Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
"Pak Kai, ada apa ya pak anda ke kantin?" Nindya langsung saja berdiri diikuti semua orang yang ada di kantin.
"Saya ada urusan dengan kamu" ucap Kaivan dengan muka datar tanpa ekspresi.
"Urusan apa ya pak? Kalau misal ada urusan penting anda bisa menghubungi saya tidak perlu mendatangi saya ke sini kan anda tadi sedang makan siang."
"Urusan ini sangat penting sekali, ayo kamu ikut saya ke ruangan saya."
"Sebentar pak makanan saya belum saya makan sama sekali" cegah Nindya saat Kaivan akan menggeret tangan Nindya meninggalkan kantin.
"Tidak usah kamu makan, kalau kamu makan kamu bisa makan siang dengan saya di ruangan saya tidak usah di kantin."
"Sebentar pak saya pamitan dulu dengan teman saya" Nindya membalikkan tubuhnya ke arah Fadli dan Adel.
"Maaf ya aku tidak bisa makan siang sama kalian sampai selesai."
"Tidak papa Nindya, lagian juga sepertinya urusannya sangat penting" ucap Adel.
"Aku pergi duluan ya" Fadli dan Adel pun mengangguk serentak.
Nindya pun berjalan terlebih dahulu lalu diikuti Kaivan di belakangnya. Setelah Kaivan dan Nindya keluar dari kantin semua orang pun mulai duduk kembali dan mulai melanjutkan makan.
"Del kok sepertinya lirikan pak Kai sama aku terlihat tajam dan tidak suka ya" bisik Fadli ke Adel.
"Halah mungkin itu cuma perasaanmu saja lagiankan tatapan pak Kai memang seperti itu saat melirik orang lain, lebih baik kamu segera habiskan makanannya karena waktu makan siang sebentar lagi akan habis" ucap Adel cuek dan malah mengambil makanan Nindya yang belum tersentuh sama sekali.
"Iya juga sih, eh Del aku juga mau makanan punya Nindya masa kamu makan sendiri dong ayo sini bagi sama aku" mereka berdua malah asik berebut makanan dan minuman milik Nindya.
Disisi lain saat ini Nindya sudah digeret masuk ke ruangan Kaivan. Bukannya malah langsung membicarakan urusan penting yang tadi ingin Kaivan bicarakan, Kaivan malah asik makan dan menyuruh Nindya makan juga.
"Ayo cepat Nindya dimakan makanannya nanti keburu kamu kelaparan" Kaivan menyodorkan salah satu piring ke arah Nindya.
"Nanti dulu saja makannya pak, sekarang kita bicarakan urusan penting yang mau anda bahas dengan saya."
"Nanti dulu bahas yang itu sekarang yang penting makan siang terlebih dahulu."
"Kalau anda menyuruh saya untuk makan siang terlebih dahulu saya lebih baik makan siang bersama teman saya di kantin tadi."
"Mau di kantin atau disini kan juga sama, cepat dimakan Nindya nanti keburu dingin malah jadi enggak enak."
"Saya balik lagi ke kantin aja deh pak" Nindya mulai berdiri.
"Duduk Nindya dan turuti ucapan saya untuk duduk makan siang bersama saya disini" ucap Kaivan penuh penekanan.
"Saya enggak mau pak, kenapa sih anda maksa banget."
"Lagian kamu apa susahnya sih menuruti ucapan saya? Kamu tinggal duduk dan makan dengan tenang sampai habis udah gitu aja susah banget."
"Tapi saya enggak mau."
"Ya sudah kalau enggak mau aku akan sebarkan berita pernikahan kita ke seluruh kantor agar semua orang tahu bahwa kamu yang akan menjadi calon istriku" ucap Kaivan mengancam.
"Jangan gitu dong pak, anda jangan mengancam saya seperti itu" Nindya tentu protes tidak terima.
"Ya sudah kamu turuti perintah saya, duduk dan makan dengan tenang disini bersama saya."
