Menjadi wanita gemuk, selalu di hina oleh orang sekitarnya. Menjadi bahan olok-olokan bahkan dia mati dalam keadaan yang mengenaskan. Lengkap sekali hidupnya untuk dikatakan hancur.
Namanya Alena Arganta, seorang Putri dari Duke Arganta yang baik hati. Dia dibesarkan dengan kasih sayang yang melimpah. Hingga membuat sosok Alena yang baik justru mudah dimanfaatkan oleh orang-orang.
Di usianya yang ke 20 tahun dia menjadi seorang Putri Mahkota, dan menikah dengan Pangeran Mahkota saat usianya 24 tahun. Namun di balik kedok cinta sang Pangeran, tersirat siasat licik pria itu untuk menghancurkan keluarga Arganta.
Hingga kebaikan hati Alena akhirnya dimanfaatkan dengan mudah dengan iming-iming cinta, hingga membuat dia berhasil menjadi Raja dan memb*antai seluruh Arganta yang ada, termasuk istrinya sendiri, Alena Arganta.
Tak disangka, Alena yang mati di bawah pisau penggal, kini hidup kembali ke waktu di mana dia belum menjadi Putri Mahkota.
Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rzone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Pengakuan Mattias
Ah, mungkinkah karena Alena telah merubah masa lalu dan akhirnya masa depan pun ikut berubah? Alena juga tak menyangka bila kini Mattias melamarnya dengan cara yang aneh seperti itu.
“Tuan Duke Arganta yang saya hormati, anda bisa melihat langsung dekrit ini sebagai buktinya. Dan sisanya saya serahkan pada anda, sebagai orang tua.” Mattias menyerahkan dekrit tersebut, sedangkan sudut mata Tuan Duke Arganta nampak menatap Alena dengan tajam.
Alena tersenyum canggung, dia takut pada Ayahnya yang akan murka. Namun bila itu jalan terbaik untuknya demi membalikan keadaan dan melindungi sang Ayah, maka apapun akan dia lakukan.
Alena berjalan menghampiri Mattias setelah para Ksatria dan Pelayan meninggalkan mereka, entah apa yang akan beredar di kediaman tersebut. Namun Alena juga tak akan memperdulikannya dengan benar, bila memang tersebar rumor buruk. Alena yakin dia akan menggunakannya sebaik mungkin agar dapat menjadi keuntungan baginya.
“Tadi itu berbahaya sekali!” Gertak Mattias pada Alena, dia menunjuk kening Alena seolah tengah menjitak wanita itu.
“Tidak ada pilihan lain, apa boleh buat bila sudah sejauh itu. Lagian, seharusnya saya yang tanya mengapa anda bisa punya dekrit itu?” Tanya Alena kesal, Mattias menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Em, mengenai itu. Seharusnya anda berhati-hati tahu bila bersama pria! Mengapa anda melakukan hal aneh seperti tadi, bagaimana bila pria yang bersama anda tadi adalah pria aneh?” Mattias kini justru membahas hal yang lain dan menghindari pertanyaan Alena.
“Jangan menghindari pertanyaan ku tahu! Sekarang katakan dengan benar, mengapa kamu memiliki dekrit itu?” Tanya Alena, Mattias terdiam. Harus jawab apa dia? Mungkinkah Alena adalah makhluk yang setidak peka itu? Ataukah dirinya yang memang belum memberikan penjelasan pada Alena?
“Apa anda tidak tahu maksud saya? Jawab dulu pertanyaan saya yang tadi!” Mattias tak marah, namun dia juga tetap pada pendiriannya.
“Saya tidak berniat melakukan hal aneh seperti tadi dengan orang lain, meski aku harus mempertaruhkan nyawaku sekalipun. Aku lebih baik kehilangan nyawa daripada kehilangan harga diri tahu!” Alena kini yang marah, Mattias membulatkan matanya.
Mereka sama-sama dalam dilema yang sama, tangan Mattias terulur dan menarik tubuh Alena masuk ke dalam dekapannya. Suasana hening seketika dan hanya detak jantung mereka saja yang terdengar.
“Maafkan saya, saya hanya merasa bila yang tadi kita lakukan itu sangat berbahaya. Saya tak ingin anda melakukan hal aneh seperti tadi dengan orang lain, saya hanya ingin melihat anda seperti tadi dan hanya saya yang boleh melihatnya. Entah darimana saya mendapatkan keegoisan seperti itu, namun ini pertama kalinya saya memiliki keinginan yang begitu kuat. Saya tak bisa melepaskan anda meski hanya sekejap, saya tak bisa tidur, tak bisa tenang disaat saya jauh dari anda. Meski saya sudah berusaha menjaga anda, namun nyatanya keraguan dalam diri saya terus saja bergejolak. Saya takut bila anda melakukan sesuatu yang tidak sepantasnya anda lakukan, saya tak ingin melihat anda terluka. Dan saat saya melihat anda terluka, rasanya seluruh tubuh saya mendidih dan ingin menghancurkan apapun di hadapan saya. Saya merasa seluruh dunia hancur saat melihat anda terluka dan saya senang saat melihat anda tertawa, saya senang saat anda bisa terbuka pada saya, saya senang saat anda bisa berbagi suka dan duka anda pada saya. Alena, apa ini namanya?” Bisik Mattias, Alena tertegun. Pria yang memeluknya saat ini tengah mengungkapkan perasaannya sendiri.
