Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Arogan
Mengingat dirinya hanya menumpang, pagi-pagi sekali Ayuna membiasakan dirinya untuk bangun lebih awal. Setelah selesai mandi, dia menuju dapur untuk membantu Mega untuk membuat sarapan.
Mendapati Mega telah sibuk menyiapkan makanan dibantu oleh pembantunya, dia ikut bergabung bersamanya.
"Pagi bu," sapa Ayuna dengan tersenyum.
Mega pun menoleh ke belakang dan mendapati Ayuna.
"Eh! Ayuna. Kamu udah bangun sayang?"
"Iya bu, udah dari tadi. Habis sholat subuh," jawab Ayuna.
"Ibu lagi bikin spa?" tanya Ayuna.
"Ini, Mama mau bikin sarapan. Bikin lalapan, Yuna suka lalapan nggak? Kalau enggak, ibu bisa buatin yang lainnya," ucap Mega.
"Ah! Nggak usah repot-repot bu. Yuna suka apa aja kok. Cuma alergi udah aja. Kalau yang lainnya, Yuna suka," jawab Ayuna.
"Syukurlah kalau begitu. Jadi ibu nggak takut kalau bikin sarapan. Cuma harus hindari udang," celetuk Mega.
"Aku bantuin ya bu," ucap Ayuna.
"Iya, boleh. Siapa tahu aja masakan dokter Ayuna jauh lebih enak dari ibu. Iya kan?"
Mega menggoda Ayuna, bermaksud menghibur agar gadis itu tidak terlalu sedih dengan masalah yang tengah dihadapinya.
"Ibu bisa aja. Aku nggak bisa masak bu. Kalau Mamaku pinter masak. Tiap hari yang siapin makanan di rumah Mama. Kalau jauh gini, aku pasti akan sangat merindukan masakan Mama. Pingin banget ngumpul lagi sama Mama, Papa. Rasanya udah kayak mimpi aja," ucap Ayuna tersenyum getir.
Mega mengusap punggungnya, ikut sedih mendengar keluhan dari Ayuna.
"Nak, kamu yang sabar ya? Mama yakin, suatu saat nanti, kamu bisa berkumpul kembali dengan orang tua kamu. Untuk saat ini, anggaplah aku seperti Mama kamu sendiri. Kami sangat berterimakasih padamu. Karena kehadiranmu sangat Mama harapkan. Semoga dengan keberadaanmu di rumah ini, bisa membuat nenek segera sadar. Mama akan bawa nenek pulang dan dirawat di rumah saja. Itupun kalau kamu izinkan," ungkap Mega.
"Akulah yang harus berterimakasih bu. Ibu dan kak Allard sangat baik dan mau menampungku di rumah kalian. Aku sangat bersyukur, karena punya tempat berteduh untuk sementara waktu," ucap Ayuna.
"Dan mengenai nenek, aku rasa jangan dibawa pulang terlebih dulu bu. Sampai kondisinya bener-bener pulih kembali. Setelah pulih terserah ibu. Mau dirawat di rumah juga nggak papa, asal dengan pantauan dokter," jawab Ayuna.
"Iya nak, maksudnya ibu juga begitu. Semoga saja nanti keadaan nenek bisa membaik ya nak," celetuk Mega dengan mukanya sedih.
"Iya bu, semoga saja," jawab Ayuna.
Mereka kembali memasak. Dengan Mega menyiapkan bumbu dan Ayuna yang menggoreng ikan.
"Aku kalau gini teringat sama Mama bu. Ya walaupun aku nggak pernah ada waktu buat masak, aku masih sempat bantuin dia bikin lalapan, goreng ikan kayak gini," celetuk Ayuna.
"Wah! Berarti jago juga masaknya. Hm, andai saja kamu mau menikah sama Allard, Mama akan sangat senang," gumam Mega.
"Ibu, walaupun aku nggak menikah sama kak Allard, aku masih bisa menjadi anak ibu," celetuk Ayuna.
"Iya, tapi kan.... "
"Bu, kak Allard sudah memiliki seorang kekasih. Aku nggak mau jadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Aku yang profesinya sebagai dokter, akan sangat buruk penilaian masyarakat, kalau mereka sampai tahu aku ini hanyalah seorang pelakor. Aku tidak ingin merusak reputasiku sendiri dan juga kak Allard bu. Kalian orang baik, aku sangat berterimakasih pada kalian," ucap Ayuna.
