"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
"Aira ...." Antares menatap Aira tapi beberapa detik kemudian dia menyadari bahwa Aira memeluk lengannya karena ada seseorang yang mendekatinya.
"Katanya Kak Aira interview. Mengapa malah pacaran di sini?"
Antares menatap Yudha yang menghentikan motornya di dekatnya. Jadi, ini adik Aira. Tidak sopan sekali sama kakaknya.
"Aku sudah diterima bekerja. Aku yang pacaran, kenapa kamu yang repot."
Antares tersenyum mendengar jawaban Aira. "Mulai besok aku yang akan antar jemput kamu ya, Sayang." Antares beralih menatap Aira sambil melepas helm yang dipakai Aira.
Aira terkejut mendengar panggilan sayang itu. Dia balas menatap Antares tapi Antares justru memberi kode dengan kedipan matanya.
"Memang kamu gak kerja sampai harus antar jemput Kak Aira? Jangan jadi cowok mokondo!" kata Yudha.
"Mokondo?" Antares menahan tawanya tapi Aira justru membalas perkataan adiknya.
"Memang kenapa? Daripada uang aku kasih buat kamu dan sia-sia. Mending aku kasih sama pacarku yang bisa bahagiain aku."
Antares sudah tidak bisa menahan tawanya. Dia turun dari motor dan mendekati Yudha. "Aku peringatkan sama kamu, jangan ganggu kakak kamu lagi. Aku sudah pegang ATM berjalan keluarga kamu. Mulai sekarang, aku yang bisa mengendalikan Aira." Antares menatap tajam Yudha, berusaha menggertaknya.
"Kamu anak geng motor mana?"
"Storm Rider. Geng motor yang sudah berdiri selama 15 tahun," kata Antares sambil menunjukkan stiker anggota Storm Rider di motornya.
Yudha terdiam beberapa saat, kemudian dia memutar motornya dan pergi meninggalkan Antares.
Antares tersenyum miring. Yudha pasti takut dengan geng motor itu.
"Storm Rider?" tanya Aira.
"Iya, Storm Rider." Antares kembali mendekati Aira. "Meskipun baru tiga tahun aku jadi ketua. Tapi aku salut dengan anggota Storm Rider yang selalu kompak melawan kejahatan di jalan."
"Dan ujung-ujungnya selalu berbangga diri."
Antares tertawa dan mengacak rambut Aira. "Katanya gak butuh aku lagi untuk jadi pacar?"
"Hmm, iya, aku masih butuh." Aira tersenyum kaku sambil memainkan jemarinya sendiri. Setelah beberapa detik, dia baru menyadari jika tangan Antares masih berada di rambutnya. Aira menggeser dirinya agar tangan Antares berhenti mengusapnya.
"Lembut, kayak bulu kucing," kata Antares. Kemudian dia melambaikan tangannya saat melihat mobilnya mendekat.
"Ikuti aku!" suruh Antares pada Riko, lalu dia menaiki motornya.
Setelah Aira naik ke boncengan Antares, dia melajukan motornya menuju rumah Aira. Hanya beberapa detik, dia sudah sampai di depan rumah Aira.
Mobil Antares berhenti di belakangnya. Riko segera turun untuk mengeluarkan kucing yang berada di kandangnya dan juga perlengkapan lainnya yang dia letakkan di teras rumah Aira.
"Sudah semua? Kamu pulang saja," suruh Antares.
"Siap." Riko masih saja tertawa melihat bosnya yang sepertinya mempunyai hiburan baru.
Aira berjongkok dan mengeluarkan kucing itu. "Hai, ini rumah baru kamu. Tapi kamu di kamar saja ya. Kamu jangan kemana-mana." Aira menggendong kucingnya sambil mengusap bulu kucing yang halus itu.
Kemudian Aira membuka pintu rumahnya dan ada ibunya yang berada di rumah itu menatap Antares tidak suka.
"Mau masuk dulu?" tanya Aira pada Antares.
Antares hanya menganggukkan kepalanya lalu mengikuti Aira masuk ke dalam rumah.
"Aira, kucing siapa itu? Kebutuhan kucing ras itu sangat banyak dan mahal, makanya dulu Ibu suruh Yudha jual kucing kamu," kata Rika. Dia sangat tidak suka melihat kedekatan Aira dan Antares.
