"Dia membuang sebuah berlian, tapi mendapatkan kembali sesuatu yang kurang berharga. Aku yakin dia akan menyesali setiap keputusannya di masa depan, Illana."—Lucas Mathius Griggori.
Setelah cinta pertamanya kembali, Mark mengakhiri pernikahannya dengan Illana, wanita itu hampir terkejut, tapi menyadari bagaimana Mark pernah sangat mengejar kehadiran Deborah, membuat Illana berusaha mengerti meski sakit hati.
Saat Illana mencoba kuat dan berdiri, pesona pria matang justru memancing perhatiannya, membuat Illana menyeringai karena Lucas Mathius Griggori merupakan paman Mark-mantan suaminya, sementara banyak ide gila di kepala yang membuat Illana semakin menginginkan pria matang bernama Lucas tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Eclaire, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Hari pernikahan Cody.
"Hai, Bibi. Terima kasih karena hadir pada ulangtahun ibuku. Oh ya, aku ingin memberitahu bahwa pria matang dengan perbedaan usia juga bukan masalah, selama kesepakatan dan cinta di antara kami cukup jelas, aku bisa menerima siapa pun. Pria matang memang sangat seksi, bukan?"
Illana mendengkus, ia kembali teringat dialog konyol yang diucapkannya saat mengantar salah satu adik ipar Jena pada perayaan ulangtahun beberapa waktu lalu, wanita yang sempat membicarakan Illana di ruang penyimpanan anggur, entah mengapa ia memiliki keberanian besar untuk mengatakan kalimat menggelitik seperti itu sebagai bentuk cibiran.
"Mengapa aku masih terus memikirkannya? Terkadang bibirku mengacaukan sesuatu, mengatakan hal-hal bodoh sekaligus sembarangan. Apa itu pria matang dan seksi, huh?" Ia menelan ludah. "Aku tak ingin berhubungan atau menikah dengan siapa pun lagi!"
Tok-tok-tok!
"Permisi, Nona Illana."
Ketukan pintu serta suara Nora berhasil mengalihkan perhatian Illana, sekretarisnya masuk seraya tersenyum hangat.
"Ya."
"Aku ingin menginformasikan sesuatu padamu."
"Katakanlah."
Nora berdiri di dekat meja, ia sempat terdiam—seperti ragu untuk menjelaskan, dan Illana sabar menanti bibir sekretarisnya bersuara.
"Ada apa? Sepertinya bukan hal baik, sehingga kau sangat menahan diri di depanku."
"Maafkan aku, Nona. Kesepakatan yang—"
"Gagal?"
Nora mengangguk. "Ternyata Tuan Jin memilih berinvestasi kepada Royal Canon, aku rasa persiapan tim kita sudah matang, tidak disangka bahwa mereka menyalipnya dengan mudah."
Illana berdecih, kepalanya mendongak menatap langit-langit ruangan tersebut selama beberapa detik.
"Aku sungguh takkan terkejut, Nora. Akhir-akhir ini nama Royal Canon memang kembali melambung setelah bekerjasama dengan Daphne Yeline, siapa pun pada bidang ini sangat ingin bekerjasama dengan nyonya besar pemilik Volcano itu, dan Royal Canon memanfaatkan situasi dengan cukup baik. Daphne seperti induk ayam, ke mana dia bergerak, maka beberapa investor di belakangnya akan mengikuti jejak wanita itu. Royal Canon sedang beruntung."
"Anda pasti kecewa, tim kita—"
"Tidak masalah, bisnis menjadi sebuah kompetisi. Lagipula sebentar lagi pembukaan Gardenia berlangsung, namaku masuk pada daftar tamu undangan, bukan?"
"Benar, Nona."
"Rumornya Tuan Thomas Fault pemilik Century akan hadir di sana, aku akan mencoba berbicara dengannya, dan jika aku berhasil, kalian harus mempersiapkan segalanya dengan lebih matang."
Nora mengangguk patuh. "Tentu saja, Nona. Tim kita selalu siap pada waktu kapan pun, aku izin keluar."
Setelah Nora keluar dari ruang CEO, Illana membuka artikel tentang Thomas Fault pada laptopnya. Bertemu seorang pebisnis besar lainnya menjadi sebuah kesempatan emas untuk menjalin kerjasama, jika memang Daphne enggan menerima pengajuan proyek terbaru dari Cinnamon, maka Illana mencoba peruntungan lain.
"Saham Royal Canon terus bergerak naik, pasti Mark sangat bangga melihat pertumbuhan pesat perusahaannya." Illana mengembuskan napas panjang, tatapan wanita itu berubah sayu. "Tapi, dia mencampakan seseorang yang membantunya mencapai semua ini. Aku memang sangat menyedihkan."
***
Malam ini Illana menghadiri pernikahan Cody, terpisah dari orangtuanya setelah menegaskan bahwa situasi di Cinnamon cukup sibuk, sehingga ia tidak bisa datang bersama Samuel dan Jena. Setidaknya ia masih memiliki waktu untuk datang sepulang bekerja.
Menggunakan dress putih, Illana terlihat anggun dan cantik seperti biasa, ia berpelukan dengan Cody serta Alexa—perempuan yang berhasil merebut seluruh perhatian serta kehidupan Cody untuk masa depan.
"Selamat atas pernikahan kalian, maaf karena aku tidak bisa mengikuti upacara pemberkatan, tapi aku berdoa agar pernikahan ini mendapat banyak keberkahan." Illana berbicara setelah memeluk keduanya.
"Tidak masalah, melihatmu hadir saja sudah cukup membuat kami senang, Illana."
