggalkan keluarganya, menurut Nenek Ling.
Hidup sendiri kadang membuat nenek Ling merasa tenang. Namun ada kalanya dia merindukan sosok saudaranya yang telah lama pergi meninggalkan desa ini.