NovelToon NovelToon
Antara Dua Sisi

Antara Dua Sisi

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Pelakor
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.

Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Taman Bermain

Keesokan harinya, cuaca Manchester cerah dan sejuk. Belle dan Darwin memutuskan untuk menghabiskan waktu di taman bermain terkenal di kota itu. Sambil menikmati kebersamaan mereka, Belle masih berusaha menyingkirkan pikiran tentang Paula dan Draven dari benaknya. Namun, pertemuan kemarin dan segala cerita yang Darwin sampaikan terus terngiang di pikirannya.

"Jadi, kita mau naik roller coaster dulu atau yang lainnya?" Darwin bertanya dengan semangat, matanya berbinar menatap wahana yang berputar-putar di depan mereka.

Belle tertawa ringan, mencoba menutupi pikirannya yang masih berkecamuk. "Roller coaster sepertinya seru! Tapi janji ya, jangan minta aku naik dua kali kalau aku udah ketakutan."

"Deal!" jawab Darwin sambil menggandeng tangan Belle menuju antrean wahana.

Sambil menunggu giliran mereka, Belle menikmati suasana sekitar. Anak-anak kecil berlarian sambil tertawa riang, pasangan-pasangan muda bersenang-senang, dan berbagai aroma manis dari kios-kios makanan melayang di udara. Hari itu tampak sempurna untuk melupakan segala permasalahan. Namun, saat Belle hendak menikmati waktu bersama Darwin, ia melihat sekelibat sosok yang sangat familiar di kejauhan.

Belle menajamkan pandangannya, dan benar saja, sosok Draven muncul di antara kerumunan. Namun, yang lebih mengejutkan, Paula juga ada di sana. Keduanya tampak berdiri di depan salah satu wahana, terlihat sedang mengobrol dengan suasana yang agak tegang.

Belle berpaling pada Darwin, hendak memberitahunya, tapi Darwin sudah menyadari lebih dulu. "Oh, lihat siapa yang ada di sini," gumam Darwin sambil melambaikan tangan ke arah mereka.

Paula yang melihat Darwin, lalu Draven, juga segera menyadari kehadiran Belle dan Darwin. Dengan sedikit ragu, Paula melangkah mendekat bersama Draven. Tatapan tajam Paula kepada Belle masih terasa dingin, sementara Draven tampak lebih tenang, bahkan sedikit terkejut melihat Belle lagi.

"Hei, Darwin!" sapa Paula dengan senyum formal, meski Belle bisa merasakan ketegangan di baliknya. "Kalian ke sini juga, ya?"

"Iya, kami lagi mau naik roller coaster," jawab Darwin dengan ceria, tak menyadari suasana aneh yang mulai terbentuk di antara mereka. "Kalian juga? Bagaimana kalau kita jalan bareng?"

Paula tampak ragu sejenak, tapi dengan cepat menguasai dirinya. "Tentu saja," katanya singkat, meski tatapannya sempat menelusuri Belle dengan sinis.

Draven, yang berdiri di sampingnya, hanya tersenyum tipis. "Sepertinya kita memang terus bertemu, ya?" ujarnya sambil menatap Belle dengan nada bercanda. Ada sedikit kehangatan dalam caranya berbicara, meski Belle masih merasa canggung.

"Ya, kebetulan," jawab Belle pelan sambil mencoba tersenyum.

Keempatnya akhirnya berjalan bersama, meski suasana tidak benar-benar nyaman. Paula terus mengobrol dengan Darwin tentang hal-hal ringan, seakan mengabaikan Belle sepenuhnya. Sementara itu, Belle sesekali melirik ke arah Draven, yang tampaknya juga tidak terlalu nyaman berada di antara mereka. Ada ketegangan yang tidak bisa diabaikan, terutama antara Belle dan Paula.

Setelah beberapa saat berjalan, mereka tiba di area permainan menembak, salah satu wahana yang cukup populer di taman tersebut. Darwin, yang terlihat antusias, langsung menantang Draven untuk ikut bermain.

“Ayo, Draven! Lihat siapa yang paling jago nembak,” kata Darwin sambil tersenyum lebar.

