Anastasia, wanita berhijab itu tampak kacau, wajahnya pucat pasi, air mata tak henti mengalir membasahi wajah cantiknya.
Di sudut rumah sakit itu, Ana terduduk tak berdaya, masih lekat diingatannya ketika dokter memvonis salah satu buah hatinya dengan penyakit yang mematikan, tumor otak.
Nyawanya terancam, tindakan operasi pun tak lagi dapat di cegah, namun apa daya, tak sepeser pun uang ia genggam, membuat wanita itu bingung, tak tahu apa yang harus di lakukan.
Hingga akhirnya ia teringat akan sosok laki-laki yang telah dengan tega merenggut kesuciannya, menghancurkan masa depannya, dan sosok ayah dari kedua anak kembarnya.
"Ku rasa itu sudah lebih dari cukup untuk wanita rendahan seperti mu... ."
Laki-laki kejam itu melempar segepok uang ke atas ranjang dengan kasar, memperlakukannya layaknya seorang wanita bayaran yang gemar menjajakan tubuhnya.
Haruskah Anastasia meminta bantuan pada laki-laki yang telah menghancurkan kehidupannya?
IG : @reinata_ramadani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mommy Shayang Keunnapa?
°°°~Happy Reading~°°°
Mega merah mulai menghiasi langit kota Jakarta. Sebagian orang memilih menepi ke sudut-sudut masjid sekedar melantunkan doa mengadu pada sang pencipta.
Sedang Ana, perempuan itu masih setia di tempat duduknya. Sembilan jam berlalu, namun operasi sang putra tak kunjung menemui titik akhirnya. Membuat perempuan itu mulai dilanda kecemasan.
Apa memang selama ini operasi yang harus dilalui sang putra hanya demi mencapai kata sembuh?
Lalu berapa luka sayat*n yang harus Mallfin terima? Tubuhnya masih kecil. Tidak sepantasnya bocah laki-laki itu merasakan sakit yang lebih dalam lagi.
"Biar hamba saja ya Allah. Limpahkan semua kesakitan itu pada hamba. Jangan putra hamba."
"Mommy mamam dullu?"
Gadis kecil itu menawarkan makan malamnya pada sang mommy. Rupanya Maurin tengah melahap makan malam yang tadi Ana belikan dari kantin rumah sakit.
Ana menggeleng. "Tidak sayang. Maurin saja." Ana tak berselera. Sedari pagi, ia bahkan hanya menelan beberapa sendok nasi hanya untuk mengganjal perut.
"Mamam na bannak sheukalli. Nanti kalau Mollin mamam na banak-banak, nanti Mollin jadi endut, tullush Apin kata-katain Mollin shepeulti ikan buntall. Mollin eundak mau myh..." Gadis kecil itu mulai merengek. Memaksa Ana untuk mengalihkan pikirannya sejenak pada sang putri yang tengah tak percaya diri.
"Tidak apa sayang. Nanti kalau Maurin jadi gendut, Maurin akan semakin menggemaskan. Nanti akan banyak aunty suster yang menyukai Maurin."
Membuat senyum itu merekah.
"Mollin mau endut aja deh myh, biall onty shutell shama onty dotell kashih tokullat Mollin banak-banak. Hihihi... Biall aja Apin kata-katain Mollin. Yang penting Mollin puna tokullat banak-banak, Ehehehe... ."
Gadis kecil itu kembali menyantap makanannya dengan lahap. Sedang Ana, perempuan itu menatap kosong pada ruangan didepannya.
Sembilan jam menunggu. Fisiknya mulai letih. Batinnya pun tak karuan, Ana lelah menahan semua gejolak kecemasan yang mencuat setiap detiknya.
Hingga pintu ruangan itu akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah dokter yang kini keluar dengan wajah penuh kelelahan.
"Bagaimana keadaan putra saya dokter? Apa semuanya baik-baik saja? Putra saya-- apa dia selamat?"
Bahkan Ana sudah pesimis jika sang putra akan selamat. Mimpi itu, benar-benar terasa nyata dan membuat Ana begitu putus asa.
Dokter yang tak Ana ketahui namanya itu tampak mengembangkan senyum tipis.
"Operasi berhasil dilakukan. Setelah ini, putra anda akan dipindahkan ke ruang ICU untuk dilakukan pengawasan selama dua hari ke depan."
Hela nafas penuh kelegaan itu menghembus, linang air mata penuh haru itupun meluruh, menandakan jika kini kecemasan itu menguap bersama dengan segala ketakutan yang sudah membeku.
"Terimakasih dokter. Terimakasih."
Bahagia dirasa. Membuat Ana sontak menghambur memeluk sang putri yang masih sibuk mengunyah makanannya.
Maurin yang terkejut itu sontak menatap sang mommy penuh tanda tanya.
"Mommy shayang keunnapa? Kennapa mommy pulluk-pulluk Mollin?"
Dalam isak tangis itu, perempuan itu mengembangkan senyum penuh kelegaan.
"Mallfin-- Mallfin akan segera sembuh sayang. Mallfin jagoan kita-- Mallfin sembuh sayang." Linang air mata itu semakin jatuh meluruh. Ana benar-benar bersyukur, Tuhan dengan segala kekuasan-Nya telah memberikannya kesempatan kedua untuk bisa bersama sang putra.
Maurin yang sangat antusias itu sontak berdiri dengan perut buncitnya.
"Mommy shius Apin tembuh?" Bola matanya berbinar. Senyum lebar bahkan kini menyungging di bibirnya.
"Ya sayang."
"Yeayyy. Apin tembuh Apin tembuh. Nanti abish Apin tembuh nanti peullgi pashall mallam shama-shama ya myh, hihihi... ."
Dalam keharuan itupun gadis kecil itu tetap mencari keuntungannya sendiri.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Happy reading semua
Saranghaja 💕💕💕