Mega tersenyum dan mengusap punggungnya," Andai saja anakku Steven tidak buta hatinya, mungkin akan tetap memintamu untuk menjadi pendamping Steven. Tapi karena mengingat Steven tidak pernah bisa menghormatimu, ya aku tidak mau memaksamu untuk menjadi istrinya Steven."
"Andai saja waktu bisa diputar kembali. Aku ingin mendidik anak-anakku dengan baik dan bisa menghormati orang lain. Gara-gara aku terlalu memanjakannya, sekarang mereka jadi seperti ini, sombong dan tidak berperasaan," ungkap Mega.
"Bukan mereka berdua bu, tapi cuma salah satunya. Kalau kak Allard, kurasa dia sangat baik. Buktinya saja dia banyak bantuin aku dan mengajakku untuk tinggal di rumahnya. Tapi kalau yang..... "
Ayuna tidak melanjutkan ucapannya ketika mendapati Steven yang tiba-tiba masuk ke dalam dapur hendak mengambil air minum di kulkas.
"Lagi masak apa Ma?" tanya Steven dengan membuka kulkas.
"Lagi buat lalapan," jawab Mega.
"Hm, enak tuh. Aku suka lalapan," jawab Steven.
"Kamu tadi dari mana Stev?" tanya Mega lagi.
"Biasalah. Aku dari olahraga, emangnya mau ke mana lagi. Masih pagi juga, masa iya mau ngantor," jawab Steven dengan membuka tutup botol air dingin.
Ayuna hanya diam dengan mengumpati keberadaan Steven dalam hati.
"Stev! Pagi ini tolong anterin Mama sama Ayuna ke rumah sakit ya? Mau lihat kondisi nenek kamu," tutur Mega.
"Loh! Kok sama aku sih. Aku itu sibuk banget Ma. Aku ada meeting penting pagi ini. Aku nggak mau terlambat hanya karena hal yang nggak penting. Lagian nenek juga nggak bakalan tahu kalau Mama dateng. Buang-buang waktu aja," gerutu Steven.
"Apa kamu bilang, buang-buang waktu. Stev! Otak kamu itu kamu taruh di mana sih? Kamu bisa menjadi pemimpin, kamu bisa seperti ini juga dari siapa. Nenek dan kakekmu lah yang berjuang. Kamu bisa hidup enak, kuliah di luar negeri, hingga hidup enak nggak kekurangan apapun. Kamu dapet dari mana coba! Jadi orang mbok mikir kamu, apa semua yang kamu miliki ini dateng sendirinya, atau kamu dapetin dari Papa kamu," seru Mega.
Mega kembali tersulut emosi karena ucapan anaknya yang sudah menyakiti hatinya.
"Ma! Setiap hari Mama selalu saja ungkit-ungkit masalah itu. Aku tahu apa yang aku miliki sekarang itu dapet dari nenek dan juga kakek. Aku paham kok, tapi di sini aku juga bekerja buat perusahaan. Kalau nggak aku tangani perusahaan juga bakalan bangkrut, nggak bakalan maju kayak sekarang. Mama bisa berfikir semua ini milik nenek, tapi tanpa adanya yang mimpin kayak aku, apa Mama yakin, kalau nenek bisa mimpin sendiri. Ada-ada saja."
Steven langsung menutup kulkas dengan keras dan bergegas keluar dengan muka garangnya.
"Astaghfirullah, kenapa anakku bisa sekeras batu kayak gini. Apa yang sudah kuperbuat hingga anakku seperti ini ya Tuhan. Aku paham akan ucapan Steven ada benarnya, tapi yang kuinginkan, dia bisa menghormati neneknya, ketika neneknya tidak berdaya."
Air mata Mega mulai berjatuhan di pipinya. Sangat sakit hati diperlakukan kasar oleh anaknya, merasa gagal menjadi orang tua tunggal untuk kedua anaknya.
"Ibu yang sabar ya? Ini ujian. Kalau ibu bisa melewatinya dengan ikhlas, maka ibu adalah orang yang hebat. Sudah bu, jangan diambil hati, ibu nggak salah, yang salah kenapa dia tidak bisa menghargai orang lain. Ayo bu, kita selesaikan acara masaknya, biar kita tiba di rumah sakit dengan cepat."