S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18. MUNAFIK
Satu jam sebelum rapat dimulai, Farzan mengajak Elmira untuk segera berangkat menuju tempat yang sudah ditentukan, yaitu disebuah restoran ternama yang terletak dipusat kota. Menurutnya, datang lebih awal itu lebih baik. Selain bisa bersantai sejenak sebelum rapat dimulai, itu juga berguna untuk menunjukkan pada klien lain akan keprofesionalannya sebagai pebisnis yang handal.
Sesampainya di restoran tersebut, mereka berdua langsung disambut dan diarahkan ke ruangan VVIP oleh seorang laki-laki berpakaian serba hitam, yang memang sudah ditugaskan menyambut setiap klien yang akan turut hadir dipertemuan ini.
Saat sampai di ruangan tersebut, ternyata sudah ada beberapa klien yang hadir beserta masing-masing sekretarisnya. Sambil menunggu yang lain datang, Farzan berbincang-bincang dengan mereka, begitupun Elmira yang juga berbincang-bincang dengan sesama sekretaris.
Beberapa menit berlalu, satu-persatu klien mulai berdatangan. Namun, rapat masih belum bisa dimulai karena menunggu kehadiran satu orang yang telah membuat rapat harus ditunda tadi pagi. Dan sekarang dia masih terlambat juga.
"Dalam lima menit Pak Ramon belum juga datang, kita mulai saja rapat ini. Sepertinya Pak Ramon tidak bersungguh-sungguh dan kita tidak bisa membuang-buang waktu hanya dengan menunggu kehadirannya saja." Ucap salah satu klien yang terlihat lebih tua dari yang lainnya.
Para klien lainnya mengangguk setuju. Mereka juga tidak bisa menunggu terlalu lama.
Sementara itu, Farzan dan Elmira saling melirik mendengar nama Ramon disebut. Mereka tidak tahu jika dipertemuan ini perusahaan Ramon ikut bergabung. Farzan memang belum melihat daftar perusahaan yang akan ikut bergabung.
"Baiklah, karena ini sudah lewat dari waktu yang ditentukan. Sebaiknya kita mulai saja rapat ini." Pimpinan rapat pun memulai pembukaan.
"Tunggu dulu..." Tiba-tiba pintu ruangan VVIP itu terbuka dari luar dengan cukup keras.
Semua pasang mata langsung tertuju pada Ramon yang baru saja tiba. Tentu saja mereka terlihat jengkel karena seharusnya rapat sudah selesai pagi tadi, tapi harus ditunda karena Ramon.
"Maaf, saya datang terlambat." Nafas Ramon tersengal-sengal karena berlarian dari tempat parkir menuju ruang rapat. Ia belum menyadari jika diruangan itu juga ada Elmira dan Farzan yang menatapnya dengan datar.
Ramon lagi-lagi harus terlambat karena ulah Bella yang meminta dibelikan beberapa makanan lagi, dengan alasan permintaan bayinya. Dan sekarang ia harus hadir sendiri tanpa sekretaris karena usai mengantarkan makanan ia langsung ke tempat rapat. Beruntungnya semua berkas berada didalam mobilnya.
"Silahkan duduk, Pak Ramon. Rapat akan segera kita mulai." Ujar pemimpin rapat.
Ramon pun mengayun langkah menuju salah satu kursi yang kosong, dan ia harus dibuat terkejut karena keberadaan dua orang yang duduk hanya berjarak dua kursi darinya.
Deg...
Nafas Ramon semakin memburu melihat keberadaan Farzan dan Elmira. Tatapan matanya menunjukkan ketidaksukaan terhadap keduanya.
Proses pembahasan kerjasama pun dimulai. Perwakilan dari setiap perusahaan satu-persatu mulai melakukan presentasi hingga akhirnya giliran perusahaan Farzan. Dan Elmira lah yang Farzan tunjuk selaku sekretarisnya untuk representasi.
Awalnya Elmira merasa sedikit gugup, karena pertemuan ini adalah rapat terbesar sepanjang karirnya menjadi sekretaris, dan juga dipertemuan ini ada sosok laki-laki yang masih bertahta di hatinya. Tapi akhirnya, perlahan Elmira bisa mengatasi kegugupannya. Ia tidak ingin membuat kecewa sang bos yang sudah memberinya kepercayaan.
Selama presentasi berlangsung, Elmira berusaha bersikap profesional meski Ramon terus melempar tatapan bak permusuhan padannya. Ia tidak boleh mengaitkan masalah pribadi kedalam pekerjaan.
Hingga beberapa saat kemudian proses panjang itu akhirnya selesai. Semua orang merasa senang karena perjanjian kerjasama antar perusahaan berhasil dan berjalan dengan lancar.