“Saya juga merasakan hal yang sama, namun saya merasa bila sesuatu yang lain harus dapat saya lindungi bersama dengan perasaan saya ini.” Bisik Alena, keduanya larut dalam pelukan mereka.
Sedangkan di luar kamar, Duke Arganta ternyata diam-diam mendengarkan percakapan mereka. Duke Arganta senang, ternyata Mattias tak melakukan apapun pada Putrinya, dan yang terjadi sebenarnya adalah kesalah fahaman semata demi melindungi mereka dari hukum sosial.
Fakta itu membuat Duke Arganta merasa bila apa yang dilakukan kedua anak muda itu benar, dia juga tak bisa menghukum atau menghalangi keduanya. Duke Arganta mengepalkan tangannya dan tersenyum setelahnya.
Alena dan Mattias saat ini tengah berkorban demi keluarga dan juga martabat mereka sendiri, apa lagi yang harus dilakukan oleh Duke Arganta kecuali harus membantu keduanya melancarkan aksi mereka.
Duke Arganta perlahan menjauh dari taman tersebut dan masuk ke ruang kerjanya, dia tak harus mengecek keaslian dekrit itu. Yang harus dia lakukan saat ini adalah membuat surat pernyataan persetujuan pernikahan antara Alena dan Mattias.
Duke Arganta malam itu langsung meminta salah satu Kesatria yang sudah dia curigai sejak awal sebagai salah satu mata-mata Duke Mattias, untuk menghadap kepadanya.
“Anda memanggil saya Tuan Duke?” Ucapnya menunduk laksana Ksatria sejati.
“Apa tugasmu yang sebenarnya di sini? Jangan pura-pura polos. Aku tahu kau adalah orang Duke Mattias, sekarang katakan dengan benar. Apa tujuanmu berada di sini?” Duke Arganta menatap pria itu dengan tajam.
“Anda sudah tahu rupanya, dan bila anda sudah tahu maka anda juga sudah tahu bukan saya akan bagaimana? Sebagai salah satu Ksatria Mattias, mati adalah jalan terbaik dibandingkan dengan berkhianat.” Ungkap Ksatria itu penuh wibawa.
“Baiklah, namun apakah kau dapat dipercaya?” Tanya Duke Arganta, dia sendiri tak begitu percaya pada orang-orangnya sendiri. Namun kesetiaan dari para Ksatria Duke Mattias telah tersohor dari generasi ke generasi.
“Asal tidak membahayakan Tuanku.” Ucapnya tegas, Duke Arganta menggelengkan kepalanya dan memperlihatkan dekrit di tangannya.
“Kau tahu apa ini?” Tanya Duke Arganta pada Ksatria itu, Ksatria itu langsung mengangguk.
“Itu adalah perintah dari Baginda Raja, saya tidak dapat menolaknya. Lantas apa yang harus saya lakukan?” Tanya Ksatria itu dengan tajam, karena mau bagaimanapun nampaknya Duke Arganta saat ini tengah dalam masa kebingungan.
“Duke Mattias telah meminta hadiah pada Raja, dia menginginkan Putriku sebagai hadiahnya. Aku juga tak dapat menolaknya dengan mudah, kau juga tak bisa tutup mata dengan apa yang kau lihat tadi. Sekarang, kau juga tahu apa yang telah mereka perbuat. Aku tak bisa membuat kedua orang itu menanggung malu dan nama baik mereka tercoreng. Aku ingin kau mengirimkan ini ke Kuil, sampaikan bila ini perintah Raja.” Duke Arganta memberikan secuir kertas dan juga satu dekrit salinan, dan juga dekrit asli. Ksatria itu mengerti sekarang, sebagai salah satu dari Ksatria Naga Putih, mendapatkan tugas semacam itu adalah sesuatu yang mudah saja baginya.
Namun, dia juga tahu resiko yang harus dia emban. Dia mengangguk dan mengambil tugasnya, Duke Arganta menelungkupkan tangannya. Berharap Dekrit itu sampai ke Kuil sebelum fajar, dan disetujui sebelum rumor buruk tentang mereka berdua tersebar.
Dengan sangat cepat Kesatria Naga Putih itu berlari bersama kudanya, dia membelah malam yang begitu sunyi hingga hanya tersisa suara angin dan langkah kuda yang terdengar begitu cepat. Kuda itu membelah jalan pemukiman, dan menaiki gunung hingga sampai ke sebuah Kuil.
“Siapa anda?” Tanya salah seorang penjaga gerbang Kuil, Kesatria Naga Putih memperlihatkan tokennya sebagai seorang Ksatria.
“Silahkan,” Para penjaga itu mempersilahkan Ksatria Naga Putih untuk masuk, kini kudanya di tahan dan dia harus masuk dengan berjalan kaki sampai benar-benar masuk ke dalam Kuil.
Namun, hembusan angin begitu aneh di Kuil tersebut. Ksatria itu telah tahu bila tugasnya tidak akan sampai begitu mudah, karena orang-orang yang tidak menyukai dua keluarga itu juga tidaklah sedikit.