Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menaklukkan Bukit Asam
"Sekarang engkau boleh pergi." Asrul merasa sudah cukup memarahi Siti Adawiyah.
"Baiklah Panglima, aku pergi dulu. Panglima, ada satu hal lagi. Panglima belum mengucapkan terimakasih kepadaku. Kemarin Panglima kembali tertidur karena penyakit unik pada diri Panglima. Aku telah menguras tenaga dalamku untuk menyelamatkan Panglima." Setelah Siti Adawiyah berbalik, dia kembali lagi.
Asrul tersenyum. "Baiklah, sekarang aku akan mengucapkan terimakasih."
"Oh.. Tidak perlu, Panglima. Itu hal yang biasa saja. Itu memang sudah kewajibanku sebagai pelayan Panglima. Saya pergi dulu." Siti Adawiyah meninggalkan Asrul sambil tersenyum.
Sementara itu, Jenderal Ali telah sampai di negeri Bukit Asam. Negeri Bukit Asam merupakan negeri yang berdaulat dibawah naungan Pulau Es Utara. Ketika memasuki pertambangan batubara, Jenderal Ali dihadang oleh penjaga negeri Bukit Asam.
"Berhenti!.. Dilarang memasuki kawasan pertambangan tanpa membawa surat izin! Tunjukkan surat izin jika tidak ingin kami usir dari sini!"
"Saya membutuhkan batu Bara. Aku tidak memerlukan surat izin untuk merebut kawasan ini." Jenderal Ali berencana untuk merebut wilayah ini agar dapat mengambil batu Bara berulang kali.
"Lancang! Langkahi dulu mayat kami sebelum merebut wilayah ini!" Ada sekitar seratus prajurit menyerang Jenderal Ali.
Dalam waktu singkat, puluhan prajurit negeri Bukit Asam terluka. Melihat anggotanya tidak sanggup menahan serangan Jenderal Ali, semua prajurit negeri Bukit Asam yang tersisa segera berlari meninggalkan tempat itu.
Jenderal Ali tidak mengejarnya, karena beberapa saat setelah insiden itu, Maelin masuk kedalam pertambangan itu.
"Jenderal Ali! Tidak perlu melakukan kekerasan hanya untuk mendapatkan batu Bara. Segini saja sudah cukup." Maelin menunjukkan ember yang berisi batu Bara.
"Aku telah bertarung mati-matian untuk mendapatkan batu Bara itu. Engkau hanya membawa satu ember?" Jenderal Ali merasa kecewa. Maelin hanya mengangguk.
"Bukankah engkau mengatakan kita harus membawa batu Bara semakin banyak semakin baik? Ini..." Jenderal Ali kecewa.
"Apakah aku pernah berkata demikian? Kenapa aku tidak ingat?.. Aku hanya menyayangkan dirimu yang melakukan kekerasan." Maelin terlihat marah.
"Maelin! Apakah aku pernah menyinggung perasaanmu sehingga engkau mempermainkan aku?" Jenderal Ali merasa sikap Maelin begitu sinis.
"Engkau saja yang terlalu memikirkannya. Lagipula mana mungkin aku begitu tidak sopan terhadap orang penting istana negeri akhirat." Maelin menutupi perasaan kecewanya.
"Aku pergi dulu, aku harus segera menyembuhkan Panglima." Maelin meninggalkan Jenderal Ali sendirian.
Sebenarnya Maelin dari dulu memang tidak suka dengan Jenderal Ali, karena dia telah membunuh kekasihnya.
Setibanya di kediaman Panglima, Maelin segera menyalakan batu Bara dan ruangan tiba-tiba menjadi hangat. Bukan hanya hangat, bahkan ini bisa disebut sangat panas.
Tidak lama kemudian Jenderal Ali datang. Dan sekarang Maelin sedang memeriksa kondisi tubuh Asrul.
"Tabib Maelin, bagaimana keadaan Panglima?"
"Selama Panglima menuruti saran dariku, Panglima akan lebih cepat sembuh. Selain Panglima harus berendam di air kehidupan setiap hari, Panglima tidak boleh menggunakan tenaga dalamnya selama proses pengobatan. Dan juga bara dari batu Bara ini harus selalu aktif." Maelin menjelaskan dengan detail apa yang harus dilakukan.
"Aku yang akan menjaganya." Surti mengajukan diri untuk menjaga batu Bara.
"Jangan! Sifat tubuhmu tidak cocok dengan lingkungan yang panas. Jika engkau bersikeras untuk melakukannya, itu sama saja dengan bunuh diri." Maelin melarang Surti melakukan tugas tersebut.
