Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 09
Hari Senin, hari yang biasanya sangat dibenci oleh banyak orang kembali tiba. Sebenarnya tidak ada alasan yang jelas kenapa orang-orang membencinya, mereka hanya tidak suka saja karena harus kembali bergelut dengan penatnya aktivitas setelah rehat sebentar.
Namun hal itu tidak berlaku pada Rumi sama sekali, gadis yang baru saja bangkit dari patah hatinya ini terlihat jauh lebih semangat dari hari Senin biasanya. Mungkin hal itu terjadi karena ia telah membulatkan tekadnya semalaman untuk tidak lagi melewati kesedihan yang berkepanjangan.
"Eh Mba, hari ini masuk?" Pertanyaan ini sebenarnya cukup konyol. Bagaimana tidak, padahal Rafka jelas-jelas melihat kalau penampilan Rumi sudah rapi sekali dan ia bertanya seperti itu.
"Iya, takut jadi zombie kalo kelamaan ngurung diri di kamar." Jawaban itu Rumi berikan sembari melewati sang adik begitu saja, ia hanya ingin turun lebih cepat agar bisa membantu sang Bunda di bawah sana.
"Kirain bakal satu bulan itu orang sedihnya, tapi ternyata cukup tiga hari doang." Tidak, sebenarnya saat ini hati Rumi belum sembuh total. Namun ia mulai menyadari kalau tidak boleh sedih berkepanjangan dan ia memilih untuk bangkit dan mulai menyibukkan diri seperti biasanya.
"Adek, tolong gelasnya dibawa ya." Nirma yang sedang sibuk menyusun peralatan makan di atas meja mengira kalau yang baru saja tiba adalah si bungsu, tapi ternyata dugaannya salah.
"Loh, Bunda kira si adek yang turun." Sama seperti Rafka, Nirma pun dibuat terkejut kala mendapati Rumi yang sudah bisa tersenyum dengan begitu cerah pagi ini.
"Adek masih di atas Bun, masih mondar mandir sambil pake dasi." Empat buah gelas yang tadi Rumi bawa langsung ia letakkan ke tempat masing-masing, lalu setelahnya ia memilih untuk langsung duduk di salah satu kursi.
"Mba mau Bunda bawakan bekal? Itu si adek soalnya minta dibawakan bekal soalnya." Gelengan pelan Rumi berikan karena dia memang tidak membutuhkannya sama sekali. Toh Rumi selalu menjadi orang yang pulang lebih awal dan ia bisa makan di rumah saja nantinya.
"Oh iya Bunda, kemarin waktu Mba pergi healing sendirian, Mba ketemu sama temennya Bunda loh." Sembari menunggu sarapannya siap disajikan, Rumi lebih memilih untuk membuka pembicaraan pagi ini bersama Nirma yang mulai menitikkan fokus pada dirinya.
"Iya? Temennya Bunda yang mana itu?" Nampaknya Nirma mulai tertarik dengan obrolan pagi ini sehingga ia memberikan respon yang begitu cepat pada sang putri.
"Tante Lisa, yang baru-baru ini ketemuan sama Bunda." Ini cukup mengejutkan, buktinya saja Nirma sampai membelalakkan kedua netranya di depan sana.
"Kok bisa ketemu? Dimana kalian ketemunya." Wah kalau Rumi ceritakan semuanya sekarang, sepertinya tidak akan cukup mengingat ia yang harus pergi kerja juga.
"Ketemu di supermarket sih karena Mba bantuin cucunya yang hampir nangis, terusnya tante Lisa malah ngajak Mba buat makan bareng sebagai ucapan terima kasih." Karena waktunya tidak cukup, jadi Rumi akan merangkumnya saja dan menceritakan intinya saja pada Nirma.
"Kok baru bilang ke Bunda sekarang sih?" Ya bagaimana, kemarin itu Rumi langsung tepar begitu sampai di rumah karena terlalu lelah. Jadi ia tidak sempat berbagi cerita pada wanita yang telah melahirkannya itu.
"Ih maaf, kan kemarin pas pulang juga Mba kecapean jadi enggak punya tenaga lebih buat cerita ke Bunda." Yasudah lah, kalau sudah begini mana bisa Nirma memaksa. Lagipula nanti ia bisa bertanya pada Lisa secara langsung.
Temannya itu memang sering kali meminta Nirma untuk turut membawa Rumi ketika mereka memiliki rencana untuk bertemu, namun sayangnya waktu yang mereka tentukan selalu bertabrakan dengan Rumi.
Tapi lihatlah yang terjadi sekarang, mereka malah bertemu dengan sendirinya. Oh! Lisa juga pernah mengatakan kalau ia ingin sekali memperkenalkan Rumi pada putranya, namun niatnya yang kemarin itu urung karena Nirma mengatakan kalau Rumi sudah memiliki pacar.
Sekarang kan Rumi sudah tidak terikat dengan siapapun lagi, apa boleh Nirma juga ikut turun tangan memperkenalkan Rumi dan juga anaknya Lisa? Masa bodo dengan statusnya yang seorang duda beranak satu, selagi dia berkelakuan baik dan bisa bertanggung jawab, Nirma tak akan mempermasalahkannya sama sekali.
"Mba, anaknya tante Lisa cakep loh. Mau kenalan nggak? Nanti Bunda mintain deh kontaknya." Rumi nyaris saja tersedak susu yang sedang ditenggaknya itu. Bundanya ini ada saja gebrakannya, aneh sekali.
