Tristan dan Amira yang berstatus sebagai Guru dan Murid ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Tristan butuh kenikmatan, Amira butuh uang.
Skandal panas keduanya telah berlangsung lama.
Di Sekolah dia menjadi muridnya, malam harinya menjadi teman dikala nafsu sedang meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Alyazahras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanda Merah di Leher Tristan
Amira segera mengeluarkan ponselnya dan memeriksa Grup Komunitas Sekolah. Postingan pertama pun muncul. Benar saja, itu adalah foto Tristan dengan Siska-Guru Fisika yang dipotret secara diam-diam oleh seseorang yang tidak disebutkan namanya siapa. Anonim nama peng-upload, sama seperti yang sebelumnya meng-upload foto Amira dan Julian.
Dalam foto tersebut Tristan tampak sedang berbincang dengan Siska di depan pintu salah satu apartemen. Tristan mengenakan kaos hitam polos dan Siska mengenakan pakaian tipis yang cukup seksi, rambutnya pun tampak sangat berantakan.
'Penampilan Bu Siska berantakan gitu. Mereka abis ngapain, ya?'
Itu adalah caption dari si peng-upload. Membuat siapa pun yang melihat pasti bertanya-tanya.
Dalam hitungan detik saja kolom komentar di postingan tersebut sudah menumpuk. Amira membacanya dengan kening yang berkedut dan mata memerah panas.
'Apalagi? Pasti abis melakukan sesuatu.'
'Jadi sebelumnya yang tanda merah di leher Pak Tristan itu ulah Bu Siska?'
'Jangan-jangan mereka emang udah resmi pacaran?'
'Bukan pacaran deh kayaknya, tapi udah nikah.'
'Lah, serius nikah?'
'Masa, sih?'
'Ya ampuh, gak rela banget sumpah!'
'Gak mungkin juga Pak Tristan macem-macem sebelum mereka SAH. Iya, kan?'
'Ah, bisa aja. Kita kan belum tau gimana dunia orang dewasa.'
Jantung Amira terasa diremas. Dia menyentuhnya dan menekan dadanya. Rasanya sesak setiap membaca kolom komentar apalagi melihat foto Tristan dan Siska yang memang membuat orang berpikiran negatif terhadap mereka.
Pantes dari kemarin gak ada kabar. Gak taunya lagi berduaan sama yang lain, heh. Sia-sia aku cemas mikirin dia, takut dia tersinggung waktu Julian yang angkat teleponnya, gak taunya .... (Batin Amira)
Amira menarik napas dalam sambil menengadahkan wajah dengan mata terpejam. Dia berusaha kuat agar foto Tristan dan Siska tidak mempengaruhi suasana hatinya.
Meski sangat sulit karena foto mereka terus terbayang-bayang dan membuat hati sesak, tapi Amira tetap berusaha untuk tidak memikirkannya. Lebih baik dia fokus pada tugas hari ini. Tidak peduli apa yang mau Tristan lakukan di luar sana, itu bukan urusannya.
"Amira?" panggil seseorang dari belakang.
Amira memecah lamunannya dan menoleh ke sumber suara. Dia melihat Julian yang sedang menyeringai konyol seperti keledai.
"Nyariin, ya?" kata Julian sambil mendekat.
"GR," jawab Amira jutek.
"Katanya ada nama aku di kertas undian kamu?"
"Siapa bilang?"
"Tuh, si Uci," tuduh Julian sambil menggerakkan dagunya pada Uci yang sedang memperhatikan mereka diam-diam dari kejauhan.
Ekspresi Uci tampak sangat berbeda dari biasanya. Wajahnya muram. Amira merasa Uci masih ada perasaan pada Julian. Dia jadi tidak enak hati saat terlalu dekat dengan Julian.
"Ci?!" panggil Amira sambil mengayunkan tangannya.
"Mau apa, Ra?" tanya Julian heran.
"Mau tukeran lawan."
"Gak ah, gak mau. Aku gak mau sama Uci, maunya sama kamu," rengek Julian sambil cemberut.
"Ci?!" panggil Amira lagi.
"Amira!" tekan Julian sambil mengguncang bahu Amira dan memelototinya. "Bu Wiwit bilang kan gak boleh nuker undian. Aku bilangin nih, ya?!"
Uci yang tadinya hendak menghampiri dengan jantung berdebar, seketika rasa senangnya menyusut hilang saat melihat ekspresi Julian penuh penolakan. Ditambah lagi Julian sampai menyentuh Amira.
Pada akhirnya Uci sadar diri dan dia memilih untuk berbalik memunggungi Amira dan berbaur dengan lawan tandingnya.
"Ih, si Julian mah! Liat tuh, Uci jadi marah, kan!" gerutu Amira kesal sambil melipat kedua tangannya di atas perut.
"Lah, marah kenapa coba? Kita udah dari sana berjodoh, mau gimana lagi?"
"Jodoh ketekmu!" umpat Amira.
