Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Jangan sakit lagi, ya. Saya khawatir."
Ara menahan senyumnya. Dia mengangguk sambil mengunyah baksonya.
"Iya..."
Gevan tersenyum tipis mendengarnya.
Mereka pun fokus makan bakso lagi. Entah karena bakso buatan Tari memang enak atau Ara yang sedang lapar, pasalnya sudah 2 kali Ara nambah. Sedangkan Gevan tak mempermasalahkan selagi itu membuat Ara kenyang.
Selang beberapa menit, keduanya sudah selesai makan. Gevan mencuci mangkuk kotor, sedangkan Ara menunggu di meja makan.
"Kakak kenapa tadi bentar banget ke kantornya?" tanya Ara.
"Suka-suka saya," jawab Gevan sombong.
Ara mencebikkan bibirnya, "Sombong amat!"
Gevan terkekeh kecil membalasnya.
"Kak, ada nomor gak dikenal ngechat aku," ucap Ara tiba-tiba.
"Ngechat apa?" tanya Gevan. Dia mengelap tangannya menggunakan tisu yang ada di sana. Setelahnya ia menghampiri Ara.
Ara langsung mengulurkan tangannya minta di gendong kepada Gevan. Dengan senang hati Gevan menurutinya. Dia suka saat Ara manja dengannya.
"Nanti Kakak lihat sendiri, deh," jawab Ara.
"Kapan chat nya masuk?" tanya Gevan.
"Tadi, pas Tari bikin bakso," jawab Ara. "Tapi, gak aku balas."
Gevan mendudukkan Ara di sofa ruang keluarga.
"Mana hp kamu?"
Ara menunjuk meja yang ada di depan mereka.
Gevan mengambil ponsel dengan case berwarna pink itu, lalu menyalakannya dan membuka room chat.
+62856xxxxxx
[Jauhi anak saya atau kamu akan tau akibatnya!]
Pesan singkat berisi sebuah ancaman. Tentu saja Gevan tau siapa pelakunya. Detik itu juga Gevan menghapus sekaligus dia blok nomor tersebut.
"Gak usah dipikirin," ucap Gevan pada Ara. Dia meletakkan kembali ponsel tersebut.
"Coba bayangin kalau Kak Gevan ada di posisi aku," ucap Ara sembari menatap Gevan dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
Gevan terdiam sejenak, lalu berkata, "Why? Apa kamu merasa berat?"
"Bohong kalau aku bilang 'nggak'," jawab Ara.
"Di mana-mana, semua orang pengen direstui hubungannya. Kita memang gak terlalu serius dalam hubungan ini—"
"Kata siapa? Kata siapa gak serius?" Gevan memotong ucapan Ara.
Kedua manusia itu saling menatap. Mata mereka menyiratkan arti yang begitu dalam.
"Meskipun awalnya kita gak sengaja ketemu, tapi saya gak pernah main-main soal hubungan ini, Ara," lanjut Gevan. Tatapan matanya berubah sedikit tajam.
"Bukannya Kak Gevan cuma mau menghindari perjodohan yang direncanakan sama Tante?" tanya Ara.
"Itu memang salah satunya. Tapi, ada alasan lain yang gak bisa saya ungkapkan sekarang. Yang jelas, saya gak akan main-main dengan hubungan kita," jawab Gevan.
Ara mendengus, dia melipat kedua tangannya di dada, lalu berkata, "Pasti alasan utamanya gak jauh dari nafsu, kan?" sinis nya.
"Emangnya selama ini saya pernah sentuh kamu?" tanya Gevan.
"Pernah! Ini—" Ara menunjuk lengan Gevan yang merangkul pundaknya, "Nyentuh aku, kan?"
Gevan mendengus geli, "Kamu pasti tau sentuhan yang saya maksud, Ara. Mau dipraktekkan sekarang?" tawar Gevan.
Ara mengernyit tak suka, "Apa sih!" Dia menyingkirkan lengan Gevan yang ada di pundaknya, namun pria itu menahannya sehingga Ara merasa keberatan.
"Kak!" kesal Ara.
"Hm?"
"Lepasin, gak?!"
"Coba aja kalau bisa," tantang Gevan.
Sedetik kemudian Ara memberontak seperti cacing kepanasan. Bukannya marah, Gevan malah merasa terhibur dengan tingkah gadis itu. Dengan jahil, Gevan menggelitik perut Ara. Al hasil keduanya saling menggelitik di atas sofa yang lebarnya tak seberapa itu. Ara tertawa sampai menangis karena tak sanggup menahan geli, begitu juga dengan Gevan.
"Kak Gevan! Stop!" pekik Ara sambil tertawa keras.
Bukannya berhenti, Gevan malah semakin menjadi dan membuat pergerakan Ara semakin brutal.
-
-
Hingga beberapa menit kemudian, hening. Kedua manusia yang tadi asik bercanda itu kini tertidur sambil berpelukan di atas sofa. Menggemaskan sekali.
****
"Ini alamatnya. Kamu datang ke sana aja, ya. Pasti kamu bisa kok!"
"Kalau Gevan ngusir aku lagi gimana, Tante?"
"Belum juga dicoba, sayang. Udah, sekarang kamu berangkat, ya."
Sofia mengangguk. Dia menyalami tangan Mom Bella lebih dulu sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Tujuan Sofia kali ini adalah rumah Ara. Berdasarkan informasi dari Mom Bella, Gevan sering ke sana, tentunya Sofia tak akan membiarkannya begitu saja. Mana rela dia membiarkan Gevan dekat-dekat dengan bocah ingusan seperti Ara.
"Apa sih yang bikin Gevan betah sama dia?!" kesal Sofia.
"Di mana-mana juga, aku yang yang paling cantik!" lanjut wanita itu.
Beberapa menit kemudian, Sofia sudah berada di depan gerbang rumah Ara.
"Bahkan rumahnya aja lebih mewah rumahku," gumam Sofia mencibir.
Matanya menatap satpam yang berjaga, wanita itu menekan klaksonnya agar gerbangnya dibuka.
Bukannya langsung membuka, Pak Yudha menghampiri Sofia dan mengetuk kaca pintu mobil.
Dengan malas Sofia membukanya dan menatap ramah ke arah satpam tersebut. Dia harus pura-pura baik saat ini, agar bisa segera masuk.
"Selamat sore, Mbak. Ada keperluan apa, ya?" tanya Pak Yudha.
"Saya temannya Ara, Pak," jawab Sofia sambil tersenyum.
Kening Pak Yudha mengerut. Seingatnya, Ara tidak punya teman. Kecuali sepupu Gevan yang bernama Tari.
"Kalau begitu, saya tanya Non Ara dulu, ya, Mbak," kata Pak Yudha.
"Bapak gak percaya sama saya?" kesal Sofia.
"Bukan gitu, Mbak. Setau saya Non Ara itu gak pernah bawa temannya ke rumah selain Mbak Tari, sepupunya Mas Gevan," jelas Pak Yudha.
Sofia mendengus, "Saya temannya Ara, Pak! Jadi, tolong buka gerbangnya," ucap Sofia masih saja tak mau mengalah.
Pak Yudha menghela nafas, "Saya tanya Non Ara dulu, deh. Mbak tunggu di sini bentar."
Tanpa menunggu sahutan Sofia, Pak Yudha pergi begitu saja. Hal itu tentu membuat Sofia kesal.
Pak Yudha masuk ke dalam rumah setelah mengetuk pintunya. Dia heran saat suasana terlihat sepi dan tak terdengar suara apapun.
"Nona?" panggil Pak Yudha.
Samar-samar Pak Yudha mendengar suara TV, langkahnya langsung membawanya menuju ke sumber suara.
Pak Yudha menahan senyumnya saat melihat Ara dan Gevan tidur saling berpelukan, sedangkan TV nya masih menyala.
"Aduh... So sweet banget," gumam Pak Yudha.
Akhirnya dia pun tak jadi bertanya ada Ara, karena nona nya itu sedang asik menyelami alam mimpi.
Sofia menatap kesal pada satpam yang berjalan ke arahnya.
"Gimana? Boleh masuk, gak?" tanyanya.
"Non Ara lagi tidur, Mbak. Gak bisa diganggu. Mending Mbak pulang aja, nanti ke sini lagi," ujar Pak Yudha.
Sofia menggeram kesal, "Gak mau! Saya mau masuk sekarang juga! Buka gerbangnya atau saya tabrak?!" ancam Sofia.
Dia tau di dalam sana ada Gevan, pasti mereka sedang tidur bersama, pikirnya.
"Silakan aja, Mbak. Nanti saya tinggal teriak 'maling' terus polisi yang rumahnya ada di sebelah langsung datang nangkap Mbak," balas Pak Yudha mengancam.
Sofia menoleh ke arah rumah yang ada di samping rumah Ara. Dia bisa melihat ada motor khusus polisi di sana.
Lantaran tak bisa melakukan apapun, Sofia pun pergi dari sana setelah mengumpati Pak Yudha.
"Anak jaman sekarang..." gumam Pak Yudha sambil mengelus dadanya.
***
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