Draven hanya mengangguk, meskipun wajahnya masih terlihat datar. "Boleh, tapi jangan marah kalau aku menang."

Permainan dimulai, dan sementara Darwin serta Draven sibuk bersaing untuk mendapatkan poin tertinggi, Belle dan Paula berdiri di belakang, menyaksikan mereka. Suasana di antara kedua wanita itu terasa semakin canggung, terutama karena Paula tidak berusaha menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap Belle.

“Kau dan Darwin tampaknya cukup dekat,” ujar Paula tiba-tiba, nada suaranya datar tetapi ada sedikit sindiran yang terselip di dalamnya.

Belle menoleh, sedikit terkejut oleh pertanyaan itu. "Iya, kami teman baik sejak kecil. Dia baru saja datang dari Jakarta, jadi kami memutuskan untuk jalan-jalan."

Paula tersenyum tipis, meski jelas bahwa senyum itu penuh perhitungan. “Hmm, menarik,” jawabnya singkat. “Keluarga Darwin juga sangat berpengaruh di Indonesia. Kau tahu, kan?”

Belle hanya mengangguk, tidak ingin memperpanjang percakapan yang terasa dipenuhi oleh sikap sinis Paula. Ia tidak ingin terjebak dalam permainan ego atau status sosial, tetapi ia juga merasa tidak nyaman berada dalam situasi ini.

Setelah beberapa saat, Darwin akhirnya mengalah kepada Draven dalam permainan, dan mereka semua tertawa kecil melihat kekalahan Darwin. Draven melemparkan pandangan sekilas ke arah Belle, seolah-olah ingin mengajaknya untuk berbicara lebih banyak, tetapi Paula dengan cepat menarik perhatian Draven, menyelipkan lengannya ke lengan Draven dengan posesif.

“Mau ke wahana berikutnya?” tanya Paula dengan nada manis namun dingin.

Draven hanya mengangguk, tanpa banyak bicara. Belle bisa merasakan bahwa Draven sebenarnya tidak terlalu nyaman dengan sikap Paula, tetapi ia juga tidak berusaha menentangnya.

Akhirnya, mereka berempat melanjutkan berjalan di taman bermain itu bersama-sama. Meski pertemuan ini terasa canggung dan dipenuhi ketegangan, Belle merasa ada sesuatu yang lebih besar di baliknya. Ada sesuatu tentang Draven, Paula, dan hubungan mereka yang penuh tekanan. Dan tanpa disadari, Belle mulai merasakan bahwa pertemuannya dengan Draven mungkin bukan hanya sekadar kebetulan ada sesuatu yang lebih yang sedang terjadi di balik layar.

***

Setelah beberapa waktu berjalan-jalan di taman bermain itu, suasana semakin mencair di antara mereka, meski Paula masih tampak menjaga jarak dari Belle. Darwin yang selalu bersemangat tiba-tiba mendapatkan ide untuk mencoba salah satu wahana yang terletak di ujung taman rumah hantu.

“Ayo, kita coba rumah hantu!” seru Darwin dengan mata berbinar. “Katanya ini seru banget.”

Paula langsung mendesis kecil. “Aku nggak suka rumah hantu,” jawabnya dengan ketus. “Kau saja yang masuk.”

Belle tersenyum kecil, mengingat Paula yang selalu tampak ingin menghindari hal-hal yang menurutnya tidak layak. Namun, sebelum Belle bisa menjawab, Darwin dengan santai berkata, “Ah, kalau begitu aku bisa masuk sendiri, deh.”

Sambil berkelakar, Darwin melangkah menuju pintu masuk rumah hantu. Paula, yang tidak ingin terlihat membiarkannya pergi sendirian, pun akhirnya mengikutinya dengan malas, meninggalkan Belle dan Draven yang masih berdiri di depan pintu wahana.

Draven yang menyadari situasi ini tampak sedikit terkejut melihat dirinya dan Belle tiba-tiba terpisah dari Paula dan Darwin. Keduanya berdiri diam sejenak di antara kerumunan pengunjung taman yang berdesakan. Tanpa ada yang bicara, suasana yang tadi canggung perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih netral.

