Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Nada, sini." Hugo sembari melambaikan tangan.
"Maaf terlambat, anakku rewel tidak mau di tinggal," kata Nada duduk sembari sibuk mengeluarkan berkas.
"Tidak usah buru-buru Nad, aku sabar menunggumu," Hugo mengambil barang yang berjatuhan dari tasnya. Bibirnya tersenyum merekah memandang perempuan manis milik orang lain.
Nada tersenyum malu, "Kamu bisa aja. O,iya, kerja sama kita bisa di mulai kapan?" Nada berusaha mengalihkan topik pembahasan ke kerjaan.
"Minggu depan kita sudah bisa mulai," jawab Hugo dengan membaca berkasnya.
Hampir satu jam mereka berkutat dengan pekerjaanya, setelah selesai mereka berdua memutuskan jalan-jalan di mall sekalian mencari makan siang.
Nada menghentikan langkahnya, matanya panas menatap dua orang yang sedang makan sambil bersenda gurau.
"Jadi dia pilihan kamu," batin Nada. Suaminya sudah menetapkan pilihan bersama Eva.
Hugo menatap wajah Nada yang memerah, matanya berkaca-kaca. Lalu mengikuti pandangan Nada jauh di dalam tempat makan.
"Dia suamimu?" tebak Hugo. Ekspresi Nada telah menjelaskan tanpa Nada bercerita pun.
Nada tersenyum kecut, "Apa semua lelaki akan membuat istrinya saat dia bosan?"
"Tidak semua, hanya kebetulan kamu yang mengalaminya," jawab Hugo dengan menatap lelaki yang telah menyakiti temannya.
Hugo menarik tangan Nada, menggandengnya masuk dan duduk persis di samping Pandu dan Eva.
"Hugo, apa yang kau lakukan?" lirih Nada, dia ingin segera pergi sebelum mereka berdua melihatnya.
"Jangan lari, hadapi saja kamu tidak bersalah di sini," Hugo menahannya.
Hugo mau Nada melabrak suaminya secara halus, tanpa harus marah-marah atau menjambak si pelakor.
Menurut Hugo, dengan duduk diam bersama dirinya saja akan membuat Pandu kalang kabut.
"Nada, kamu mau makan apa?" tanya Hugo dengan suara lantang yang langsung menarik perhatian Pandu dan Eva.
Mereka berdua kaget langsung menatik tangannya. Pandu berdiri lalu menghampiri Nada dan Hugo.
"Nad, aku pesankan makan dulu." Hugo memberikan waktu Nada dan Pandu untuk berbicara.
"Kamu kenapa ada di sini?" tanya Pandu.
"Memangnya kenapa ini kan tempat umum?" Nada mengangkat wajahnya dengan senyum manis.
"Tapi kenapa kamu pergi sama lelaki? Nada ingat kamu itu sudah punya suami!" Pandu menggebrak meja sampai Nada kaget.
Nada duduk menyilangkan kaki kirinya dan melipat kedua tangannya di dada. "Mas, kamu ke sini juga sama perempuan lho. Kalau kamu boleh kenapa aku tidak?" Nada menoleh ke arah Eva yang ketakutan.
Dia langsung berdiri di samping Pandu, "Mbak, jangan salah paham. Saya cuma temannya Pandu."
Eva berdalih kalau dirinya hanya seorang teman kerja tidak lebih.
"Seorang teman itu tidak akan bergandengan tangan, berpelukan juga tidur bareng," ujarnya sambil berdiri.
Eva dan Pandu mendelik, bagaimana Nada bisa tahu apa yang telah mereka lakukan? Eva gemetar mendengarnya, ia pasti akan dibuat malu siang ini di depan banyak orang.
"Jangan menuduh sembarangan kamu!" Pandu menunjuk wajah Nada.
"Jangan tunjuk-tunjuk," Hugo menepis tangan Pandu. "Nada, ayo kita jalan." Hugo menggandeng tangan Nada.
Pandu berlari mengejar Nada dengan sigap menarik tangan sang istri sebelum menjauh.
"Lepaskan tangan istriku!" bentak Pandu dengan matanya yang melotot.
Hugo melepaskan tanganya lalu mengangkatnya ke atas, "Aku sudah lepaskan."
Hugo tidak bisa menahan karena Pandu memang suaminya. Ikatan mereka kuat bukan sekedar pacaran.
Nada menarik tangannya, "Ada apa dengamu Mas? Lihat kekasihmu berada di sana." Nada menunjuk Eva yang berdiri memandang mereka.