"Bun, yang bener aja? Belum juga seminggu Mba putus masa udah mau dijodohin aja sama orang lain." Rumi bukannya tidak tahu kemana pembicaraan ini akan bermuara, jadi lebih baik ia menghentikannya sekarang juga sebelum semuanya terlambat.
"Siapa tau sama yang ini jadi, kan?" Yang bisa Rumi lakukan sekarang hanyalah menjelingkan kedua matanya dengan malas. Ini Ayah dan juga adiknya kenapa lama sekali? Rumi sudah tidak sanggup lagi kalau harus membahas ini.
"Cobain deh Mba, siapa tau bener tuh yang Bunda bilang." Rasanya sangat salah ketika Rumi berharap pada adiknya ini kalau ternyata Rafka dan Bundanya memiliki sifat yang sama persis.
"Anak kecil enggak usah jadi kompor deh." Bukannya diam, Rafka justru menjulurkan lidahnya mendengar apa yang Rumi katakan tadi.
"Mbanya jangan digangguin terus, dek." Nah ini dia yang sejak tadi sudah Rumi nantikan, bantuan dari sang Ayah tercinta.
Kalau Rafka akan selalu berada di sisi Nirma, maka Rumi memiliki Banyu yang akan selalu siap sedia membela dirinya dari kejahilan sang adik yang seolah tiada habisnya itu.
"Tau ih, dia itu durhaka banget loh sama Mbanya sendiri." Kini giliran Rumi yang bisa menampilkan senyuman pongahnya sembari memperhatikan Rafka yang kini tengah menatap dengan malas ke arahnya.
"Udah jangan ribut di meja makan ah, pamali. Ayo dihabisin dulu sarapannya, nanti malah terlambat loh." Ultimatum sudah Nirma jatuhkan, yang mana itu artinya mereka sudah harus berhenti dan melakukan yang seharusnya di meja makan ini.
Seolah tak terjadi keributan sebelumnya, keluarga kecil yang terdiri dari empat orang itu kembali menikmati sarapan sembari membicarakan tentang banyak hal. Walaupun hanya sebentar, namun mereka semua nampak begitu menikmatinya.
"Berangkat dulu ya Ayah, Bunda." Sarapan sudah habis, kini saatnya bagi Rumi dan Rafka pergi bekerja. Pasangan adik kakak yang jarang akur itu pun tidak lupa untuk berpamitan terlebih dahulu.
"Mba, nanti sore cari ketan durian mau nggak? Aku lagi pengen makan itu deh gara-gara Aksha tuh." Random sekali Rafka ini memang, tadi perasaan mereka sedang membahas tentang pekerjaannya tapi tiba-tiba saja pembahasan berbelok pada makanan.
"Ya boleh sih, asal adek yang traktir mah Mba ya mau-mau aja." Sudah Rafka duga kalau tanggapan yang akan Rumi berikan seperti itu. Sebenarnya tidak masalah juga sih, Rafka malah senang karena bisa menggunakan uangnya untuk membahagiakan orang-orang terkasihnya.
"Aku jemput ya nanti, langsung keluar aja. Males banget kalo harus nelepon dulu." Biasanya Rafka akan bertanya dulu apakah Rumi mau pulang sendiri atau dirinya jemput, tapi yang kali ini ia memutuskannya terlebih dahulu.
Entahlah karena alasan apa, Rumi juga tidak mau ambil pusing sehingga ia langsung saja menganggukkan kepalanya sebanyak dua kali sebelum akhirnya turun dari mobil.
"Huft, bisa Rumi kamu pasti bisa." Sepasang netra cantiknya kini tengah menatap ke arah bangunan yang menjulang di hadapannya. Rumi belum berniat masuk, ia malah sibuk mengucapkan beberapa kalimat penyemangat untuk dirinya sendiri.
"Pagi semuanya!" Ini adalah permulaan hari yang sebenarnya bagi Rumi, saat dimana dirinya memberikan sapaan yang diiringi dengan senyuman khasnya.
Sapaan yang Rumi berikan dengan penuh semangat itu juga disambut baik oleh rekan-rekan kerjanya yang lain. Gadis itu lantas segera mendatangi mejanya sendiri dan mengeluarkan beberapa barang bawaannya dari tas.
"Psst, Miss Rumi." Saat dimana Rumi tengah menyusun beberapa buku yang harus ia bawa ke dalam kelas nanti, seorang rekan kerjanya datang dan memanggil namanya sembari berbisik.
"Itu, pacarnya Miss Rumi datang ke sini selagi Miss Ruminya izin." Oh? Ternyata terjadi sesuatu ya selama Rumi tidak datang untui bekerja.
Tapi tunggu dulu, untuk apa Digo mendatanginya ke sekolahan? Apakah pria itu masih menganggap kalau saat ini mereka masihlah pasangan kekasih setelah apa yang dia lakukan sebelumnya?
Tapi ini salahnya juga karena pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun pada Digo beberapa hari yang lalu. Baiklah, Rumi siap kalau semisalnya Digo kembali mendatangi tempat kerjanya ini.
Nanti Rumi akan mengajak pria itu untuk menyelesaikan hubungan mereka secara baik-baik. Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah Rumi bisa melakukannya nanti?
semangat berkarya kak🥰
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih