"Kisah cinta di antara rentetan kasus pembunuhan."
Sebelum Mekdi bertemu dengan seorang gadis bercadar yang bernama Aghnia Humaira, ada kasus pembunuhan yang membuat mereka akhirnya saling bertemu hingga saling jatuh cinta, namun ada hati yang harus dipatahkan, dan ada dilema yang harus diputuskan.
Mekdi saat itu bertugas menyelidiki kasus pembunuhan seorang pria kaya bernama Arfan Dinata. Ia menemukan sebuah buku lama di gudang rumah mewah tempat kediaman Bapak Arfan. Buku itu berisi tentang perjalanan kisah cinta pertama Bapak Arfan.
Semakin jauh Mekdi membaca buku yang ia temukan, semakin terasa kecocokan kisah di dalam buku itu dengan kejanggalan yang ia temukan di tempat kejadian perkara.
Mekdi mulai meyakini bahwa pembunuh Bapak Arfan Dinata ada kaitannya dengan masa lalu Pria kaya raya itu sendiri.
Penyelidikan di lakukan berdasarkan buku yang ditemukan hingga akhirnya Mekdi bertemu dengan Aghnia. Dan ternyata Aghnia ialah bagian dari...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Pertama Bapak Arfan Dinata
“Selamat siang Pak!” seseorang memasuki rumah kediaman Bapak Arfan Dinata.
Mekdi menutup buku lama, berhenti membaca, dan menyambut orang yang baru saja datang. “Silahkan duduk!” ujar Mekdi mempersilahkan laki-laki setengah baya yang baru bersalaman dengannya duduk di sofa yang ada di ruang tamu rumah itu.
Rendra menggeser duduknya ke kiri, sedikit merenggang dari Mekdi. Wajahnya tampak kusut karena Mekdi yang tiba-tiba menutup halaman buku lama.
“Apa anda pengacara Bapak Arfan Dinata?” Mekdi bertanya pada pria setengah baya yang mengenakan jas hitam dengan dasi coklat yang menjuntai di dadanya.
“Benar Pak, saya pengacara Bapak Arfan Dinata,” Pria yang sedikit beruban itu mengangguk.
“Terimakasih telah bersedia meluangkan waktu anda dalam panggilan yang tidak resmi ini,” ucap Mekdi tersenyum.
“Tidak masalah. Saya senang bisa turut membantu mengungkap kasus kematian Bapak Arfan Dinata” balas pengacara keluarga Bapak Arfan.
“Saya ingin mengetahui beberapa informasi dari anda.
“Silahkan Pak,” Pengacara itu tersenyum.
“Sudah berapa lama anda menjadi pengacara keluarga Bapak Arfan?” Mekdi mulai mengajukan pertanyaan.
“Sudah lebih sepuluh tahun. Semenjak Ibu Vika baru pertama menikah dengan Bapak Arfan,” ungkap pengacara.
“Selama anda jadi pengacara keluarga Bapak Arfan, apakah Bapak Arfan pernah terlibat masalah harta kekayaan dengan kerabat beliau atau orang lain?
“Belum pernah Pak! selama ini saya lebih sering mengurusi masalah perusahaan. Sepertinya Bapak Arfan tidak punya masalah dengan kekayaannya.
“Apa yang sering anda tangani di perusahaan Bapak Arfan?
“Cuma menangani urusan administrasi, kontrak, dan perjanjian dengan klien. Tapi semuanya berjalan dengan baik. Tidak ada masalah Pak,” terang pengacara Bapak Arfan dengan yakin.
“Apakah Bapak Arfan punya surat wasiat?
“Bapak Arfan belum membuat surat wasiat apapun.
“Bagaimana dengan kepemilikan harta dan aset perusahaan Bapak Arfan? Apa semua surat-suratnya atas nama Bapak Arfan?
“Tidak. Hanya perusahaan barunya yang atas nama Bapak Arfan, sedangkan rumah dan perusahaan yang lama masih atas nama Ibu Vika Aediva.
“Boleh saya lihat?
Pengacara keluarga Bapak Arfan membuka tasnya yang tadi diletakkannya di atas meja. Beberapa helai surat-surat diperlihatkan kepada Mekdi.
Mekdi mengangguk-angguk sambil memeriksa satu persatu surat yang diterimanya.
“Apa selama ini ada gugatan dari pihak keluarga mengenai harta peninggalan ini?” tanya Mekdi kemudian, menyerahkan kembali surat-surat ke tangan pengacara.
“Sampai sekarang belum ada Pak, baik dari kerabat Ibu Vika, maupun Kerabat Bapak Arfan. Belum satupun dari kerabat keluarga ini yang menanyakan kepadaku tentang harta warisan. Satu hari yang lalu, kerabat Bapak Arfan menelpon saya, tapi bukan menanyakan masalah harta peninggalan. Dia hanya menanyakan perkembangan kasus pembunuhan Bapak Arfan.
“Selama jadi pengacara keluarga Bapak Arfan, apa anda pernah mengurus permasalahan selain harta dan perusahaan?
Pengacara Bapak Arfan mencoba mengingat-ingat kejadian yang pernah ia lewati selama menjadi pengacara keluarga Arfan Dinata. Keningnya yang lebar tampak berkerut cukup lama, membalik memori masa lalu. “Dulunya pernah saya menangani sebuah sengketa, tapi itu sudah lama sekali,” Pengacara itu berbicara sambil terus berpikir.
“Sengketa?
“Benar! Sengketa permasalahan…, hak asuh anak. iya, hak asuh anak!” terang Pengacara itu sambil mengangguk.
“Seperti apa permasalahannya?” tanya Mekdi tertarik. Tubuhnya mulai condong ke depan, dengan lirikan mata yang mengarah pada Zetha yang duduk di samping pengacara, memberi kode khusus untuk mencatat keterangan pengacara itu.
“Permasalahan itu terjadi di ketika Ibu Vika masih hidup. Saat itu Ibu Vika baru kehilangan anaknya yang baru berumur sepuluh hari. Kelahiran anak Ibu Vika dan Bapak Arfan yang premature, membuat anak itu tak sanggup hidup lebih lama. Ibu Vika yang stres berat karena kehilangan anaknya, mulai sakit-sakitan. Bapak Arfan menyarankan untuk mengadopsi anak dari panti asuhan, namun Ibu Vika menolaknya. Ibu Vika meminta Bapak Arfan untuk membawa anak Bapak Arfan yang ada di kampung ke rumah ini.
“Jadi Bapak Arfan punya anak?” potong Mekdi terkejut mendengar fakta baru keluarga Bapak Arfan Dinata.
“Benar! Bapak Arfan punya seorang anak bersama istri pertamanya,” ungkap pengacara.
“Berarti Bu Vika istri kedua Bapak Arfan?
“Iya. Istri pertama Bapak Arfan ada di kampung yang bernama….” Pengacara kembali mengingat-ingat. “Leng.., leng…,
“Lengayang?” Mekdi menyebutkan nama daerah tempat tinggal masa lalu Bapak Arfan.
“Kalo tidak salah, iya Lengayang! Saya sudah lupa, soalnya sudah lama sekali, saya juga baru sekali ke daerah itu. Tapi rasa-rasanya memang Lengayang nama daerah itu.” Aku pengacara Bapak Arfan namun masih tampak ragu-ragu.
“Lalu, dimana anak itu sekarang?
“Tinggal bersama ibunya di kampung itu. Kami tidak berhasil memenangkan hak asuh anak Bapak Arfan. Maklumlah Pak, daerah Minang. Hak asuh lebih kuat ke Ibu daripada Ayah,” jelas pengacara agak sedikit tersenyum.
“Anda masih ingat rumah istri pertama Bapak Arfan itu di mana?” tanya Mekdi berharap.
Pengacara itu menggeleng. “Saya tidak pernah ke rumahnya. Saya hanya bertemu istri pertama Bapak Arfan di pengadilan.
Mekdi meluruskan badannya, menghela napas sambil mengusap-usap punggung lehernya. jawaban pengacara yang diharapkannya dapat membantunya menuju ke sebuah daerah yang bernama Lengayang, ternyata di luar dugaannya. Alamat pasti yang ia tuju di daerah Lengayang masih kabur dalam pandangannya.
Ia kembali mengajukan beberapa pertanyaan kepada pengacara keluarga Bapak Arfan, hingga perbincangan yang terjadi di ruang tamu itu hampir memakan waktu cukup lama, sampai akhirnya pengacara keluarga Bapak Arfan Dinata pamit dari tempat itu.
“Daerah Lengayang itu masih penuh misteri!” ujar Rendra mulai bersuara setelah pengacara itu pergi. “Kapan kau akan melakukan penyelidikan ke sana?” tanyanya pada Mekdi.
“Secepatnya,” jawab Mekdi singkat.
“Lalu siapa yang akan kau tuju?
Mekdi hanya menatap wajah Rendra untuk sesaat, lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa, dan mengalihkan pandangan ke plafon rumah. Ia menatap langit-langit rumah itu sambil memikirkan langkah selanjutnya dalam penyelidikan kematian Bapak Arfan.
Rendra mengeluarkan smartphone dari saku celananya. Memainkan layar sentuh dan mengetikan beberapa huruf di smartphone itu. “Daerah lengayang itu sangat luas Mek! Ternyata bukan desa, tapi kecamatan. Kemana kita akan mencari orang-orang yang kenal dengan masa lalu Bapak Arfan?
“Aku akan menuju sekolah yang bernama SMA Lengayang. Dalam cerita ini, rumah Bapak Arfan tidak jauh dari sekolah itu. Semoga saja orang-orang disekitar sekolah itu masih mengenal Bapak Arfan,” ungkap Mekdi.
“Apa kau sudah memeriksa KTP orang tua Bapak Arfan? Mungkin di KTP orang tuan Bapak Arfan ada alamat kampungnya yang dulu!
“Alamat orang tua Bapak Arfan sama dengan alamat Bapak Arfan saat ini. Sepertinya Beliau memindahkan orang tuanya ke sini. Zetha sedang mencari dokumen-dokumen lama keluarga Bapak Arfan, namun dia belum menemukannya. Sepertinya gempa yang dulu terjadi di kota Padang membuat aset kependudukan lama banyak yang hilang,” jelas Mekdi lagi.
“Mungkin saja dalam cerita ini dijelaskan!” Rendra mengambil buku lama yang terletak di samping Mekdi.
Bersambung.
zaman dulu mah pokonya kalau punya nokia udh keren bangetlah,,,
😅😅😅
biasanya cinta dr mata turun ke hati, kayaknya dr telinga turun ke hati nih ..
meluncur vote,