Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14.
Jane perlahan duduk di tepi tempat tidur, tanpa merasa canggung meraih tangan Hendrik.
"Ada apa? apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku?" tanya Jane memberanikan diri.
Hendrik menelan ludah tanpa sadar, mendengar pertanyaan Jane, ia jadi serba salah karena ketahuan diam-diam melirik Jane.
"Ehem! tidak ada... aku hanya ingin mengenali wajah istriku saja!" jawab Hendrik sedikit gugup.
Jane tersenyum, mendengar jawaban Hendrik, ia tidak menyangka pria bertato seperti Hendrik bisa menjadi gugup juga.
"Baiklah kalau begitu, istirahat lah!" ucap Jane, lalu membetulkan selimut Hendrik.
"Kau juga istirahat, berbaring saja di ranjang itu!"
"Baik!" jawab Jane.
Hendrik kembali memperhatikan Jane, saat sedang tidur, ia merasa tidak puas hanya dengan melihat sekilas wajah Jane.
Hendrik menatap setiap inci wajah Jane, untuk menguncinya dalam ingatannya.
Ia tidak menyangka, gadis yang selama ini dijodohkan Kakeknya padanya, seorang gadis yang masih muda.
Satu hari berlalu, dan masuk hari ke dua Hendrik dirawat di rumah sakit.
Jam sepuluh tepat, beberapa pria berpakaian formal, dan tidak formal masuk ke dalam ruang rawat Hendrik.
"Bagaimana dengan lukamu? apakah malam ini kamu sudah bisa menghadapi mereka?" tanya seorang dari pria tersebut.
"Ya, sudah!" jawab Hendrik singkat.
"Kau yakin? coba ku lihat!" sahut pria lainnya, mendekati tempat tidur, dan mencoba untuk membuka baju Hendrik.
Plak!
Dengan cepat, tangan Hendrik memukul tangan pria itu, dan wajah datarnya terlihat tidak senang.
"Jangan sentuh aku!" kata Hendrik tajam.
"Aduh! aku hanya ingin memastikan lukamu saja, apakah benar sudah kering!" ujar pria yang ditepis Hendrik.
Hendrik tidak menjawab, ia hanya memperlihatkan wajah datarnya, dengan tatapan dingin.
"Sudah! kau jangan buat suasana hatinya jadi kesal, dia bilang sudah sembuh, jadi... kau jangan meragukannya lagi!" sahut pria lainnya.
"Baiklah! kami akan datang sore hari untuk menjemputmu!"
Mereka kemudian meninggalkan ruang rawat inap Hendrik, menyisakan Hendrik dan Jane di dalam berdua.
Jane masih duduk di sofa memandang pada Hendrik dalam diam, ia tidak mengerti arah dari pembicaraan mereka sedari tadi, jadi ia hanya bisa melihat saja.
Drttt!
Tiba-tiba ponsel Jane bergetar.
"Halo!" jawab Jane setelah ia menerima panggilan pada ponselnya.
Jane tampak mendengarkan seseorang, berbicara dengannya dari dalam ponsel.
"Aku tidak bisa masuk kerja dalam beberapa hari ini, aku sudah mengambil cuti dalam satu minggu, nanti akan aku ceritakan kalau sudah masuk kerja lagi!"
Jane mematikan ponselnya, dan memasukkannya ke dalam tas kecilnya.
Jam lima sore beberapa pria tadi datang lagi, seperti janjinya menjemput Hendrik.
"Ayo!" sahut Hendrik mengulurkan tangannya pada Jane.
Jane diam saja mengikuti langkah Hendrik dari belakang, dan beberapa pria yang datang menjemput mereka.
Mobil hitam milik Hendrik, saat mereka pergi untuk mengurus akta nikah mereka, sudah standby di depan pelataran Rumah sakit menunggu mereka.
Tidak berapa lama mobil meluncur di jalan raya, menuju daerah bangunan lama di kota mereka, yang Jane kenal daerah rawan akan tindak kejahatan.
Tiba-tiba tubuh Jane membeku di tempatnya, ia semakin yakin, kalau suaminya adalah seorang gangster.
Lutut Jane terasa mulai gemetar, saat mobil memasuki basement sebuah gedung lama, yang tidak begitu banyak pengunjungnya lagi.
Mobil berhenti diparkiran basement, diikuti oleh beberapa Mobil lainnya, yang mengikuti mereka sedari Rumah sakit.
Seseorang membukakan pintu mobil untuk Hendrik dan Jane, dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam lift, yang telah terbuka, menunggu mereka, tidak jauh dari lokasi mobil terparkir.
Lift membawa mereka ke lantai tiga, dan tidak perlu lama, mereka telah sampai di lantai tiga.
Jane mengikuti saja langkah Hendrik, yang menggenggam tangannya dengan erat, menuju sebuh pintu di lantai tiga tersebut.
Seorang pria berpakaian formal membuka pintu tersebut, dan tampaklah ruangan yang begitu luas.
Mata Jane terbelalak, melihat ruangan di balik pintu terbuka tersebut.
Arena Tinju Boxing.
Ruangan terdengar begitu riuh, dengan banyaknya kaum pria dalam ruangan itu.
Pantas saja Jane mendengar seorang pria itu bicara pada Hendrik, saat di rumah sakit, harus mengalahkan lawan mereka dalam 'lima menit'.
Ternyata Hendrik seorang Petinju.
Bersambung....