Aira terkejut mendengar perkataan ibunya. Dia pernah mempunyai kucing saat masih kuliah dulu. Dia pikir, kucingnya hilang ternyata dijual sama ibunya. "Ibu tega sekali. Aku mencari kucingku kemana-mana sampai menangis ternyata ibu jual."
Aira duduk dengan kesal sambil memeluk kucing barunya. "Jangan jual kucing ini."
"Tenang saja Aira, siapa yang berani mengganggu kucing kita, akan berurusan denganku!" Antares tersenyum miring menatap ibunya Aira. Rasanya dia gemas sekali ingin memberi pelajaran pada keluarga Aira.
Rika semakin kesal lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kucing kita?" Aira tidak rela jika Antares juga merasa memiliki kucing itu. Ya, meskipun Antares yang membelikan kucing itu untuknya.
"Iya, Mama dan Papa." Antares akan menyentuh kucing itu tapi Aira memutar tubuhnya dan membelakangi Antares.
"Ini punyaku. Kan sudah diberikan padaku."
Antares tak menyahuti perkataan Aira. Dia kini melihat layar ponselnya karena ada beberapa pesan masuk. Dia berdecak karena sepertinya ada sedikit masalah. "Haduh Riko, aku kira urusan kontrak udah selesai. Bisa sampai malam aku mengurusnya," guman Antares yang membuat Aira menolehnya.
"Aku balik dulu, ada urusan penting. Besok jangan terlambat. Ada banyak pekerjaan yang menunggu kamu." Tanpa menunggu jawaban, Antares keluar dari rumah Aira.
Aira berdiri dan melihat Antares yang mengendarai motornya lalu melaju meninggalkan rumahnya.
Aira tersenyum kecil lalu menutup pintu itu. Dia membawa kucingnya ke kamar. "Bintang, kamu pasrah sekali. Aku suka ...." Aira semakin gemas dengan kucing barunya. Dia melepas kucing itu di dalam kamar lalu memasukkan perlengkapannya.
"Aira, kamu sudah dapat pekerjaan?" tanya ayahnya yang baru masuk ke dalam rumah bersama Toni.
Aira tak menjawabnya. Buru-buru dia masuk ke dalam kamar tapi perkataan Toni menghentikan langkahnya.
"Ayah kamu hutang 20 juta untuk tambahan modal. Kamu bayar secepatnya, kalau tidak kamu jadi jaminannya."
Aira menatap tajam ayahnya dan Toni. "Mengapa aku? Aku tidak ada urusan sama hutang Ayah. Lagian selama ini Ayah bisnis apa? Tidak ada hasilnya sama sekali."
"Kamu semakin berani sekarang! Sejak bergaul sama anak geng motor jadi suka membantah."
"Ayah, aku bekerja bukan untuk melunasi hutang ayah! Oke, aku akan tetap membantu uang belanja ibu setiap hari, tapi aku tidak akan menyerahkan seluruh gajiku seperti dulu lagi. Aku juga ingin punya masa depan!"
"Masa depan? Masa depan bersama pria pengangguran seperti pacar kamu itu! Jadi kamu lebih memilih menyerahkan uang kamu untuk pria berandal itu daripada sama keluarga kamu sendiri!" Fadil semakin mengeraskan suaranya.
Aira semakin kesal mendengar perkataan ayahnya. Dia mengepalkan kedua tangannya. Dadanya mulai terasa sesak. "Iya! Selama ini aku bekerja keras tapi aku tidak dapat apa-apa. Setelah aku tidak bekerja, aku justru dijual sama pria beristri. Seharusnya sebagai kepala keluarga, ini semua tanggung jawab ayah."
Plak!
Aira menyentuh pipinya yang terasa panas karena tamparan dari ayahnya. Dia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan keras.
Aira memegang dadanya yang terasa sesak. Bagaimana dia bisa sembuh dari mental illness-nya jika setiap hari seperti ini? Dia mengambil obat yang berada di dalam tasnya. Dia akan membuka segel itu tapi urung.
"Bintang ...." Aira meraih kucingnya dan memeluknya. Dia menangis sesenggukan. "Sakit sekali ...."
akhirnya ngaku juga ya Riko...
😆😆😆😆
u.....