"Jangan tinggalkan perempuan sendirian, kasihan. Ayo, Hugo kita pergi," ajak Nada.
Pandu memukulkan tangannya ke udara, dadanya bergemuruh. Bisa-bisanya sang istri mempermalukan dia di tempat umum.
"Pandu," panggil Eva lirih. Dia takut akan terkena imbas dari emosinya.
Pandu menoleh, "Maaf, jadi tidak enak seperti ini," ucapnya lembut.
Eva menggeleng sembari tersenyum, kemurkaannya sudah menghilang. Hatinya semakin yakin kalau Pandu lebih memilihnya daripada dengan istrinya sendiri.
"Kita lanjut makannya yuk," ajak Pandu.
"Pandu, kamu sedang makan siang?" tanya Wina bersama dengan Vero.
Baru saja hendak duduk, ada lagi yang mengganggu mereka.
"Ibuk, kok ada di sini?" tanya Pandu lalu mencium tangan Wina.
"Ibu sedang belanja sama Vero, kita makan bareng sekalian yuk." Wina mengajak Vero untuk duduk bareng.
"Boleh kita gabung? Tidak mengganggu kan?" Vero melirik ke arah Eva.
"Duduk saja, kamu bawahan Pandu kan. Pesankan kami makanan malah diam saja," suruh Wina.
"Buk, Eva ini teman kerja Pandu." Pandu mencoba menjelaskan kepada Ibunya kalau Eva tidak pantas untuk disuruh-suruh.
"Tapi kamu kan pemimpinnya, berarti dia bawahannya," cemooh Wina.
"Biar Pandu yang pesankan," ujarnya dengan mata mengkode agar Eva duduk.
Setelah kepergian Pandu Wina langsung menatap tajam Eva menganalisis perempuan yang tampaknya sedang dekat dengan anak laki-lakinya.
"Kamu jangan harap bisa dekat dengan Pandu, karena aku sudah menjodohkan dengan Vero." Wina mengusap pundak Vero. Ia memperkenalkan perempuan elegan itu menjadi calon istri Pandu.
"Bukanya Pandu sudah memiliki istri? Kenapa dijodohkan lagi?" tanya Eva bingung dengan keluarga Pandu.
"Pandu itu hanya boleh menikah dengan perempuan elegan seperti Vero. Bukan seperti Nada atau kamu," hina Wina.
Pandangan Wina, Eva dengan Nada sama saja tidak ada bedanya sedikit pun.
"Istri yang perhitungan itu?" kata Vero lalu disahut dengan tawa. "Perempuan seperti dia itu tidak pantas menjadi istri Pandu."
Eva terdiam mendengar dua perempuan yang menjelekkan Nada. Jika dia menjadi Nada pasti akan sakit hati. Suaminya dijodohkan dengan perempuan lain masih dalam ikatan pernikahan.
"Jadi, ucapan Mbak Nada benar jika semua biaya rumah, mobil dan kuliah adiknya memotong uang bulanan?" Eva mencari kebenaran dari lontaran kalimat Nada di acara ulang tahun adiknya Pandu.
"Jaga mulutmu!" dengus Wina dengan wajah melotot.
Melihat reaksi Wina menyiratkan jika ucapan Nada itu benar. Pandangan Eva tentang Pandu langsung berubah drastis.
Selama ini dia melihat Pandu lelaki baik, tampan dan menyayangi keluarganya. Tapi dia salah, lelaki sangat mencintai ibunya bukan berarti bisa mencintai istrinya juga.
"Pantas saja Mbak Nada mengusir Pandu," gumamnya sembari menundukan kepala.
Pandu melihat ada sesuatu yang tidak nyaman di meja itu. Suasananya sangat tegang, Pandu duduk memberikan makanan pesanan ibu dan Vero.
"Pandu, aku ke kantor lebih dulu," Eva meminta izin untuk pulang terlebih dahulu.
"Makanan kamu kan belum habis." Pandu memegang tangan Eva yang langsung di tarik olehnya.
"Jam makan siang sudah hampir habis, aku pergi dulu permisi," katanya sembari berjalan meninggalkan mereka.
"Pandu, kamu mau ke mana?" tanya Wina ketika putranya hendak berdiri mengejar Eva.
"Ke kantor," katanya sembari melihat jam di tangannya.
Vero menyerinagi, "Kamu mau ke kantor atau mengejar cewek itu?"