Dealova, gadis cantik dengan segala kesedihannya. Dipaksa menjadi orang sempurna membuat Lova tumbuh menjadi gadis yang kuat. Dia tetap berdiri saat masalah datang bertubi-tubi menghantamnya. Namun, sayangnya penyakit mematikan yang menyerang tubuhnya membuat Lova nyaris menyerah detik itu juga. Fakta itulah yang sulit Lova terima karena selama ini dia sudah menyusun masa depannya, tapi hancur dalam hitungan detik.
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Ri, kok makin sepi jalannya?"
"Ya kan jalan pintas, Va."
"Jalan pintas kok gak sampai-sampai?" Lova menatap Riya penuh was-was.
"Apa sih? Lo curiga sama gue?"
"N-nggak gitu, gue—"
"Gue itu tulus mau temenan sama lo! Jahat banget gue dicurigai. Nih, lihat sendiri maps nya!" Riya menunjuk maps agar Lova percaya dengan lokasi mereka.
Benar, maps itu menunjukkan bahwa mereka sedang dalam perjalanan menuju tujuan.
"Bener kan?"
Lova mengangguk kaku, "Iya, bener. T-tapi—"
"Dari pada lo mikir aneh-aneh, mending minum tuh susu kotak. Gue beliin buat lo tadi, itu juga ada camilan, makan aja semua!"
"Gue baru sadar ada makanan di sini." Lova menyengir. Kalau sudah tentang makanan, dia mana bisa menolak?
Tanpa sungkan, Lova pun memakan dan meminum semuanya. Kebetulan sekali dia lapar.
"Lo bawa hp?" tanya Riya.
"Bawa. Kenapa?"
"Nanti taruh di mobil aja. Soalnya gue gak suka kalau lagi kumpul tapi ada yang main hp," jawab Riya.
"Nanti kalau kakak gue telpon gimana?"
"Kan lo udah ijin sama supir lo tadi, otomatis dia pasti gak akan nyariin lo." Riya mengulurkan tangannya. "Mana?"
Lova terdiam sejenak. Apakah harus?
"Buruan. Bentar lagi sampe," desak Riya.
"Ya udah, nih!" ketus Lova. Dengan tidak ikhlas, dia menyerahkan ponselnya pada Riya dan langsung dimasukkan ke dalam laci dashboard oleh gadis itu.
"Beneran udah mau sampe? Gue tiba-tiba ngantuk." Lova mengucek matanya yang terasa berat.
"Iya."
Lova menguap lebar, matanya semakin terasa berat dan ingin terpejam.
"Tidur aja, gak papa."
Itu adalah ucapan terakhir Riya yang Lova dengar, kerena setelahnya, dia memejamkan matanya, tertidur.
****
Aksa menyalakan ponselnya saat sudah keluar dari ruangan khusus rapat.
"Pak Aksa, mau makan siang bareng saya?" Tiba-tiba Fara muncul dan menawarinya.
Tanpa menoleh dan terus fokus pada ponsel, Aksa menjawab dengan gelengan kepala.
Raut wajah Fara langsung berubah, padahal dia sangat berharap Aksa menerima tawarannya.
"Saya tau Bapak belum makan siang, jadi—"
"Saya buru-buru, permisi." Setelah mengucapkan itu, Aksa pergi meninggalkan Fara yang menggerutu.
Pria tampan berbadan gagah itu berjalan menuju ruangannya untuk mengambil tas. Dia akan segera pulang.
"Kamu sudah antar istri saya sampai apart?" tanyanya pada seseorang di telepon.
"Maaf, Tuan. Bukannya Nona Lova ada kerja kelompok? Katanya sudah minta izin dengan Anda."
Rahang Aksa berkedut. Tatapan matanya semakin tajam. "Maksud kamu apa? Saya sudah bilang, antar dia pulang!"
"T-tapi Nona Lova sendiri tadi yang bilang mau kerja kelompok. Dia juga suruh saya pergi karena sudah minta izin dengan Anda, Tuan."
"Bodoh!" desis Aksara. Pria itu mematikan sambungannya dan duduk di kursi kerjanya, lalu membuka laptop untuk melacak lokasi Lova saat ini.
Saat sudah ketemu lokasinya, Aksa langsung keluar, tapi kesialannya tak sampai di situ, karena lagi-lagi Fara menghadang jalannya.
"Pak Aksa buru-buru banget? Mau ke mana?" tanya Fara.
"Minggir." Suara berat nan dingin itu membuat bulu kuduk Fara berdiri.
"M-maaf, saya cuma mau kasih ini aja. Buat makan siang Bapak." Fara menyerahkan kotak makan pada Aksa, namun bukannya menerima, Aksa malah menyelonong keluar dan menabrak bahu Fara.
Jangan salahkan Aksa, dia sudah menyuruh Fara minggir tadi.
"Kenapa susah banget, sih?!" gumam Fara, geram sekali dengan sikap dingin Aksa.
****
Lova membuka matanya perlahan. Gelap. Dia tidak bisa melihat apapun.
"Riya?!" teriaknya memanggil sang teman. Lova juga memberontak saat sadar kalau tangannya diikat dan matanya ditutupi kain.
Lova terdiam saat mendengar suara langkah kaki mendekat.
"Akhirnya lo sadar juga."
"Riya?"
"Iya, ini gue."
Sekali sentakan, penutup mata yang terikat di kepala Lova langsung terlepas karena ditarik Riya.
"Lo kenapa, sih?" Lova menatap aneh pada Riya. "Bisa-bisanya lo bohongi gue!"
Riya mengendikkan bahunya, "Lo nya aja yang gampang ditipu."
Lova menggeram. Dia memberontak dan berteriak kencang, berharap ada yang menolongnya meskipun mustahil.
"Percuma! Percuma lo teriak, karena ini itu hutan, gak ada 1 orang pun di sini kecuali gue sama lo! Oh, ada 1 orang lagi sebenarnya." Riya tersenyum miring, dia menoleh ke belakang, seolah sedang menunggu seseorang datang. Melihat itu, Lova pun ikut melihat ke arah pintu.
Seorang laki-laki memakai jaket kulitnya masuk dengan langkah yang begitu santai.
"Venus?" gumam Lova. Tatapan matanya begitu kecewa melihat Venus ternyata ikut andil dalam penyekapan nya.
"Yap! Dia cowok yang udah suka lo dari lama, tapi lo malah cuekin dia. Sad boy banget kan?" Riya terkekeh miris.
Lova masih diam, matanya lurus menatap Venus yang juga menatapnya.
Namun, tiba-tiba...
Plak!
"Gue benci sama lo! Harusnya lo gak usah hidup di dunia ini! Karena lo, keluarga gue hancur! Orang tua gue pisah dan gue dibuang, Lova, dibuang!"
Riya berteriak setelah menampar pipi Lova dengan kencang sampai sudut bibirnya terluka.
"Lo sendiri yang cari gara-gara sama gue. Kalau cara lo kayak gini, gue gak segan-segan bikin lo masuk penjara," desis Lova.
"Lo pikun, hah? Yang cari masalah duluan itu elo! Kalau lo gak rebut cowok gue, gue gak bakalan kayak gini!" balas Riya. Menurutnya, dialah yang paling benar, sedangkan Lova tetap salah.
"Gue gak pernah lakuin itu! Lo udah sinting!"
Riya menendang bangku yang diduduki Lova sampai Lova terjungkal tapi masih tetap duduk di bangku, kepalanya terkena lantai yang keras hingga mengakibatkan kepalanya sakit dan pusing.
"Udah. Gue gak mau lo nyakitin dia," ucap Venus membuat Riya tak jadi menghajar Lova.
"Dia pantas dapetin itu! Jangan mentang-mentang lo suka sama dia, lo jadi bela dia kayak gini. Ingat perjanjian kita!"
"Lo yang harus ingat perjanjian kita! Lo gak boleh lukai Lova lebih dari 1 kali!" bentak Venus. Dia segera menolong Lova. Hatinya sakit saat melihat Lova disakiti oleh orang lain.
"Udah cukup. Gue gak bisa diem kayak gini," bisik Venus.
"Gue gak apa-apa. Tunggu sampai Pak Aksa sama yang lain datang," balas Lova berbisik.
Sepertinya di sini Riya lah yang gampang ditipu. Tanpa dia sadari, Venus dan Lova sudah merencanakan sesuatu.
"Venus! Apa-apaan lo! Minggir! Gue mau kasih pelajaran sama nih anak!"
"Kalaupun gue nanti dipenjara, gue gak menyesal," lanjutnya. Riya langsung menjambak rambut Lova dan membanting kepala Lova ke lantai.
"ANJING! GUE BILANG UDAH YA UDAH!" Venus segera mendorong Riya menjauh. Dia juga melepaskan tali yang mengikat tangan Lova.
"Lo bodoh, Riya. Gue gak akan biarin Lova sakit gara-gara lo!" desis Venus.
"Maksud lo? Kita udah sepakat bikin Lova jera, Venus!"
"Tapi lo udah keterlaluan! Sejak awal, gue gak pernah setuju sama tawaran lo, tapi Lova yang bikin gue setuju. Yang bodoh di sini itu elo, bukan Lova!"
Riya menatap marah ke arah dua manusia itu. Benarkah dia ditipu? Lalu, bagaimana mereka tau rencananya? Sial, dia benar-benar sendirian kali ini.
Karena sudah kepalang marah, Riya mengeluarkan pisau lipat yang sedari tadi dia sembunyikan.
"Lo harus mati ditangan gue sebelum gue masuk penjara," desisnya sembari menatap Lova dengan tajam.
"Lo gila?!" Venus terkejut melihat pisau tajam itu.
"Iya! Gue gila karena cewek brengsek lo itu! Dan dia harus tanggung jawab atas semuanya!"
Riya langsung berlari ke arah keduanya dengan memegang erat pisau tersebut.
Lova hendak melindungi Venus, namun lelaki itu malah mendorongnya menjauh sampai dia kembali tersungkur.
Lantaran targetnya yang menghindar tiba-tiba, Riya pun tidak dapat menghentikan langkahnya. Hingga...
Jleb!
Pisau yang dia pegang, menembus perut Venus, bukan Lova.
Riya syok, Lova lebih syok lagi. Namun, di tengah rasa syok nya, Riya tersenyum puas. Setidaknya dia bisa membalas karena Venus telah berkhianat padanya.
"Itu akibatnya kalau lo main-main sama gue. Semoga lo beneran mati!"
"Venus!" pekik Lova. Dia mengesot menghampiri Venus yang terduduk sambil memegang perutnya.
"Plis bertahan, bentar lagi mereka datang," bisik Lova. Dia ikut menahan darah yang terus keluar dari perut Venus.
"Selamat menikmati, Venus," ucap Riya sembari tersenyum miring. Dia berbalik hendak pergi dari sana, namun matanya malah menangkap orang-orang yang berdatangan dan mengepungnya.
"Angkat tangan! Anda sudah kami kepung!"
****
up up up! CRAZY UP!
oiya janlup up ya kak