"Udah, jangan marah-marah terus. Yuk, susun pantun biar jadi interaksi yang menarik. Mana pantun kamu? Kita cocokin, hehe. Kita harus jadi lawan yang serasi," ucap Julian penuh maksud.
Di atas panggung.
Damar memperhatikan tingkah Tristan dan Reyhan yang sejak tadi hanya diam tak bergeming sambil memperhatikan satu objek saja, yaitu Amira. Amira yang sedang bersenda gurau dengan Julian. Kebersamaan mereka tampak sangat hangat dan romantis.
Damar menjentikkan jarinya di depan mata mereka berdua agar mereka tersadar dari lamunannya masing-masing.
"Tan, Rey?" panggil Damar. "Fokus! Bentar lagi kompetisi dimulai. Liatin apaan, sih?" tanyanya pura-pura tak tahu.
Reyhan tersadar. Dia buru-buru mengambil segelas kopi yang disuguhkan di atas meja, lalu menyesapnya.
"Rey, kopi pamanmu itu," ucap Damar.
"Ah, iya, kah?" Reyhan tidak fokus jadi salah ambil gelas.
Tristan hanya meliriknya saja tanpa mengatakan sepatah katapun.
"Maaf, maaf," ucap Reyhan sambil meletakkan kembali gelas tersebut.
"Oh iya, kalian sudah tahu mengenai postingan terbaru di -"
Tiba-tiba tanpa di duga, Siska masuk ke Aula dan berjalan menghampiri meja juri. Membuat ucapan Damar terputus karena terkesima melihat kedatangan sang pujaan hati.
Ada satu kursi di samping Tristan yang memang kosong sejak tadi.
Siska menyapa sambil tersenyum pada para juri, termasuk Tristan.
"Maaf Pak, agak telat. Saya baru ngurus kelas 11 dulu barusan," jelas Siska laporan pada Kepala Sekolah.
Dia pun duduk di kursi yang kosong, tepat di samping Tristan.
"Pagi, Pak Tristan?" sampanya sambil berbisik dengan tatapan penuh sensual.
Tristan hanya menggerakkan alisnya saja sambil tersenyum tipis.
Amira melihat semua itu. Hatinya semakin panas terbakar. Untuk sementara, dia hanya dapat memendam semua perasaan dalam-dalam.
"Oke anak-anak, sudah cukup diskusinya dengan lawan kalian, ya. Sekarang kita mulai kompetisinya. Siap-siap, nama yang dipanggil maju ke depan! Adu pantun ini akan menjadi tambahan nilai untuk kelulusan kalian. Yang bagus dan menarik yang akan mendapatkan nilai tinggi dari para juri," ucap Bu Wiwit.
"Amel dari MIPA-1 maju ke depan sama lawan kamu."
Pembukaan adu pantun ini dilakukan oleh Amel dan Dito dari IPS-4. Pantun balas berbalas ini menjadi ajang gelak tawa seluruh aula sekolah. Tidak ada yang tidak tertawa saat mendengar mereka beradu pantun.
Setelahnya para juri menilai semenarik apa pantun mereka. Kemudian para Juri memberikan nilai.
Amira diam-diam memperhatikan tingkah centil Siska yang terus saja berusaha ingin berinteraksi dengan Tristan. Saat Siska tertawa, dia menepuk lengan Tristan. Saat Tristan lengah, Siska berusaha mencuri perhatiannya. Dia terus mencecar Tristan dan ingin Tristan hanya memandangnya seorang saja.
"Cih," desis Amira sebal sambil memalingkan wajah saat Tristan menanggapi semua tipu daya Siska.
"Apa-apaan dia itu? Genit banget jadi guru. Mau nunjukin sama semua murid kalau dia sama Tristan itu pasangan, ya? Tristan juga! Sama aja! Ditanggepin mulu. Dasar buaya!" gerutu Amira emosi. Bibirnya komat-kamit merutuki tingkah Tristan dan Siska.
"Ngomong apa, sih? Kamu ngambek sama aku, Ra?" tanya Julian sambil memperhatikan kepala belakang Amira.
"Gak!" sentaknya.
"Galak ih, Amira. Fokus sama kompetisi aja, gak usah mikirin yang lain. Kalau aku bikin kamu marah, ya udah aku minta maaf meski gak tau salahnya apa," jelas Julian inisiatif. "Oh, apa jangan-jangan gara-gara postingan di Grup Komunitas Sekolah, ya?!
Huft ... andai Tristan kayak kamu, Lian. Inisiatif minta maaf duluan meski gak punya salah sekalipun. (Batin Amira)
Ponsel Amira yang berada di dalam saku seragamnya bergetar. Ada pesan masuk. Amira mengabaikan Julian dan merogoh sakunya, lalu melihat siapa yang mengirimkan pesan.
....
Sebelum lanjut tinggalkan like atau komen dulu, dong...
tp amira tnpa sepengetahuan ibunya dia lnjutin sekolh,,
iya kah thor