"Kalau begitu, panggil Siti Adawiyah. Sifat tubuhnya memang cocok di lingkungan yang panas." Asrul sengaja memilih Siti Adawiyah supaya dia bisa lebih ketat mengawasi Siti Adawiyah.
"Sekarang kalian boleh pergi." Asrul ingin membicarakan sesuatu kepada Ali.
Ali mencerna sesuatu yang telah diatur oleh Asrul. "Panglima, berita mengenai hubungan antara Panglima dengan Siti Adawiyah sudah menyebar luas. Tidak hanya didalam negeri akhirat, tetapi hingga di negeri sekitar. Apakah Panglima memang tertarik dengan Siti Adawiyah?"
"Aku tidak mempermasalahkan tanggapan publik. Tujuanku hanya untuk menyelidiki Siti Adawiyah. Sejak aku bertemu pertamakali dengan Siti Adawiyah, aku tidak merasakan aura Iblis pada dirinya. Namun memang benar Siti Adawiyah sangat akrab dengan siluman burung tunggangan raja Iblis. Aku berfikir bahwa ada sesuatu antara Siti Adawiyah dengan raja Iblis. Terlebih lagi aku melihat ada sesuatu yang dirahasiakan oleh tabib Jena. Aku harus menanyakan langsung kepada tabib Jena."
"Ohoho.. Begitu rupanya. Aku kira Panglima telah jatuh cinta. Maafkan aku telah salah sangka. Baiklah Panglima, aku pamit dulu." Ali meninggalkan Asrul.
Didepan kediaman Asrul, Maelin sedang berbicara dengan Siti Adawiyah.
"Siti Adawiyah.. Karena engkau telah memutuskan untuk tinggal di istana negeri akhirat, maka engkau harus bisa jaga diri. Jangan berbuat yang konyol, karena tidak ada yang berbelas kasih kepadamu di negeri akhirat ini."
Siti Adawiyah mengangguk. "Baiklah Maelin, perkataan kamu akan selalu aku ingat."
Setelah Siti Adawiyah bertemu Asrul dan semua sudah terkendali, sore harinya Asrul pergi ke lembah taman seribu bunga. Di sekeliling wilayah lembah taman seribu bunga memang terpasang pagar ilusi untuk menghalangi siapapun yang berusaha masuk. Tapi tidak berlaku bagi Asrul.
Asrul dengan mudah memasukinya, dan dia langsung memeriksa seluruh tempat didalam lembah taman seribu bunga. Dari aura ruangan, Asrul bisa melihat semua aktifitas Siti Adawiyah selama tinggal disini. Tidak ditemukannya sesuatu yang mencurigakan. Kemudian Asrul keluar ruangan, tetapi ada seseorang yang mencoba menyerangnya.
"Berhenti! Kenapa engkau menyusup ke lembah taman seribu bunga! Karena engkau telah berada disini, jangan harap bisa keluar dari sini hidup-hidup." Wildan tidak mengenal Asrul, makanya dia bertindak seperti orang yang jago, yang harus melindungi lembah taman seribu bunga.
Wildan menyerang Asrul dengan membabi buta, tetapi tidak satupun serangannya menyentuh Asrul. Hingga akhirnya Jena datang untuk menyelamatkan Wildan.
"Wildan! Apa yang telah engkau lakukan? Cepat minta maaf! Beliau adalah Panglima Jenderal Asrul. Beraninya engkau berbuat tidak sopan terhadap Panglima Jenderal Asrul!" Jena memarahi Wildan sambil memukulinya.
"Tabib Jena, aku tidak apa-apa. Memang aku yang bersalah, memasuki kediaman kalian tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Baiklah, jika engkau masih perlu mendisiplinkan muridmu, aku bisa menunggu sebentar." Asrul merasa tidak enak hati.
"Ups.. Tidak begitu. Mana mungkin aku mengabaikan Panglima Jenderal Asrul yang telah bermurah hati berkunjung ke kediaman kami." Jena menghentikan pukulannya terhadap Wildan.
"Jena, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu. Aku harap engkau menjawab dengan jujur." Asrul berkata tanpa basa-basi lagi, langsung mengatakan tujuannya.
"Owh, tentu saja Panglima. Mari duduk, aku akan menyiapkan minuman terbaik yang hanya ada di lembah taman seribu bunga." Jena mengambil satu guci The Winstons Cocktail dan satu piring roti Khong Guan tanpa sodium nitrit.
"Jena, aku ingin bertanya mengenai Siti Adawiyah."