Pembahasan bisnis yang cukup panjang itu membuat semua orang menjadi lapar. Mereka pun menikmati hidangan yang telah disediakan.
Farzan dan Elmira memilih pindah tempat dimeja yang berada disudut. Saat sedang menikmati makanannya, mereka berdua sedikit terkejut dengan kedatangan Ramon yang ikut bergabung di mejanya. Elmira hampir saja tersedak dibuatnya.
"Hati-hati, El." Dengan penuh perhatian, Farzan memberikan air minum pada sekretarisnya itu.
"Ck ck ck, Elmira Elmira. Belum apa-apa, sudah begini kelakuanmu. Apa sudah putus urat malumu, huh? Sidang perceraian kita saja belum diputuskan, tapi kamu sudah bermesraan dengan laki-laki lain didepan umum." Ramon tersenyum mencibir.
"Jaga ucapan mu, Mas!" Kedua mata Elmira seketika berkaca-kaca. Ucapan Ramon begitu menghina harga dirinya.
Sedangkan Farzan sejak tadi melempar tatapan mematikan pada Ramon, kedua tangannya terkepal erat dibawah meja. Jika tidak ingat dimana ia berada sekarang, pasti ia sudah menghajar habis-habisan pria brengsek itu.
"Gak usah sok terzolimi kamu, Mira. Karena pada kenyataannya memang begitu. Kamu meminta berpisah dariku karena dia kan!?" Ramon melirik Farzan dengan ekor matanya. "Kamu lebih memilih dia yang memiliki lebih dari segalanya daripada aku!"
"Keterlaluan kamu, Mas. Permasalahan diantara kita berdua sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Pak Farzan!" Elmira tampak bergetar. Kedua matanya semakin berkaca-kaca. Ia merasa malu dengan Farzan karena namanya diseret oleh Ramon kedalam permasalahan mereka.
"Gak usah munafik, Mira! Aku tahu...
"Cukup, Mas!" Elmira berdiri dari tempat duduknya seraya menyiramkan segelas air tepat kewajah Ramon.
Semua pasang mata seketika tertuju padanya. Ramon pun merasa malu menjadi pusat perhatian atas perbuatan Elmira. Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar seraya menatap tajam Elmira.
"Pak, aku permisi ke toilet dulu." Ujar Elmira pada bosnya. Ia ingin menumpahkan air matanya yang sejak tadi tertahan. Ia tidak bisa menahan meski ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis lagi. Tapi kali ini ia tidak akan menangisi perpisahannya dengan Ramon, melainkan menangisi ucapan laki-laki itu yang begitu menghinanya. Ia tidak menyangka jika pria yang memiliki tempat terdalam dihatinya bisa mengatakan hal memalukan seperti itu.
Setelah Elmira pergi, Farzan bergerak maju mencengkeram kerah kemeja Ramon. Ia tidak perduli lagi meski harus membuat keributan ditempat itu. Toh, rapat juga sudah selesai.
"Memang Elmira yang memilih mundur dan pergi darimu. Tapi itu bukan karena dia telah menemukan yang mapan atau yang lebih segalanya darimu. Elmira pergi karena dia tidak melihat perubahan dan kemajuan dari dirimu, dan dia merasa tidak ada yang perlu diperjuangkan lagi bersamamu.
Sesimpel itu pemikiran seorang wanita. Jadi, jangan pernah mengkambinghitamkan Elmira yang pergi karena sudah mendapatkan yang lebih. Tapi lihatlah dirimu sendiri, seharusnya kau mengaca kenapa Elmira memilih mundur!"
Setelah mengatakan itu, Farzan melepas cengkeramannya dikerah kemeja Ramon dengan sedikit mendorongnya.
"Laki-laki yang benar-benar mencintai wanitanya, dia tidak akan pernah menduakan apapun keadaannya. Selama ini, Elmira begitu tulusnya mendampingi mu, tapi apa balasannya? Kau memberinya luka yang begitu dalam. Seharusnya kau bisa sadar diri, bahwa yang munafik itu adalah kau, bukan Elmira!" Farzan beranjak dari tempat duduknya kemudian bergegas menyusul Elmira ke toilet. Ia rasa, sekarang bukan waktu yang tepat untuk memberi pelajaran pada pria brengsek itu. Elmira lebih penting saat ini, wanita itu pasti sangat merasa sedih dengan ucapan Ramon.
Ramon yang menjadi pusat perhatian, memilih pergi dari tempat itu. Ia benar-benar merasa jengkel dengan perbuatan Elmira dan Farzan yang sudah membuatnya malu didepan orang banyak.