Belle menatap Draven dengan sedikit bingung. Ia tidak terbiasa sendirian dengan pria yang sama sekali belum dikenalnya, apalagi di tempat umum seperti ini. Namun, entah kenapa, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Draven. Sesuatu yang tidak ia rasakan ketika bersama orang lain.

Draven, yang sedari tadi diam, akhirnya membuka suara. “Jadi… rumah hantu bukan seleramu juga?” tanyanya dengan nada santai, mencoba mencairkan suasana.

Belle tertawa kecil. “Aku nggak masalah, tapi sepertinya Paula tidak terlalu suka,” jawabnya, melirik ke arah wahana di mana Paula dan Darwin baru saja masuk.

Draven mengangguk pelan. "Iya, dia memang lebih suka hal-hal yang… lebih elegan, bisa dibilang."

Mereka berjalan tanpa tujuan pasti, mengikuti alur kerumunan pengunjung taman bermain. Percakapan mereka mulai mengalir dengan lebih alami, dan meski mereka belum mengenal satu sama lain, keheningan di antara mereka tidak lagi terasa mengganggu. Ada perasaan nyaman yang tumbuh perlahan di antara mereka, seolah-olah mereka bisa berbicara tanpa tekanan apa pun.

"Darwin bilang kau berasal dari Indonesia juga?" tanya Draven tiba-tiba.

Belle mengangguk. "Iya, aku dari Indonesia, tapi aku sudah di sini selama dua tahun untuk sekolah."

"Aku juga. Baru beberapa hari di sini sebenarnya, liburan singkat saja," Draven menjelaskan sambil menatap Belle dengan sorot mata yang penasaran. "Bagaimana rasanya tinggal jauh dari rumah?"

Belle menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Campur aduk. Kadang aku merasa nyaman di sini, tapi di sisi lain, aku merasa jauh dari semua yang aku kenal." Ia ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Kadang rasanya seperti ada bagian dari diriku yang hilang."

Draven menatapnya lebih dalam, seolah-olah ia mengerti apa yang Belle rasakan. "Aku bisa paham," gumamnya pelan. "Terkadang, aku juga merasa begitu. Meski berada di sekitar orang yang kukenal, rasanya seperti tidak benar-benar menjadi diriku sendiri."

Belle terkejut dengan jawabannya, merasa ada kedalaman dalam kata-kata Draven yang jarang ia temui pada orang lain. Mereka terus berjalan, dan tanpa sadar, mereka sampai di tepi taman yang lebih sepi, jauh dari keramaian. Angin sepoi-sepoi bertiup, membuat suasana semakin nyaman.

“Paula dan Darwin mungkin akan lama di rumah hantu itu,” ucap Draven, mencoba bercanda. “Kita punya waktu.”

Belle tersenyum simpul, perasaan canggungnya perlahan menghilang. "Kau dan Paula… sudah lama bersama?" tanyanya hati-hati, meskipun ia tidak bisa menahan rasa penasaran yang mulai tumbuh.

1
Leviathan
sedikit saran, perhatikan lagi struk katanya iya Thor.

ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..

contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.

jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam

atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.

intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus
Lucky One: Makasih ya saran nya/Heart/
total 1 replies
safea
aku baru baca dua chapter tapi langsung jatuh cinta sama tulisan kakaknya💜
safea
suka banget sama tata bahasanya, keren kak! oh iya sedikit saran dari aku, tolong penempatan tanda bacanya diperhatikan lagi yaa
Lucky One: Makasih saran nya ya..
total 1 replies
Anggun
hadir saling support kak
🔵@🍾⃝ ͩAᷞғͧɪᷡғͣ DLUNA
Saran aja kak, itu tulisannya bisa di bagi lagi menjadi beberapa paragraf agar yang membaca lebih nyaman..
Lucky One: okey, makasih ya feedback nya
total 1 replies
semangat kak /Determined/ tapi kok rasanya kayak baca koran ya, terlalu panjang /Frown/
Lucky One: Makasih feedbacknya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!