Tidak ada pilihan lain yang harus Nindya ambil. Setelah terdiam sebentar Nindya pun duduk kembali ke sofa lalu meraih piring yang disodorkan Kaivan kepadanya tadi. Nindya mulai makan dengan ogah-ogahan, Kaivan yang melihat Nindya mau makan siang bersamanya pun senang.
Seusai selesai makan, Nindya membereskan semua bekas makanan dia dan Kaivan. Sesudah semuanya selesai dibereskan dan beberapa sudah dibuang di kontak sampah, Nindya kembali lagi ke ruangan Kaivan.
"Jadi urusan penting apa pak yang akan anda bahas dengan saya?" tanya Nindya.
"Tidak ada urusan penting yang harus dibahas sekarang" ucap Kaivan tanpa raut muka bersalah sama sekali.
"Loh tadi anda bilang ada urusan penting tapi kenapa sekarang malah enggak ada urusan penting? Yang benar mana?"
"Yang benar memang enggak ada urusan penting sama sekali saat ini jadi saat ini kamu bisa keluar dan lanjutkan pekerjaanmu lagi yang belum selesai."
"Astaga pak jadi anda tadi bohong sama saya?"
"Ya enggak sepenuhnya bohong sih aku sama kamu."
"Ya jelas anda bohong pak sama saya!" ucap Nindya suaranya sudah mulai naik satu oktaf.
"Sudah kamu enggak perlu emosi begitu, lebih baik kamu kembali bekerja lagi" ucap Kaivan dengan tangan yang mengisyaratkan Nindya keluar.
"Dasar pak Kai itu bos yang berlaku seenaknya saja tidak kasihan dengan anak buah" ucap Nindya mengatai Kaivan sangking kesalnya.
Kaivan tidak menjawab karena tahu saat ini Nindya tengah kesal kepadanya. Nindya langsung keluar dari ruangan Kaivan dengan menghentakkan kakinya melampiaskan rasa kesalnya. Nindya pun menutup pintu lumayan keras yang membuat Kaivan berjengit kaget.
Kaivan mengelus dadanya melihat perilaku Nindya yang seperti itu. "Untung aku cinta kalau tidak mungkin sudah aku pecat, dia tidak tahu saja aku melakukan itu karena tidak mau hatiku merasakan rasa cemburu."
Memang Kaivan menyukai Nindya sejak Nindya pertama kali ngelamar pekerjaan di perusahaan Kaivan. Saat pertama memandang wajah Nindya hati Kaivan langsung berdetak kencang. Hingga saat Nindya sudah satu tahu bekerja bersama Kaivan, Kaivan baru yakin bahwa dia merasakan jatuh cinta dengan Nindya.
Kaivan memang selama ini menyembunyikan rasa sukanya pada Nindya agar tetap terlihat profesional. Tapi sebenarnya dalam hati Kaivan sangat mencintai Nindya karena itu setiap Nindya dekat dengan laki-laki lain Kaivan selalu menahan amarah.
"Aku bersyukur karena sebentar lagi kita akan menikah, dengan begitu aku bisa memilikimu seutuhnya" ucap Kaivan dengan binar cerah dimatanya.
Sedangkan saat ini Nindya dengan melampiaskan amarahnya dengan mencak-mencak sendiri di dalam ruangannya. Nindya marah karena merasa dibohongi oleh Kaivan.
"Tahu gitu aku enggak perlu makan siang sama pak Kai, seharusnya aku tadi makan siang dengan sahabatku. Nyesel banget nuruti perkataannya pak Kai."
Setelah puas melampiaskan amarahnya, Nindya menarik dan menghembuskan nafas beberapa kali agar amarah dalam dirinya bisa sedikit demi sedikit menghilang. Baru selesai menghela nafas ada seorang perempuan yang berjalan nyelonong saja akan masuk ke ruangan Kaivan.
"Eh mbak tunggu!" Nindya langsung berdiri dan menghentikan perempuan itu agar tidak masuk begitu saja ke ruangan Kaivan.
"Siapa kamu menghentikan saya saat akan masuk ke ruangan Kaivan?" tanya perempuan itu dengan nada kesal karena dihentikan begitu saja oleh Nindya.