"Aku senang bisa bertemu kakak perempuan yang sangat cantik, terima kasih telah hadir." Alexa memuji seraya tersenyum hangat. "Nikmatilah perjamuannya, kamu juga bisa melakukan photo both di sana seperti tamu lainnya." Alexa sempat menunjuk sebuah sudut.
"Tentu, aku akan bergegas. Terima kasih banyak."
Meski malam hari, tapi pesta semakin ramai dikunjungi para tamu, sepertinya lebih banyak orang mengambil kesempatan terbaik pada waktu ini.
Illana berdiri seraya memegang piring kecil berisi macaroon, ia memperhatikan sekeliling, sebagian besar tamu yang hadir selalu berpasangan. Pantas jika Cody menyiapkan area photo both pernikahan.
"Ini sedikit menggelitik, aku bahkan hadir sendirian. Antre di belakang para pasangan untuk melakukan sesi foto bukankah menjadi aneh?" Ia bergumam lirih.
Lucunya, meski sudah menggunjing tindakan Cody, wanita itu tetap menghampiri area photo both dan mengantri di belakang banyak pasangan lain.
Ia melipat tangan di dada seraya tersenyum ketika bertatapan dengan orang lain.
"Aku melakukan ini demi menghargai perintah Alexa, tidak seburuk itu meski hanya berfoto sendirian."
Muncul tiga wanita lain di belakang Illana, mereka berniat melakukan hal yang sama sampai salah satunya merasa mengenali Illana saat melihat sisi wajahnya ketika menoleh ke arah lain.
"Tunggu sebentar, apa kamu Illana?"
Pemilik nama menoleh, ekspresinya berubah, senyum menghilang seperti kepulan asap.
"Ah. Aku benar, kamu adalah Illana, mantan—" Deborah tak melanjutkan kalimatnya.
"Mantan istri Mark, bukan?" Namun, mulut sialan milik teman Deborah justru cepat menyambar.
"Ah, benar. Dia adalah Illana pemilik Cinnamon, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini."
Illana hampir tersenyum, tapi otot-otot pada area bibirnya justru sulit dipaksa, sehingga ia hanya sanggup memasang ekspresi datar.
"Ya. Aku Illana."
"Alexa mengundangku kemari, kami adalah teman kuliah. Kamu juga berteman dengan Alexa?" tanya Deborah, ia mencoba mengakrabkan diri dengan wanita yang telah ditikamnya dari belakang.
"Cody adalah sepupuku."
"Kamu pasti menunggu sesi berfoto, bukan? Tapi, di mana pasanganmu?" Ketiga wanita itu menatap sekitar, mencoba menebak pasangan baru Illana.
Keberadaan mereka cukup mengusik, merusak suasana hati Illana yang begitu baik hari ini.
"Aku sendirian."
"Ah. Sendirian."
"Maaf, aku pikir kamu datang bersama pasanganmu."
Deborah memilih diam, ia sangat menjaga cara bicaranya di depan Illana, mereka seperti menjalani perang dingin. Tanpa kedua temannya, situasi ini menjadi lebih canggung dan mematikan.
Illana bergegas memasuki area photo both saat menerima giliran, ia berusaha tersenyum ketika lensa kamera milik fotografer membidik gambar wanita itu.
"Ini milikmu, Nona."
"Terima kasih." Ia menyambar selembar foto polaroid.
Tanpa memeriksa hasil foto, Illana menyingkir dari sana, ia enggan berinteraksi kembali dengan Deborah atau pun kedua temannya.
Ia meninggalkan lokasi, berusaha mengeluarkan kunci mobil dari sling bag seraya berjalan menyusuri basement gedung, tapi kecerobohan Illana membuat kunci terjatuh ke lantai.
"Menyebalkan."
Saat Illana membungkuk—berniat mengambil kuncinya, sebuah tangan lain menyambar lebih cepat, lalu mereka berdiri berhadapan.
Wanita itu tertegun, Mark berada di sana, mengulurkan kunci mobil Illana.
"Terima kasih." Ia telah membentengi dirinya selama hampir dua bulan, tapi pertemuan tak terduga bisa terjadi kapan saja.
"Eum. Aku menjemput Deborah."
"Aku bahkan tidak bertanya." Ia berniat menyingkir, tapi tangan Mark menyentuh lengannya. "Ada apa?"
"Kebetulan bertemu di sini, aku bisa mengatakan sesuatu kepadamu."
"Katakanlah, aku tak memiliki banyak waktu."
"Tentang lukisan renaissance yang aku dapatkan saat acara lelang amal."
Ekspresi Illana tetap datar, ia berusaha berdiri sekokoh mungkin, dan bersikap senormal mungkin di depan mantan suaminya.
"Maksudku adalah ... maaf, maaf karena merebutnya darimu. Aku tahu kamu sangat menginginkan lukisan seperti itu."
Illana mendengkus, lalu tersenyum kecut. "Ternyata kamu masih mengingatnya."
"Ya. Aku tidak lupa."
"Kamu sengaja melakukannya?" Ia melipat tangan di dada, mengangkat dagu memperlihatkan keangkuhannya.
"Deborah menginginkan lukisan itu."
"Tentu. Jadilah pria paling baik untuk pasanganmu. Itukah pujian yang ingin kau dengar, bukan?" Illana tertawa mengejek. "Sial!"
"Illana—"
"Aku baik-baik saja dan tak ingin mempermasalahkan hal ini denganmu. Kamu memberi harga lebih tinggi, jadi berhak mendapatkannya. Apa lagi?"
"Aku merasa harus meminta maaf kepadamu."
"Sesungguhnya aku tak ingin berinteraksi lagi denganmu." Sikap Illana menjadi lebih dingin. "Mari mengabaikan satu sama lain." Ia melewatinya, memasuki mobil dan menginjak pedal gas seraya menikmati kekesalan yang kembali bertamu.
***